Jakarta, malam hari yang terlihat indah, sinar bulan yang membuat langit jauh terlihat lebih terang, bintang yang hanya bertaburan dibeberapa sisi, menambah kesan cantik pada malam hari ini.
Di ibukota yang sedang Dhala dan Nayya tempati ini. Mereka berjalan berdua, sambil menatap lalang lalu kendaraan yang menyilaukan mata. Nayya menggenggam tangan Dhala kuat-kuat.
"Makasih buat waktunya ya Nay, next time aku mau kamu bawa jaket, aku enggak mau loh kamu kedinginan." Dhala berucap sambil merangkul Nayya yang lebih pendek darinya.
"Hm, iya, ini jaket kamu aku balikin besok ya sambil sekolah," katanya seraya mendongkak menatap Dhala sebentar.
"Iya Nay santai aja. Oh iya, soal itu ... kamu, beneran kita, aku, maksudnya, kita mau menjalin sebuah hubungan? Kamu ngerti 'kan ini bukan soal hubungan persepupuan tapi lebih dari itu," kata Dhala lalu berhenti sejenak.
Dibawah lampu yang menyala menerangi keduanya, Nayya dan Dhala saling menggenggam tangan. Nayya tersenyum seraya mengangguk dan memeluk Dhala erat-erat. "iya aku paham, maksud kamu, kita ini pacaran 'kan? Hha."
Dhala terkekeh lalu mengangguk sambil membalas pelukan Nayya yang tak lain adalah kekasihnya sekarang. Mereka kembali melanjutkan perjalanan menuju pulang, dengan Nayya yang sendari tadi menempel terus menerus dengan Dhala.
"Lucu ya, sekarang kita ngomongnya aku kamu, hehe." Nayya memukul seraya mendorong lengan Dhala karena salah tingkah.
Entah kebetulan atau bagaimana, disamping Dhala berjalan ada genangan air yang cukup besar, membuatnya harus becek-becekan dan sebagian celananya basah.
"ADUH!" Dhala mengusap punggungnya yang terasa sakit saat terjatuh dari tempat tidur.
Ia mengusap wajah lalu menatap sekeliling. Oh ya ampun, ia ingin mengumpat malam-malam seperti ini, rupanya itu hanyalah sebuah bunga tidur, lebih jelasnya Dhala hanyalah bermimpi.
"Argh! Dosa enggak sih gua mimpiin perempuan, hah. Nayya, Nayya kenapa sih lo muter muter terus dipikiran gua, dasar!"
Menoleh sekilas pada jam yang ternyata masih pukul setengah dua dini hari, Dhala kembali membuang napas dan kini berjalan menuju kamar mandi, mungkin dengan sholat malam, hatinya akan sedikit merasa lebih tenang.
Berbicara soal hubungan dan perasaan, sebenarnya sudah lama sekali Dhala memendam sebuah rasa suka kepada seseorang. Sejak insiden perginya orang yang Dhala sayangi, ia jadi sulit untuk kembali membuka hati dan menerima apa itu kata cinta.
Namun, jika diibaratkan dengan air terjun yang semakin deras mengalir, semakin menambah kesan cantik dan sejuk. Dhala juga seorang manusia yang bisa kapan saja menyukai kembali seseorang, tetapi itu kembali lagi kepada dirinya sendiri. Bisa menerima atau tidak, bahkan, mungkin ia sulit untuk mengungkapkan sebuah perasannya.
Prak!
Brugh!
Prang!
"Hisss, dimana kaos kaki sebelah gua ya!" Nayya berdecak pinggang sambil menggaruk-garuk kepalanya. Sehingga tataan rambut yang semula rapi, kembali berantakan.
Asik mencari-cari kaos kaki, ponsel nya bergetar menandakan ada panggilan dari seseorang. Dengan langkah kesal penuh emosi, karena pikirnya, siapa orang yang mengganggu nya saat mencari sesuatu, membuatnya semakin bertambah malas saja.
Tanpa melihat siapa si penelpon, ia menggeser asal ikon itu, lalu mulai mendengarkan sapaan dari lawan bicaranya.
"Lagi cari kaos kaki? Ada di rak sepatu lo, gua lihat kemarin kaos kakinya ada didalam sepatu, mana sebelah lagi, sebelahnya mungkin diambil tikus. Dah, lima menit lagi gua kesana."
Nayya terdiam, sampai panggilan itu berakhir dengan sendirinya. Dhala itu lho? Perhatian sekali, hal sekecil apapun soal Nayya, ia selalu memperhatikan. Kadang Nayya berpikir, Dhala itu orang tuanya bukan si? Kenapa Dhala lebih tahu banyak soalnya ketimbang orang tuanya sendiri.
Sudahlah, Nayya pusing. Namanya juga Dhala.
Membiarkan kamarnya yang berantakan kembali setelah sore terlihat rapi, kini Nayya menuruni setiap anak tangga yang berjumlah puluhan itu di rumah besarnya. Ia mengedarkan pandangan ke segala penjuru rumah, sepi, hening tidak ada orang selain dirinya.
Menyisihkan waktu untuk sarapan, Nayya menggeledah dapur dan isi kulkas. Tolonglah, Nayya lapar sekali, apalagi sekarang hari Senin, butuh tenaga ekstra untuk bisa mengikuti upacara bendera rutin itu.
"Ini Mamah enggak nitipin makanan apa satu biji juga, anak gadis nya ini kelaparan. Mau numpang ke rumah Dhala, ahh malas gerak, jauh." Nayya menggerutu namun tangannya masih terus membuka lemari, dan kulkas bergantian.
"Jauh yang lo maksud itu cuman kehalang empat rumah ya Nayyanika! Jangan jadiin rumah gua sebagai ajang kemalasan tingkat atas lo itu. Sini biar gua yang masak, pasti disetiap rumah punya mie instan, untuk pagi ini sarapan itu aja dulu, nanti siang gua ajak lo ke kantin sekolah," sahut seseorang dari belakang.
Nayya berjinjit, kedatangan Dhala tiba-tiba membuatnya kaget bukan main.
Gadis itu membuat pose cemberut, dengan dua pipinya yang gembul semakin terlihat gembul, dua tangan Dhala refleks mencubitnya. Lalu setelah itu terjadi aksi kejar-kejaran lebih dulu sebelum Dhala memasak mie instan dengan tenang.
"Hm, ini ramen si. Yaudahlah enggak masalah, itung-itung kaya didalam drakor enggak sih Nay? Kita makan masih dipanci nya aja."
"Hah apa? Kita? Gua aja kali, 'kan yang mau makan gua Dhal," kata Nayya membuat laki-laki itu memutar bola mata malas.
"Yang masakin siapa? Gua 'kan? So, enggak usah banyak bacot mulut lo itu. Sana ambil sumpit," titah Dhala yang dipatuhi secara langsung oleh Nayya, meski terdengar dua kakinya yang dihentak-hentakkan kesal.
Meletakan panci diatas alas kain, Dhala mulai duduk menghadap Nayya yang kini wajahnya terlihat kegirangan, terhalang oleh asap dari mie yang masih panas, Dhala mengambil ponselnya lalu menekan kamera. Memotret dengan sempurna perpaduan asap mie itu dengan wajah Nayya.
Cantik.
Kembali, Dhala membatin, sebelum Nayya menyadarkannya dengan melempar sumpit pada wajah Dhala.
Sempat meringis dan mengumpat, namun tidak berlangsung lama karena setelah itu ia mengejar waktu, tidak ingin terlambat ke sekolah.
"Hari ini lo ada latihan lagi Dhala?" tanya Nayya seraya menyeruput mie sambil menatap sebentar wajah sepupunya.
"Hm, iya. Tapi kayaknya nanti deh istirahat ke dua, jadi pas pulang gua masih bisa pulang bareng sama lo," balas Dhala.
Gadis itu mengangguk-angguk seraya kembali memasukkan sumpit itu ke dalam panci, pun dengan Dhala yang melakukan hal yang sama. Saat, keduanya sama-sama ingin mengangkat kembali sumpit itu, alih-alih mendapat mie, malah sumpit keduanya saling mencapit satu sama lain, sempat terdiam beberapa menit, ah tunggu, ini seperti didalam drama saja.
Sialan! Dhala mengumpat dalam hati, ia jadi malu sekaligus salah tingkah sendiri.
"Hhh, iya, gua payah dalam dunia persumpitan, ka-kayaknya gua ambil garfu enggak sih?"
Belum sempat mendengar jawaban Dhala, Nayya sudah lebih dulu ngacir untuk mengambil benda yang lain. Dhala meraup wajahnya kasar, siapapun tolong dia sekarang, dua telinganya terlihat merah sangking menahan malu nya.
Kembali, dengan lembar kedua, perpaduan antara perasaan Dhala dan si cantik Nayya yang merasakan hal yang sama. Namun, sepertinya, dua-duanya malu untuk mengungkapkan sebuah perasaan, mungkin karena status mereka sepupu? Bukankah tidak masalah?
Semangat ❤️❤️❤️
Comment on chapter Bab 3