Loading...
Logo TinLit
Read Story - Story Of Chayra
MENU
About Us  

Aku tidak bisa menyalahkan semua rasa sakit hati yang aku rasakan ini sepenuhnya pada kamu. Aku tahu rasa sakit hati ini juga karena diriku sendiri yang terlalu mengharapkanmu.

 

---

 

Chayra bersungut kesal pada Alditya. Ia merasa kesal dengan sikap pura-pura ramahnya terhadap Mamanya. Sambil menatap Alditya dari dapur, Chayra pun berniat menjahili Alditya. Mengambil sebuah garam yang ia masukkan ke dalam teh yang ingin disuguhkan untuk Alditya. Satu sendok teh Chayra masukkan ke dalam gelas kemudian, ia mengaduknya dengan tersenyum simpul. Membayangkan bagaimana reaksi Alditya setelah meminum teh tersebut.

Setelah dirasa tercampur dengan baik. Chayra mengambil sebuah piring kecil untuk diletakkan di bawah cangkir. Ia melangkahkan kakinya menuju ruang tamu. Meletakkan secangkir teh yang telah ia buat. Setelah itu, ia pun ingin pergi dari ruang tamu.

"Kamu mau ke mana sayang?" ucap Namira yang otomatis menghentikan langkah kakinya.

"Mau ke kamar Ma."

"Duduk sini temani Alditya." Namira menepuk sofa yang berada di sampingnya, berharap Chayra duduk. Dengan langkah malas Chayra menuruti perintah Namira. Alditya menatap sekilas padanya.

"Ternyata Nak Alditya kuliah di Universitas Merah Putih juga lho! Berarti satu kampus sama kamu ya sayang?" Chayra meneguk salivanya.

"Iya Ma."

"Oh, Nak Alditya ambil jurusan apa?" tanya Namira penasaran.

"Saya ambil jurusan Jurnalistik tante."

Namira berbinar mendengar ucapan Alditya. "Wih...  Itu jurusan yang Chayra ingin masuk. Tapi, sayang waktu SBMPTN dia gak diterima. Malah masuknya jurusan Sains!"

"Mama, jangan buka aib," bisik Chayra, sambil menyenggol lengan Namira. Sedangkan Namira tidak mengubris.

"Ya sudah diminum dulu Nak."

Alditya mengangguk. Ia meraih cangkir teh kemudian, menyeruput teh tersebut. Raut wajah Alditya seketika berubah setelah meneguk teh yang telah dibuatkan oleh Chayra. Senyum di bibir Chayra mengembang ketika melihat raut wajah Alditya. Ia tersenyum penuh kemenangan.

"Ada apa Nak Alditya?" tanya Namira yang menyadari perubahan pada raut wajah Alditya.

"E—engga apa-apa tante," kekeh Andrian.

"Beneran?"

"Iya Tante," sahut Alditya bohong.

"Eh—" Namira menepuk keningnya. "Mama lupa!"  Chayra dan Alditya seketika mendelik, menatap Namira bersamaan. "Mama lupa beli box kardus makanan. Nanti kalau ibu-ibu pada mau bawa pulang makanan pakai apa?" ucap Namira cemas.

"Alditya tolong bantuin tante mau ga?" tanya Namira tiba-tiba.

"Nak?"

"Nak Alditya?" Alditya bergeming tidak merespon. Ia sedang berusaha menghilangkan rasa asin di dalam mulutnya. Namira pun berdehem, membuat kesadaran Alditya kembali.

"Iya kenapa Tante?" Namira mengelengkan kepala.

"Tante minta tolong boleh?"

"Boleh Tante. Minta tolong apa ya?"

"Kamu sama Chayra tolong beliin Tante box kardus makanan. Tapi yang sudah jadi, bukan yang masih dalam lembaran kardus yang masih harus dilipat. Boleh?"

"Ma," ucap Chayra.

"Ya kenapa sayang?"

"Biar Chayra aja yang beli. Jangan merepotkan tamu Ma," tutur Chayra berusaha mengingatkan Mamanya.

"Engga kok. Engga ngerepotin sama sekali. Kalau saya bisa bantu gak apa-apa Tante," sahut Alditya. Chayra mendelik sebal. Lagi-lagi Andrian bersikap sok manis dihadapan Mamanya.

"Wah, benar Nak Alditya?"

"Iya Tante."

"Chayra kamu siap-siap gih. Temenin Alditya," ujar Namira.

Chayra mengenakan sendal jepit berwarna merah maroon miliknya. Setelah selesai dengan perasaan malas ia keluar dari pekarangan rumah. Berjalan menuju sebuah mobil kecil berwarna merah yang sudah terparkir di depan rumahnya. Dengan ragu Chayra mengetuk kaca mobil tersebut, meminta Alditya untuk tidak menguci pintu mobil.

Ketika sudah berada di dalam mobil. Lima belas menit berlalu di antara mereka hanya ada keheningan. Chayra sibuk mengamati jalanan yang tampak macet, padahal hari itu hari minggu. Sedangkan Alditya sibuk mengendarai. Alunan lagu Martin Garix dan Troye Sivan yang berjudul There For You mengalun melalui radio yang tersedia di dalam mobil, memecah keheningan.

Laju mobil Alditya berjalan terasa lambat. Sebab lampu merah di depan pertigaan. Alditya menghentikan laju mobilnya. Ia meregangkan pergelangan tangannya. Mengembuskan napas.

"Lo tadi sengaja ya, masukin garam ke dalam minuman gua?" selidik Alditya.

Jantung Chayra mendadak berdetak dengan cepat, seperti ingin lepas. Ia melirik diam-diam ke arah Alditya yang memandang lurus ke arah jalanan. Namun, dengan wajah tidak bersahabat.

'Mampus.' batin Chayra.

"Kalau di tanya jawab!" ucap Alditya penuh penekanan.

Chayra meneguk salivanya. Nyalinya ciut seketika jika Alditya sudah mengeluarkan nada seperti itu. "E—engga. Emangnya kenapa, kak?" sahut Chayra.

"Masa? Gak yakin gua!"

"Maksud lo apa? Cari masalah sama gua?" tanya Alditya yang semakin memburu dengan tatapan tajam.

"Abisnya lo duluan kak yang mulai. Ngapain juga pakai bilang kalau kakak juga kuliah di kampus merah putih. Terus pakai sok manis di depan mama!" jawab Chayra tiba-tiba. Dan ia pun langsung menutup mulutnya dengan kedua tangan.

Alditya menolehkan kepalanya matanya menyipit menatap Chayra. Chayra yang ditatap Alditya pun merasa panik.

'Mampus salah ngomong!' batin Chayra.

"Lo?! Jangan nyolot sama kakak kelas!" peringat Alditya.

"Saya gak nyolot. Emang sesuai Fakta kok Kak," bela Chayra.

Tiba-tiba sebuah sentilan kecil mendarat di dahi Chayra. Alhasil membuat Chayra meringis lalu, mengusap dahinya. Merasa sakit akibat ulah Alditya.

"Sakit tahu Kak!" protes Chayra pada Alditya. Alditya memilih mengabaikan Chayra. Ia kembali fokus mengendarai.

Alditya memparkirkan mobilnya tepat di depan sebuah toko yang menjual berbagai macam plastik serta box kardus makanan. Ia membuka pintu mobil kemudian, keluar dari mobil. Begitu pun juga dengan Chayra. Mereka pun melangkah ke dalam toko tersebut. Pemilik toko yang sudah melihat mereka langsung tersenyum ramah.

"Mau beli apa Mas?" tanya si pemilik toko.

"Saya mau beli box kardus, tapi yang sudah jadi ada?" tanya Alditya.

"Ada. Butuh berapa?"

Alditya menyikut Chayra yang berada di sampingnya.  Yang sedang asik mengamati beberapa barang yang di jual di toko.

"Apa?" ucap Chayra.

"Beli berapa box?" ulang Alditya.

"Lima puluh." Alditya mengangguk.

"Lima puluh Pak." Pemilik toko pun memberikan bon kepada Alditya. Alditya menatap bon tersebut dan segera mengeluarkan dompetnya untuk membayar.

"Terima kasih. Mau di antar atau bawa sendiri?"

"Bawa sendiri saja Pak."

"Yang bener ini banyak?"

"Iya Pak. Saya bawa mobil soalnya." Bapak pemilik toko mengangguk mengerti.

"Tunggu sebentar ya saya siapkan."

Alditya menepuk pundak Chayra. Manik mata Chayra menatap Alditya, menunggu Alditya membuka suara.

"Kita beli es cendol dulu yuk?" ajak Alditya. Ia pun langsung mengengam pergelangan tangan Chayra. Mengajaknya menuju penjual es cendol yang berada tepat di depan toko.

"Mang, es cendolnya dua ya," ucap Alditya. Penjual es tersebut mengangguk.

Alditya melepaskan genggaman tangannya. Mengajak Chayra duduk di pinggir toko, tepatnya pada tangga toko. Tatapan Chayra tertuju pada seorang anak kecil yang sedang menjajakan sebuah tissu. Anak kecil tersebut menyadari jika ia sedang ditatap oleh Chayra. Ia pun dengan percaya diri menghampiri Chayra.

"Kak, tissunya Kak?" tawar anak kecil laki-laki yang berumur sekitar tujuh tahun.

"Berapaan Dek?"

"Lima ribu Kak." Chayra membelalakan matanya. Pasalnya harga tissu tersebut dua kali lipat dari biasanya.

"Lima ribu?" ulang Chayra. Siapa tahu ia salah mendengar.

"Iya Kak."

"Mahal amat Dek. Biasanya dua ribu lima ratus," protes Alditya. Anak kecil tersebut hanya bisa mengaruk tengkuknya yang tidak gatal.

"Saya ambil dua ya Dek," ucap Chayra. Raut wajah semringah langsung terlihat pada anak tersebut. Ia pun segera memberikan dua buah tissu kepada Chayra. Chayra memberikan ulang sebesar dua puluh ribu.

"Yah Kak, ada uang kecil? Saya engga ada kembaliannya," pinta anak tersebut. Chayra hanya bisa mengelengkan kepala. Anak kecil tersebut pun melangkah menuju penjual es cendol. Ingin menukar uang pemberian Chayra. Namun, belum sempat anak tersebut melangkah Chayra sudah menahannya.

"Kamu mau ke mana?" tanya Chayra.

"Saya pamit sebentar ya Kak. Mau menukar uang," jawabnya.

"Eh--" Chayra menatap anak laki-laki itu dari atas sampai bawah. "Engga usah. Sisa uangnya kamu tabung aja atau buat beli makanan ya?"

"Beneran Kak?" Chayra mengangguk pasti.

"Yay! Makasih Kak."

"Nama kamu siapa?"

"Darevan."

Chayra tersenyum pada Darevan. "Darevan mau es cendol?" tawar Chayra.

"Engga Kak. Saya mau melanjutkan jual tissu aja."

"Oh ya sudah."

"Saya pamit ya Kak? Terima kasih Kak!" tutur Darevan sambil, tersenyum ramah pada Chayra. Chayra membalas senyuman Darevan.

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Serpihan Hati
11529      1932     11     
Romance
"Jika cinta tidak ada yang tahu kapan datangnya, apa cinta juga tahu kapan ia harus pergi?" Aku tidak pernah memulainya, namun mengapa aku seolah tidak bisa mengakhirinya. Sekuat tenaga aku berusaha untuk melenyapkan tentangnya tapi tidak kunjung hialng dari memoriku. Sampai aku tersadar jika aku hanya membuang waktu, karena cinta dan cita yang menjadi penyesalan terindah dan keba...
HURT ANGEL
174      135     0     
True Story
Hanya kisah kecil tentang sebuah pengorbanan dan pengkhianatan, bagaimana sakitnya mempertahankan di tengah gonjang-ganjing perpisahan. Bukan sebuah kisah tentang devinisi cinta itu selalu indah. Melainkan tentang mempertahankan sebuah perjalanan rumah tangga yang dihiasi rahasia.
Marry Me
472      334     1     
Short Story
Sembilan tahun Cecil mencintai Prasta dalam diam. Bagaikan mimpi, hari ini Prasta berlutut di hadapannya untuk melamar ….
HOME
336      250     0     
Romance
Orang bilang Anak Band itu Begajulan Pengangguran? Playboy? Apalagi? Udah khatam gue dengan stereotype "Anak Band" yang timbul di media dan opini orang-orang. Sampai suatu hari.. Gue melamar satu perempuan. Perempuan yang menjadi tempat gue pulang. A story about married couple and homies.
Qodrat Merancang Tuhan Karyawala
1359      894     0     
Inspirational
"Doa kami ingin terus bahagia" *** Kasih sayang dari Ibu, Ayah, Saudara, Sahabat dan Pacar adalah sesuatu yang kita inginkan, tapi bagaimana kalau 5 orang ini tidak mendapatkan kasih sayang dari mereka berlima, ditambah hidup mereka yang harus terus berjuang mencapai mimpi. Mereka juga harus berjuang mendapatkan cinta dan kasih sayang dari orang yang mereka sayangi. Apakah Zayn akan men...
Kulacino
416      275     1     
Romance
[On Going!] Kulacino berasal dari bahasa Italia, yang memiliki arti bekas air di meja akibat gelas dingin atau basah. Aku suka sekali mendengar kata ini. Terasa klasik dan sarat akan sebuah makna. Sebuah makna klasik yang begitu manusiawi. Tentang perasaan yang masih terasa penuh walaupun sebenarnya sudah meluruh. Tentang luka yang mungkin timbul karena bahagia yang berpura-pura, atau bis...
Dialog Tanpa Kata
16822      4402     19     
Romance
Rasi mencintai Sea dalam diam Hingga suatu hari Sea malah dinikahi oleh Nolan kakak dari Rasi Namun pernikahan Sea dan Nolan yang terlihat aneh Membuat Rasi bebas masuk ke kehidupan Sea Bahkan selalu menjadi orang pertama saat Sea membutuhkan bantuan Akankah Sea berpaling pada Rasi atau lagilagi perasaan Rasi hanya sebuah dialog dalam hati yang tak akan pernah terucap lewat kata Sea pada Rasi Ras...
Perihal Waktu
427      301     4     
Short Story
"Semesta tidak pernah salah mengatur sebuah pertemuan antara Kau dan Aku"
Dibawah Langit Senja
1634      953     6     
Romance
Senja memang seenaknya pergi meninggalkan langit. Tapi kadang senja lupa, bahwa masih ada malam dengan bintang dan bulannya yang bisa memberi ketenangan dan keindahan pada langit. Begitu pula kau, yang seenaknya pergi seolah bisa merubah segalanya, padahal masih ada orang lain yang bisa melakukannya lebih darimu. Hari ini, kisahku akan dimulai.
Langit Tak Selalu Biru
81      68     4     
Inspirational
Biru dan Senja adalah kembar identik yang tidak bisa dibedakan, hanya keluarga yang tahu kalau Biru memiliki tanda lahir seperti awan berwarna kecoklatan di pipi kanannya, sedangkan Senja hanya memiliki tahi lalat kecil di pipi dekat hidung. Suatu ketika Senja meminta Biru untuk menutupi tanda lahirnya dan bertukar posisi menjadi dirinya. Biru tidak tahu kalau permintaan Senja adalah permintaan...