Alditya baru saja memejamkan matanya, ia berbaring pada sofa yang tersedia di basecamp Lingkar Pena. Suasana seperti biasa, semua anggota terlihat sibuk dengan beberapa kegiatan masing-masing.
Ada yang sibuk mengetik artikel untuk dipublikasikan pada koran kampus, ada yang sibuk mengunting gambar untuk dipajang pada mading unit kegiatan mahasiswa dan ada juga sibuk bermain game cacing pada ponselnya.
Karena suasana yang cukup ramai, membuat Alditya tidak bisa tidur dengan nyaman. Ia kemudian, meraih ponselnya dari balik saku kemeja Lingkar Pena. Membuka aplikasi game Mobile Legend. Jemarinya bermain dengan lincah dan sigap.
Beberapa menit pun berlalu, Alditya berdecak. Jam sudah menunjukkan pukul dua siang. Namun, tidak ada satupun teman dan anggota baru Lingkar Pena yang satu kelompok dengannya yang berada di basecamp. Padahal peliputan acara pertandingan basket akan segera dimulai.
Sudah menjadi kegiatan tahunan acara pertandingan seperti ini diadakan oleh kampus. Dan unit kegiatan mahasiswa Lingkar Pena lah yang menjadi wadah untuk membuat berita terkait pertandingan basket. Baik memberi informasi melalui media sosial ataupun mencetaknya menjadi sebuah surat kabar atau koran yang dapat dibaca serta dibagikan.
Alditya menarik napas dalam kemudian ia memasang headset pada ke dua telinganya. Memutar musik Hindia yang berjudul secukupnya. Musik yang sedang digemari karena soundtrack film nanti kita cerita tentang hari ini. Di tengah kekhusyuksan mendengar musik seseorang datang mengejutkan Alditya. Alditya langsung melepaskan sebelah headsetnya.
"Ya, kenapa?" tanya Alditya yang sekarang sudah terduduk pada sofa.
"Yan. Kita kapan ke lapangan meliput pertandingan?" ucap Tiara.
"Udah lengkap memangnya?"
"Belum sih." Alditya menjitak kepala Tiara.
"Kalau belum ngapain nanya ke gua."
Tiara mengusap kepalanya yang habis dijitak oleh Alditya. "Daripada lo tiduran ga jelas di basecamp!"
"Biarin tidur itu enak!" Tiara mendengus kesal.
"Permisi kak," ucap tiga orang mahasiswa satu cewek dan dua cowok yang baru saja datang dan tampak masih malu-malu.
"Iya kenapa?" tanya Tiara.
"Panitia disuruh ke lapangan kak," ucap seorang mahasiswa yang Tiara yakini ia adalah anggota baru Lingkar Pena.
"Oh ya sudah kalian ke sana duluan saja ya?"
"Oke kak."
Mereka menganggukkan kelapa dan bergegas pergi menuju stadion. Namun, belum sampai ambang pintu langkah kaki mereka terhenti. Alditya memanggil mereka.
"Iya kenapa kak?" ucap Kaevan.
"Pake ini." Andrian menunjukkan tiga buah nametag yang bertuliskan Reporter.
***
Alditya memperhatikan cewek dihadapanya yang bernama Chayra terang-terangan. Memperhatikan setiap inci raut wajah Chayra, membuat Chayra mengigit bibir bawahnya karena takut. Alditya menghela napas.
"Lo tahu ini jam berapa?"
"Ja—jam setengah tiga kak." ucap Chayra terbata.
"Kemarin saya bilang kumpul jam berapa?"
"Jam dua kak." Alditya tersenyum simpul.
"Nah itu lo tahu!" ucap Alditya cukup kencang. Beruntungnya ruang Lingkar Pena tidak ada orang. Hanya Chayra dan Alditya saja.
"Maaf kak."
"Kenapa datang jam segini?" Chayra terdiam. Alditya berdiri dari tempat duduknya.
"Kenapa!"
"Saya ada mata kuliah kak."
Alditya berdecih. "Semua juga ada, tapi mereka gak telat tuh. Lagi juga lo bisa izin ke dosen. Gunanya surat izin yang gua kasih itu buat apa?"
Chayra mematung. Menahan napasnya beberapa saat untuk menghilangkan rasa kesalnya. Kemudian ia memejamkan mata, lalu menatap langit-langit agar air mata tidak jatuh dipelupuk matanya. Rasanya ingin sekali berteriak di depan cowok itu namun, ia tidak mungkin bisa.
'Please jangan nangis... Jangan... '
"Kak permisi maaf saya terlambat."
Alditya mengalihkan pandangannya berjalan menghampiri cewek yang baru saja datang. Ia kemudian menatap Chayra sekilas. Alditya menyugar rambutnya dan menampilkan senyum ramah pada cewek yang baru saja datang tersebut.
Cantik, putih, tinggi, miliki mata hazel. Ya, hal pertama yang Chayra lihat dari cewek tersebut, yang berhasil mengalihkan kemarahan Alditya pada dirinya.
"Maaf kak saya terlambat."
"Oh, iya gak apa-apa kok," ucap Alditya dengan ramah. "Namanya siapa?"
"Ara kak."
Alditya mengangguk. "Ya udah sini masuk jangan berdiri di depan pintu. Memangnya gak capek?"
Chayra menatap malas pada Alditya ingin rasanya melempar botol air mineral ke kepala Alditya yang berada tidak jauh dari tempatnya duduk.
'Dasar manusia rasis!' pekik Chayra dalam hati.
Sadar bahwa Chayra masih berada di ruang Lingkar Pena. Alditya pun berkata, "Heh lo, nguping ya?"
Chayra membelalakan matanya. Ia mengelengkan kepalanya dan dengan cepat ia pun berdalih mencari alasan.
"Siapa yang nguping malas amat!"
"Ya udah sana ke stadion kenapa masih di sini?"
Suara tersebut berhasil membuat Chayra gelagapan, lamunannya buyar. Chayra langsung berdiri dari tempat duduknya dan pergi begitu saja meninggalkan ruangan Lingkar Pena.
Dengan langkah cepat Chayra berjalan melewati lorong koridor unit kegiatan mahasiswa serta menurin anak tangga. Saat sedang menuruni anak tangga terdengar suara Alditya yang memanggil namanya. Tetapi, Chayra memilih untuk mengabaikannya.
"Woy Dek! Tunggu ... Tunggu... " teriak Alditya cukup keras untuk ke tiga kalinya. Chayra mau tidak mau menghentikan langkah kakinya.
"Noh, name tag lo. Jangan lupa dipakai."
Alditya melemparkan Chayra sebuah name tag dari lantai dua. Bibir Chayra mengerut sebal. Ia pun mengambil name tag yang terjatuh di lantai dan segera mengenakannya.
Tiara terkekeh memukul lantai dengan gemas, perutnya terasa sakit. Alditya memang selalu begitu jahil dan menyebalkan. Maksud hati ingin menyudahi omelan Alditya kepada anggota baru malah Alditya menjahilinya.
"Yan lo tuh kenapa tadi kok malah ngebaikin gua gitu tadi? Nanti kalau dia mengira lo manusia rasis gimana?"
"Rasis? Apa itu rasis?"
Tiara menjitak kepala Alditya. "Halah ga usah sok ga tau gitu deh lo!"
Alditya menoleh ke arah Tiara menatapnya dengan tatapan tajam setelah itu ia tertawa sambil memainkan kukunya.
"Biarin aja saja terkesan membedakan orang. Sesekali menjahili orang yang gemar terlambat itu perlu!" bela Alditya.
Tiara menyungingkan bibirnya. "Lo itu bukan sesekali tapi, setiap kali ada kesempatan lo selalu seperti itu!"
Alditya tidak menjawab. Namun, ia tiba-tiba bangkit dari tempat duduknya. Dan menarik lengan Tiara keluar basecamp Lingkar Pena.
"Udah yuk kita ke stadion."
"Eh—" Tiara melepaskan tangan Alditya dari lengannya. "Kunci pintu dulu!"