“See u!” ucap Azel seraya mengecup satu per satu boneka BT21 yang sudah tersusun rapi di dalam lemari barunya itu.
Pagi itu, Azel akan berangkat ke Korea untuk melakukan administrasi dan registrasi ulang. Azel menatap ruangan kamarnya yang sebentar lagi akan ia tinggal selama 6 bulan lamanya.
Perlahan kedua matanya beralih menatap foto dua wanita kecil yang menempel di dinding mading. “See u too,” ucap Azel diselimuti dengan senyuman tipis. Azel menutup pintu kamar dan menguncinya.
Menyadari bandul kunci kamarnya masih terpasang boneka RJ, Azel lepas, lalu dibuangnya ke kotak sampah yang ada di dekat tangga.
“Non Azel,” panggil seorang perempuan yang merupakan ART di rumah itu. Azel mengalihkan pandangannya menatap bik Inah yang berdiri di bawah tangga.
“Di tunggu Tuan Girhan untuk segera naik mobil,” tuturnya dibawa anggukan Azel.
Azel turun seraya membawa tasnya karena koper dan semua kebutuhan Azel sudah dimasukkan ke dalam mobil sejak subuh tadi.
“Azel berangkat dulu ya, Bik. Tolong jaga kamar saya. Bersihkan setiap hari dan pastikan tidak ada debu di dalamnya. Kalau sudah, tolong kunci lagi dan jangan biarkan siapapun masuk ke dalam termasuk papa.”
“Baik, siap laksanakan, Non!”
Azel memberikan kunci kamarnya ke bik Inah, lalu melangkah pergi keluar dan menghampiri Girhan yang tampak sudah stay menunggu Azel di dalam mobil.
“Are u Ready?” tanyanya.
Azel hanya mengangguk seraya melemparkan senyumannya. Girhan balik mengulas senyumannya meski tak mendapat tanggapan yang semangat dari Azel.
“Ayo masuk, sayang!”
Azel membuka pintu mobil bagian belakang dan beranjak masuk seraya memegang tasnya.
Azel memang tipikal orang yang introvert sejak kejadian di masa lalunya yang membawa dirinya belum hilang dari rasa trauma itu.
Duduk di belakang seraya menatap jendela kaca adalah pilihan Azel dibandingkan harus duduk di bangku depan bersanding dengan seseorang. Bagi Azel, itu adalah hal yang menyebalkan. Apalagi sampai orang disebelahnya itu mengajaknya berbicara. Maka jangan harap Azel akan menanggapinya.
Dan kebiasaan seperti itu sudah terjadi sejak Azel mengalami masa trauma itu. Setelah mamanya Azel meninggal karena sakit jantung, Girhan sebagai seorang papa yang hanya mengurus putri satu-satunya itu, tampak memaklumi dan berusaha untuk memberikan yang terbaik bagi Azel.
Girhan sama sekali tak mengeluh dan selalu menuruti keinginan Azel. Baginya, Azel adalah orang kedua setelah dirinya yang harus menikmati kekayaannya.
Tak terasa perjalanan tanpa sepatah kata obrolan, membawa mereka tiba di airport.
Girhan membantu mengeluarkan dua koper milik Azel.
“Wuah, apa kau benar-benar akan membawa dua koper ini?” tanya Girhan seraya memberikan dua koper itu ke Azel.
“Yes, I did, Dad.”
Girhan mangguk-mangguk mengiyakan. “Baiklah kalau begitu,” ucap Girhan perlahan mendekati putrinya itu.
“Hati-hagi di jalan ya. Kabari Papa kalau kamu sudah sampai di sana. Tentu Papa tidak akan membiarkan kamu sendirian di sana,” tukas Girhan membuat Azel mengernyit heran.
“Maksudnya? Papa nyuruh bodyguard lagi?” terka Azel karena sebelumnya dia juga mendapat perlakuan demikian saat sekolah di Jakarta.
“Please, Dad! I'm ok! Azel bukan anak kecil lagi yang harus diawasi oleh bodyguard suruhan Papa!” rengek Azel mengeluh dengan bibir yang sudah mengerut kesal.
Melihat reaksi wajah Azel, Girhan justru malah tertawa melihat wajah imut milik putrinya yang sangat mirip dengan almarhumah ibunya itu.
Girhan menarik pipi chubby Azel karena geram.
“Don't be angry, ok?” tukas Girhan membuat Azel menampik tangan Girhan agar melepaskan cubitannya.
“Sorry. Ok, sekarang check-in lah. Sebentar lagi pesawat kamu lepas landas,” tutur Girhan usai melihat benda yang melingkar di pergelangan tangannya.
“Ok! Azel berangkat, Pa. Assalamualaikum.”
“Wa'alaikumussalam. Be careful, Dear!”
Azel mencium punggung tangan Girhan dengan takjim, lalu beranjak pergi dari hadapan Girhan seraya membawa dua kopernya itu.
Girhan mengulas senyuman menatap kepergian putri satu-satunya itu.
“Papa harap kamu selalu bahagia, Azel.”
Pesawat dari bandara internasional Soekarno-Hatta menuju langsung Bandar Udara Internasional Incheon tanpa transit.
Perjalanan yang memakan waktu 7 jam 1 menit tak terasa telah menghantarkan Azel ke Korea.
Sesampai di sana, Azel langsung mendapat pesan dan panggilan tak terjawab sebanyak 10 kali dari nomor asing yang sama.
Azel membuka pesan itu yang isi pesannya meminta Azel untuk memberitahu keberadaannya dan mengenakan pakaian apa?
“Tceh! Ini pasti bodyguard-nya papa,” desis Azel memutarkan bola matanya malas.
Tapi, tiba-tiba datang dua orang laki-laki berpakaian rapi dengan jas hitam yang terlihat formal menghampiri Azel.
Azel mengerutkan keningnya bingung melihat dua laki-laki berbadan kekar itu datang menghampirinya.
“Nuguseyo?” sontak Azel menggunakan bahasa Korea karena melihat wajah dua laki-laki itu.
“Kamu Queen Azel, anak dari Mr. Girhan? Ayo, ikut kami!” tukasnya langsung mengambil alih dua koper milik Azel. Sementara laki-laki satunya mengarahkan Azel untuk ikut bersamanya.
Azel tampak pasrah meski kesal karena harus mengikuti perintah dua bodyguard papanya itu.
Dua laki-laki yang dijuluki sebagai bodyguard pribadinya Azel selama di Korea, membawa Azel langsung menuju ke sekolah Bangtan.
Azel menatap suasana sekolah Bangtan yang tampak khas dengan bangunan arsitektural yang khas dan unik. Logo Bangtan tentu tak lepas menempel di setiap dinding bangunan itu.
Perlahan, mobil yang ditumpangi Azel berhenti tepat di depan gerbang sekolah. Terlihat banyak army yang stay menunggu Bangtan pulang dari sekolah itu.
Sekolah Bangtan yang isinya tak hanya belajar tentang sejarah Bangtan, tetapi juga mengajarkan bagaimana cara bersosialisasi dengan seorang idol. Selain itu, di sekolahan itu juga mengajarkan tentang cara menghargai seseorang dari sudut pandang orang yang berbeda. Bermain musik serta mengikuti kegiatan sosial seperti menjadi relawan.
Semua army dan media massa seperti wartawan tampak berlarian menyerbu mobil Azel yang perlahan mulai memasuki sekolah Bangtan.
“Nona, jangan panik. Beberapa penjaga di sini akan mengondisikan para wartawan,” ujar bodyguard itu kepada Azel.
Azel hanya diam dengan mata yang masih membulat lebar menatap para wartawan dan beberapa Army yang tampak berbisik-bisik melihat mobil Azel itu datang.
“Hei, bukankah itu peserta dari Indonesia yang beruntung karena masuk di sekolah Bangtan?” sontak salah satu ARMY yang berada di sana begitu mengetahui bahwa itu adalah mobilnya peserta yang lolos seleksi masuk di sekolah Bangtan.
“Jinja? Dia berangkat hari ini?” sahut ARMY yang lain.
“Ye! Lihatlah! Sekarang dia mulai memasuki wilayah Bangtan!”
“Daebak! Dia satu-satunya ARMY yang beruntung di dunia ini!”
“Uwah! Aku benar-benar penasaran dengan wajah aslinya. Apakah dia terlihat cantik seperti halnya di foto?”
“Entahlah! Aku juga sangat penasaran!”
Mobil Azel yang berhasil masuk ke wilayah sekolah Bangtan berhenti tepat di depan kelas Bangtan. Azel tampak disambut oleh para member BTS yang sudah berdiri di depan pintu masuk.
Azel membelalakkan matanya lebar melihat wajah para member BTS yang sudah berdiri di sana untuk menyambut kedatangannya. Azel masih tak menyangka bahwa ia bisa melihat wajah tampan para member secara nyata. Mata yang masih membulat lebar itu dibaluti dengan senyuman kagum.
Namun, raut wajah Azel seketika berubah begitu mendengar bodyguard-nya itu berbicara dengannya.
“Nona, ayo! Kita sudah disambut oleh para member Bangtan,” ucap bodyguard itu mengajak Azel untuk keluar dari mobil.
“Ye!” jawab Azel singkat dan langsung kembali menetralkan wajahnya untuk berekspresi layaknya tokoh yang memerankan karakter antagonis.
Sementara, para member tampak saling berbisik karena penasaran dengan sosok ARMY yang berhasil lolos untuk masuk di sekolah Bangtan sepanjang sejarah di tahun ini.
“Hei! Aku dengar dia ARMY muslim,” bisik Park Jimin ke telinga Kim Seok Jin.
“Benarkah?” tanya Kim Seok Jin dengan tatapan tajam menatap Azel yang perlahan mulai turun dari mobil.
Melihat sepatu kets berwarna putih yang pertama kali terlihat di bola mata para member, membuatnya semakin tak sabar untuk melihat wajah Azel.
Dengan kedua tangan yang melipat di dada, Azel turun dari mobil begitu pintu mobil itu dibukakan oleh bodyguard pribadinya.
Para member BTS seketika tampak membelalakkan matanya lebar begitu melihat wajah Azel yang imut dan cantik.
Kim Seok Jin yang semula menatap tajam, perlahan mengendurkan otot-otot matanya terpukau kagum melihat kecantikan Azel.
“Daebak! Dia benar-benar terlihat cantik!” sontak J-Hope seketika.
“Tceh! Wajahnya benar-benar tak pernah terpikirkan di benakku. Apa dia seorang bidadari?” sahut Min Yoongi ikut terpukau kagum dengan kecantikan Azel, gadis 19 tahun yang berdarah Aceh dan Melayu benar-benar menarik perhatian para member.
“Dia benar-benar orang yang berbeda,” timpal Kim Taehyung menambahkan.
“Mari Nona,” ajak bodyguard itu meminta Azel untuk datang menghampiri para member.
Azel anggukkan kepalanya mengiyakan seraya dibaluti dengan senyuman tipis. Perlahan kakinya melangkah maju untuk menghampiri para member Bangtan yang tak beralih tatapannya.
Tepat Azel sampai di hadapan para member, para member tampak ramah menyapa Azel.
“Annyeonghaseyo! Selamat datang di sekolah Bangtan!” ucap para member BTS bersamaan karena sudah berlatih sebelum Azel datang ke sana.
“Ye! Gomawo!” jawab Azel dengan ekspresi wajahnya yang datar.
Melihat reaksi dan tanggapan Azel yang demikian, para member tampak mengerutkan keningnya heran dan saling bertukar pandang tampak bingung.
Tak hanya para member, dua bodyguard Azel yang ada di sana sontak panik karena sikap Azel yang di luar dugaannya.
“Nona, apa yang kau lakukan? Ayo, sapa lebih ramah lagi pada member!” pinta bodyguard-nya berbisik ke telinga Azel.
Azel memutarkan bola matanya malas hingga membuat Kim Seok Jin mengernyitkan matanya tajam menatap Azel yang berdiri tepat di depannya.
“Hei! Apa kau tidak belajar bagaimana cara menyapa orang dengan sopan?” lontar Kim Seok Jin langsung terpancing emosi karena sikap Azel.
Para member seketika tampak syok dan terkejut mendapati Hyung tertuanya itu memarahi Azel.
“Hyung, kendalikan amarahmu. Dia masih muda dari kita,” ucap Park Jimin membuat Kim Seok mengalihkan pandangannya malas.
“Animmida! Saya akan mengulangi cara menyapa saya sesuai dengan yang dimintanya,” sahut Azel membuat Kim Seok Jin kembali mengarahkan tatapannya.
Seru! Lnjut thor
Comment on chapter Kekhawatiran Azel