Kamu adalah sepotong pergi yang tak pernah kembali.
---
Chayra dan keempat temannya Valya, Nindya, Alya dan Nikita bersiap pergi dari sebuah kafe dekat kampus. Namun, seorang cowok tiba-tiba saja datang dan duduk bersantai begitu saja tepat di kursi yang mereka tempati. Membuat mereka saling menatap satu dengan lainnya.
Chayra yang masih tampak asik membaca sebuah novel disikut oleh Nindya. Membuat pandangan Chayra langsung beralih pada Nindya dan keningnya berkerut.
"Apa?" tanya Chayra. Nindya mengalihkan pandangannya ke arah cowok yang duduk tepat dihadapanya.
"Eh Tafila ngapain lo di sini?" Tafila tidak menjawab. Akhirnya Chayra mengulangi ucapannya, "Tafila lo ngapain di sini?"
Tetapi cowok itu tetap bergeming. Chayra gemas dengan sikap Tafila, ia pun menarik paksa sebelah earphone yang Tafila kenakan. Membuatnya terkejut dan tidak terima.
"Duh apaansi. Earphone gua mahal nih, tujuh ratus ribu!" ucap Tafila. Chayra menatap sinis Tafila.
"Dih, gaya banget lo beli pulsa aja masih ngutang sama gua. Ini beli earphone sampai tujuh ratus ribu," pekik Nindya yang tidak terima.
"Apa iya?"
"Iya pura-pura lupa lo! Gua keluarin lo dari daftar nama kelompok Geografi mau?"
"Dih ... Dih ... Beraninya ngancem gitu masa?" ucap Tafila.
"Tau ah. Udah yuk Gengs kita pergi," ajak Nindya yang susah emosi dengan tingkah Tafila.
"Eh kok pergi si? Kan gua baru datang?"
"Itu derita lo," ucap Nindya.
Tafila mendengus kesal lalu, menatap Chayra yang kembali asik membaca novelnya.
"Temenin gua bentar ya? Minuman gua belum datang soalnya?"
"Hmmm."
"Hah beneran lo mau nemenin gua?" tanya Tafila semringah.
"Hmmm."
"Yes! Ya udah lo semua boleh pergi," tutur Tafila pada keempat teman Chayra.
"Ya udah deh Ra. Kita duluan ya!" ucap mereka secara bersamaan.
"Eh kalian mau ke mana?"
"Mau balik ke kelaslah," ucap Alya.
"Tunggu-tunggu gua ikut!" seru Chayra yang merapikan buku-bukunya.
"Lah, lo gimana si kan tadi mau temenin gua?" ucap Tafila tidak terima.
Dengan tatapan bingung Chayra memperhatikan Tafila dan keempat temannya secara bergantian. Berharap ada yang bisa menjelaskan maksud dari perkataan Tafila padanya.
"Oke ... Tadikan gua minta lo temenin gua dan lo jawab hmmm. Hmmm dari kamus gua itu adalah iya."
Chayra membelalakkan mata. Ia terkejut dengan penuturan Tafila. Pasalnya ia sendiri pun tidak mendengar jika Tafila memintanya untuk ditemani. Daripada menunggu Chayra dengan kebingungannya. Valya, Nindya, Alya dan Nikita langsung berpamitan dan pergi.
"Kita duluan ya Ra! Semoga bahagia!" ucap mereka secara bersamaan dan pergi berlalu begitu saja.
"Tafila ..." ucap Chayra lalu, menghela napas. "Lo kapan deh bilang ke gua kalau minta ditemenin?"
Tafila menyeryit. "Tadi. Lo bilang hmmm. Hmmm dalam kamus gua adalah iya—" Tafila menguntungkan kalimatnya ketika pesanan kopinya datang. "Tapi kalau lo ga mau ya ga apa-apa."
Chayra menutup buku novel yang berjudul kata karya Rintik Sedu tersebut dan memasukkannya ke dalam tas. Ia mengemblok tasnya pada sebelah pundak. Dan bersiap berdiri.
"Tapi kalau lo pergi. Berarti lo ingkar janji sama gua. Dan gua ga suka itu," ucap Tafila sepelan mungkin agar tidak terdengar pengunjung lain.
Chayra benar-benar mati kutu ketika mendengar penjelasan Tafila. Ia pun kembali duduk. Tafila menatap mata cokelat milik Chayra.
"Engga jadi pergi?" Suara berat milik Tafila berhasil membuyarkan lamunan Chayra. Chayra hanya bisa mengelengkan kepalanya.
Sepersekian detik kemudian Chayra kembali mengeluarkan novel dari tasnya dan membacanya kembali. Hal tersebut membuat Tafila penasaran dan mengambil paksa novel yang sedang Chayra baca.
"Novel kata yang ditulis oleh Rintik Sedu. Andai bisa sesederhana itu, aku tidak akan pernah mencintaimu sejak awal. Aku tidak akan mengambil risiko mengorbankan perasaanku. Namun, semua ini diluar kendaliku, Nugraha," tutur Tafila yang baru saja membaca sebuah qoutes yang berada buku bagian belakang novel.
"Suka banget baca novel ya? Serunya baca novel itu apa sih?" tanya Tafila tiba-tiba pada Chayra.
Chayra terdiam beberapa detik sebelum akhirnya menjawab, "Seseorang pernah bilang kalau baca novel itu Buang-buang waktu. Tapi bagi gua membaca novel itu, salah satu cara kita mendapat pelajaran berharga selain belajar formal dan kehidupan sehari-hari. Yang mungkin gak pernah kita dapat dikehidupan nyata," jelas Chayra pada Tafila. Ia pun kembali mengambil novelnya dari tangan Tafila. Tafila hanya mengangukan kepalanya.
Suara lonceng kafe yang diletakkan pada pintu kafe terdengar nyaring. Beberapa orang yang berada di dalam kafe refleks memandang kedua orang yang baru saja memasuki kafe. Dan memesan kopi pada barista.
Tafila mendongak, menurunkan ponselnya menatap Chayra.
"Kenapa?"
"Sebentar lagi masuk kelas."
"Oh ya udah yuk ke kelas." Tafila memasukkan ponsel ke dalam saku celana jeans yang ia kenakan. Dan meneguk kopi yang baru saja ia pesan dengan sekali tegukkan.
"Tapi gua bayar kopi dulu ya?"
Chayra menganggukan kepala. "Gua tunggu di luar ya."
"Oke!"
Chayra sangat fokus membaca novel yang berjudul Kata yang baru beberapa minggu ia beli. Sampai ia tidak menyadari jika ada seorang perempuan yang terburu-buru membawa sebuah es kopi keluar dari kafe sambil memainkan ponselnya.
Tiba-tiba perempuan tersebut menabrak tubuh Chayra dan menumpahi Chayra dengan es kopi yang ia genggam. Baju Chayra pun basah, untung saja novelnya masih terselamatkan. Chayra pun langsung memasukkan asal novelnya ke dalam tas.
"So—"
"Chayra!" teriak Tafila yang baru saja selesai membayar.
Ucapan cewek itu terhenti seketika saat dirinya melihat sosok cowok yang baru saja memanggil nama Chayra. Yang ia yakini nama tersebut adalah nama dari gadis yang baru saja ia tabrak ini.
"Lo gimana sih? Jalan pakai mata!" ucap cewek tersebut, lalu pergi begitu saja menyisakan tanya di hati Chayra.
Karena terlalu fokus pada ponselnya, cewek itu pun tidak menyadari bahwa dari arah berlawanan terdapat Chayra yang tengah berdiri menunggu Tafila. Chayra yang ditatap seperti itu pun hanya bisa terheran-heran. Adanya manusia seperti itu? Sudah dia yang salah tapi malah menuduh orang lain sebagai sumber masalah yang ia hadapi.
Tafila tersenyum tipis melihat gadis di sampingnya yang tampak kesal, namun bagi Tafila hal itu sangat lucu. Chayra masih mengerutu pelan.
Cerelia nama gadis itu. Sebenarnya ada rasa bersalah pada dirinya ketika ia tidak sengaja menabrak Chayra. Ingin meminta maaf, namun dadanya menjadi sesak seketika ketika melihat seorang cowok yang tampak tidak asing baginya memanggil nama Chayra.
"Lo ga apa-apa?" tanya Tafila. Yang di tanya malah memandang kesal pada si penannya.
'Sudah tahu seperti ini, dia masih bilang ga apa-apa?' gerutu Chayra dalam hati.
"Ga apa-apa."
Tafila mengelengkan kepalanya, tangannya mengacak gemas puncak kepala Chayra.
"Mau pakai hoodie gua?" Chayra melirik hoodie berwarna coklat susu yang Tafila kenakan.
"Ga. Pasti hoodie lo bau, belum dicuci seminggu kan?" tutur Chayra.
Tafila tertawa renyah membuat kedua matanya sedikit menyipit. Bukannya marah karena telah dihina Chayra, ia malah gemas dengan ucapan cewek itu.
"Enak saja! Ini baru gua cuci tahu!" bela Tafila. Ia pun menyodorkan lengan hoodie-nya ke depan hidung Chayra. Agar Chayra dapat mencium aroma pewanggi satu sachet yang ia pakai untuk hoodie tersebut.
"Wanggi!" ucap Chayra.
"Dibilangin ga percaya! Ya udah nanti gua pinjemin hoodie gua. Biar lo ga kaya tikus yang habis kecebur di got!" Chayra mendengus kesal. Namun, Tafila malah merangkulnya pergi dari kedai kopi dan berjalan menuju Fakultas Sains.
Setelah mengenakan hoodie yang dipinjamkan Tafila Chayra melangkah masuk ke dalam kelas. Duduk di samping Alya dan mengeluarkan binder yang selalu ia bawa.
"Ra, kenapa lo?" tanya Alya tiba-tiba.
"Apanya?" Alya menatap hoodie yang Chayra kenakan.
"Oh ini. Tadi gua lagi nunggu Tafila bayar kopi di luar sambil baca novel. Eh, tiba-tiba ada cewek yang nabrak gua terus baju gua basah deh."
"Terus?"
"Ya Tafila meminjamin hoodie dia ke gua," ucap Chayra.
"Cie ... Perhatian amat Tafila sama lo!" celetuk Alya pelan. Yang berutungnya Nindya tidak mendengar. Jika Nindya mendengar habislah dirinya diledek olehnya.