Selepas memarkirkan motor di teras rumah. Tafila perlahan mengetuk pintu, tidak lupa mengucapkan salam. Namun, tidak ada jawaban dari dalam rumah. Tafila yakin jika sang mama sudah tertidur lelap di dalam kamar. Perlahan Tafila merogoh saku celana jeans yang ia kenakan. Mengambil sebuah kunci cadangan untuk membuka pintu rumah.
Ketika sukses membuka pintu, Tafila dengan perlahan membuka agar dencitan suara pintu yang sudah cukup usang dan dimakan rayap itu tidak mengeluarkan suara yang menganggu telinga.
"Huft..."
Ia segera mengunci kembali pintu rumah dan beranjak masuk ke dalam kamar. Saat melewati kamar sang mama yang pintunya sedikit terbuka. Tafila membuka pelan dan masuk ke dalam kamar. Melihat Mita—mamanya yang sudah tertidur dengan nyenyak. Ada raut wajah lelah di sana.
Tangan Tafila dengan lembut menarik selimut yang berada di bawah kaki sang mama. Ia menyelimutinya hingga sebatas dada.
"Nak, kamu sudah pulang?" Mita tiba-tiba terbangun dan bersuara. Mata Tafila sedikit membulat, karena terkejut. Apa mungkin gerakan tangannya cukup mengusik.
"Iya, mah. Ila baru aja sampe."
"Kamu mau makan apa? Biar mama siapin. Atau mama hangatin makanan yang tadi mama buat?" ucap Mita, Ia beringsut dari tempat tidur. Tetapi, Tafila segera mencegah.
"Mama tidur aja. Aku bisa sendiri, kok. Kayaknya mama ngantuk banget. Jadi, lebih baik mama lanjutin tidurnya," tukas Tafila meyakinkan.
"Tapi kamu pasti cape. Biar mama aja yang siapin makanan kamu." Tafila mengeleng pelan.
"Ma, aku bisa sendiri kok. Mama tidur lagi, ya?" pungkas Tafila serya tersenyum tipis. Mita mengangguk paham. Ia pun merebahkan tubuh di atas kasur kapuk yang kini sudah tidak terlalu empuk.
Tafila pun beranjak dari kamar mamanya. Tafila menghela napas. Ketika hendak berjalan menuju dapur. Kepala Tafila tiba-tiba terasa sakit. Sakit di kepalanya itu membuat dirinya hampir kehilangan keseimbangan. Tafila terhuyung, pandangan matanya terasa pudar dan berputar. Ia perlahan terduduk di lantai. Memegangi serta meremas rambut dengan kencang.
Tafila tidak bisa berdiri kakinya sungguh terasa lemas. Ia yakin bahwa fisiknya sangat lelah akibat terlalu banyak mengikuti kegiatan mahasiswa ditambah dengan kegiatan seleksi sebagai duta kampus. Tafila masih terdiam dengan posisi yang sama. Ia pun berusaha menuju kamarnya yang terletak tidak jauh dari dapur.
Dengan susah payah Tafila berjalan masuk ke dalam kamar. Berjalan dengan posisi terduduk seperti suster ngesot. Tanpa sadar sebuah cairan berwarna merah keluar dari kedua lubang hidungnya. Darah yang keluar itu dengan cepet menetes di baju serta lantai kamar Tafila. Perlahan ia pun mengusap darah itu dengan tangan kanannya hingga menimbulkan bercak merah yang membalut tangannya.
Beruntungnya di meja belajar yang tidak jauh dari pintu kamar terdapat kotak tissu. Tafila segera mengambil beberapa tissu. Setelah itu, Tafila segera duduk tegap dan mencondongkan tubuh ke depan. Lalu, Tafila perlahan mencubit cuping hidung menggunakan ibu jari dan telunjuk. Ia pun bernapas dengan mulut selama lima belas menit. Dan akhirnya mimisan itu pun berhenti. Tafila segera minum air putih dari tumblr yang sengaja ia letakkan di atas meja.
"Akibat kecapean nih. Mimisan gua kabuh," keluh Tafila seraya menyandarkan punggung di dinding.
Hidupnya kini, harus penuh perjuangan. Sudah tidak ada lagi sang papa. Karena hal itu juga menjadi sebab mengapa rumah yang sejak dahulu ia tempati harus di jual dan tinggal di rumah sederhana yang jauh dari kata mewah. Meskipun begitu, Tafila sangat bersyukur ia masih bisa berkumpul dengan Mita—mamanya dan Sagara—Abangnya yang sekarang kerja di sebuah pabrik dibilangin Cikarang.
Tafila banyak mengikuti kegiatan kampus dan banyak mengikuti seleksi beasiswa. Dan terkadang ia kerja part time sebagai ojek online. Supaya ia tidak banyak meminta uang kepada mamanya.
Mata Tafila melihat sekilas pada jam dinding yang terpasang di kamarnya. Menujukkan pukul 01.00 sudah hampir pagi. Tafila tersenyum tipis, ia bergegas menutup pintu kamar. Membuang beberapa tisu bekas yang telah ia pakai untuk menghapus darah mimisan ke dalam tempat sampah.
Ia pun Membuka lemari baju dan mengambil kaus dan celana untuk tidur. Setelah itu, ia lekas menganti baju dan meletakkan baju kotor di atas keranjang. Buru-buru ia pun membaringkan tubuh di atas kasur dan memejamkan mata yang sedari tadi sudah sayu.