"Uhuk...Uhuk!" Leon tersedak minumannya sendiri. Retina hitamnya menatap tak percaya ke arah Caca. Nikah? Apa semudah itu dia mengajak orang untuk menikah? Leon melirik arlojinya, belum satu jam semenjak takdir mempertemukan mereka, tapi gadis di depannya ini sudah mengajaknya untuk menikah.

"Benar-benar gila!"

πŸ“ŒπŸ“ŒπŸ“Œ

...Read More >>"> A CHANCE (Chapter 2 ||Pilihan||) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - A CHANCE
MENU
About Us  

Terkadang  yang terlihat baik belum tentu baik, begitupun sebaliknya

Itulah, mengapa pentingnya melihat sesuatu bukan hanya dari satu sudut pandang saja

*** 

Leon menatap jengah ke arah ruang tamu, ketika pertama kali dia membuka pintu yang dilihat adalah Maudy dan sang Mama, gadis centil itu kenapa selalu saja nangkring di rumahnya, apakah dia tidak memiliki tempat tongkrongan yang lebih bagus selain di sini?

Balutan gamis dan jilbab panjang dengan warna senada yang digunakan Maudy, membuat leon semakin ingin melenyapkan gadis itu cepat-cepat dari hadapannya. Leon menarik napas panjang, Maudy mungkin saja bisa mengambil hati mamanya, tapi tidak dengan dirirnya. Gadis itu pikir, Leon tidak tahu semua yang dia sembunyikan.

“Leon.” 

Leon menghentikan langkah, ketika Siska memanggilnya. Dia menoleh dan pura-pura tersenyum. 

“Mau ke mana? Duduk dulu, ada Maudy, loh di sini.” 

Leon melangkah mendekat, jika bukan karena mamanya, dia lebih memilih langsung masuk kamar dan istirahat, dari pada harus meladeni Maudy. Leon tak habis pikir, apa cewek ini belum puas membuntutinya terus-menerus di kampus, dan sekarang harus bertemu dengan dia lagi di sini.

“Leon, kenapa tadi lo ninggalin, gue? Gue, kan udah bilang mau kesini.” Suara manjanya yang dibuat-buat, membuat perut Leon bergejolak ingin memuntahkan seluruh isinya. 

“Gue ada urusan. Ma, udah ya, Leon mau istirahat dulu. Capek.”

“Loh, Kok pergi?” Maudy hampir saja menarik tangan Leon, jika saja cowok itu tidak segera menjauhkan tangannya, dan hal itu tentu tidak dilihat oleh Siska. Lihat saja, apakah seperti ini kelakuan gadis dengan pakaian tertutup seperti yang dia tampakkan sekarang?

“Gue capek, Dy. Lo lebih baik pulang, istirahat. Nggak ada kerjaan banget lo kesini.”

“Leon, nggak boleh gitu.” Siska mencoba mengingatkan, Leon sekarang tidak peduli, dia benar-benar ingin istirahat. 

“Oke, gue akan pulang, tapi besok lo mau ke mana? Kalau nggak ada….”

“Ada.”

“Ke mana? gue ikut, ya!” rengek Maudy. Leon memutar bola matanya malas, dia muak dengan tampang sok polos yang cewek itu tampakkan.

“Ke tempat, yang nggak ada lo-nya!” Leon dengan cepat melangkahkan kakinya menaiki tangga, dia hanya ingin tidur, kenapa harus seribet ini. Bukan, bukan ribet, hanya saja keberadaan Maudy yang membuatnya terasa ribet.

“Maafin Leon ya, Dy. Mungkin dia lagi capek.” 

Maudy masih memasang wajah cemberutnya, dia nggak suka kalau Leon selalu mengacuhkannya seperti ini. Padahal, cowok di luar sana masih banyak yang mengantri untuk dapat perhatian dari maudy. Namun Leon, cowok itu benar-benar dingin kepadanya. Apa yang kurang darinya? Dia rasa tidak ada, Cantik, kaya, dari keluarga terpandang, dan terlebih lagi Maudy sudah sangat terlihat seperti wanita alim dan anggun dengan balutan jilbab panjangnya. Bisa dikatakan, tidak ada kekurangan yang gadis itu miliki. Sepertinya mata Leon yang harus dioprasi biar bisa memandang dengan jernih dan bisa melirik keberadaan gadis itu.

“Nggak apa-apa, Tante. Mungkin memang Leon benar-benar capek, Kalau gitu Maudy pulang dulu, ya. Assalamu’alaikum.” 

“Wa’alaikumussalam warahmatullahi wabarokatuh. Hati-hati, ya, sayang.” 

Maudy mengangguk, dengan senyum cantiknya. Untuk sekarang, Leon masih bisa mengacuhkannya seperti ini, namun tidak untuk waktu dekat ini. Maudy yakin semua pasti akan berubah.

Setelah Maudy pergi, Siska segera menaiki tangga menuju kamar anak laki-lakinya itu. 

“Leon!” 

Leon menguap bosan, pasti Mamanya ke sini hanya ingin menceramahinya. Leon bangkit dari pembaringan empuknya, padahal baru saja matanya mulai menutup.

“Ma, kalau Mama cuma minta Leon buat turun temenin cewek manja itu, Leon minta maaf. Kali ini Leon benar-benar ngantuk.”  

Siska mendekat mengusap lembut kepala anaknya itu. Dia memang tidak akan bisa marah, meski bersikap sedikit tegas, namun dia tak mau Leon menganggap dirinya terlalu mengekang. Sebagai single parent, Siska tahu sekali bagaimana sifat anaknya ini.

“Kamu tahu, kan. Maudy itu anak teman bisnis Mama. Orang tua Maudy berharap banyak dari kamu, Le. Mama yakin Maudy anak yang baik dan sholehah. Lihat saja penampilannya, jarang ada perempuan di zaman sekarang yang mau menutup auratnya dengan sempurna seperti dia.” 

Jika sudah seperti ini, Leon akan sangat susah untuk menolak keinginan sang Mama. Leon tahu, dia sama Maudy sudah dijodohkan. Tapi, Leon sendiri ingin sekali menolak perjodohan itu, karena dia tahu bagaimana sifat dan kelakuan gadis itu yang sebenarnya. Ingin rasanya dia memberitahu mamanya, tapi Leon masih memiliki rasa empati untuk tidak membuat gadis itu malu.

“Tapi, Ma. Leon nggak cocok sama maudy. Leon nggak Cinta sama dia.” 

“Tapi, sayang. Pertunangan kalian tinggal beberapa hari lagi. Mama tidak punya alasan untuk menolak. Maudy gadis dari keturuan yang baik dan mama yakin selain cantik, Maudy juga punya bekal ilmu agama yang bagus seperti orang tuanya.” 

Leon terdiam sejenak. Sebuah alasan, apakah dia harus memberitahu mamanya seperti apa gadis yang didambakan olehnya itu. Tapi sepertinya percuma, karena Leon tidak memiliki bukti yang kuat, jangan sampai nanti dirinya justru dibilang menyebar fitnah.

Sekarang, dia harus menemukan alasan lain, yang tentunya tidak membuat persahabatan mamanya putus dengan orang tua Maudy, tapi mampu membuat mamanya ataupun orang tua Maudy membatalkan acara pertunangan itu. Leon mengusap wajahnya kasar, dia butuh alasan secepatnya, tapi apa? Di tengah rasa frustrasinya, matanya menangkap deretan nomer di telapak tangannya, Leon tersenyum dan segera menggenggam kedua tangan perempuan cantik di sampingnya itu. Sepertinya alasan itu sudah dia temukan detik ini juga. 

“Ma, Leon mau jujur. Sebenarnya Leon sudah punya pacar.” Leon menatap mamanya harap cemas, baru kali ini dia berbohong kepada wanita yang sudah merawatnya itu. Semoga saja kebohongan perdananya ini akan berjalan sesuai rencana.

Tatapan lembut dari Siska mulai memudar, dan kini tatapan lembut itu berubah seakan mengintimidasi. 

“Ma….”

“Leon, pacaran itu nggak baik, berapa kali harus mama katakan?”

Leon lupa, kalau mamanya anti mendengar kata pacaran.

“Maksud Leon, Leon sudah punya calon yang mau diajak serius, Ma.”

Siska terdiam sejenak, menatap anak laki-laki yang kini juga menatapnya penuh permohonan.

“Leon, Mama harap, kamu pertimbangkan semua ini, calon yang kamu maksud belum tentu sebaik dan sesaliha Maudy.” 

Leon segera menggeleng. Meskipun Leon sendiri tidak yakin dengan siapa yang akan dia ajak kerja sama, tapi itu jauh lebih baik menurutnya daripada harus bertunangan dengan Maudy, mamanya hanya belum tahu saja bagaimana sifat asli dari gadis yang didambakannya itu.

“Mama salah, Maudy….”

“Leon, sudah! Mama tidak ingin berdebat dengan kamu.”

Hampir saja Leon keceplosan mengumbar aib orang, jika saja sang mama tidak memotong ucapannya.

 Siska berdiri kemudian beranjak dari kamar anaknya. Apa yang salah? Dia sebagai ibu hanya ingin pasangan yang terbaik untuk anaknya, dan menurut pandangannya Maudy termasuk dalam kategori itu, walaupun sebenarnya dia belum terlalu tahu bagaimana watak dari anak sahabatnya tersebut. Namun, biasanya seorang anak tidak akan jauh berperilaku seperti ke dua orang tuanya, jika orang tuanya paham agama tentu saja anaknya pun begitu. Setidaknya seperti itu yang dipikirkan oleh Siska.

Setelah kepergian mamanya, Leon segera mengambil ponsel di dalam saku celananya, untuk kali ini dia akan benar-benar menentang keputusan yang telah di ambil oleh mamanya. Dia segera mengetik nomor yang berada di telapak tangannya, meski sudah terlihat buram namun dia sudah yakin angka yang dia ketik tidak akan salah.

*** 

Ibarat orang bijak kata, jodoh tak akan kemana. Dicari sampai titik darah penghabisan pun, kalau belum jodoh pasti tidak akan bertemu. Tapi kalau sudah jodoh, biar baru ketemu sekalipun, pasti akan disatukan. Caca sendiri masih tak percaya dengan apa yang dia alami, tapi percaya tidak percaya kenyataannya memang seperti ini, kemarin Leon tiba-tiba menelponnya dan mengatakan bersedia untuk menikahinya. 

Caca kemarin memang benar ingin mencari calon suami dengan cepat, namun siapa sangka sesampainya di rumah, otaknya kembali berfungsi untuk memikirkan matang-matang apa yang dia lakukan, dan dia merasa, langkah yang dia ambil kemarin sungguh keliru, tapi siapa sangka laki-laki yang kemarin dia tawarkan untuk menikahinya sekarang bersedia melakukan hal itu.

 Caca guling-gulingan tidak jelas di atas karpet berbulunya, waktu sudah menunjukkan pukul tujuh pagi, dan seharusnya dia sudah rapi untuk berangkat kuliah. Namun sampai detik ini, dia masih menyembunyikan mukanya di bawah bantal dan sesekali kembali mengguling-gulingkan tubuhnya yang berbalut baju tidur bergambar bus biru kecil yang sering disebut Tayo tersebut. 

Sekarang, apa yang harus dia lakukan? Menelpon cowok itu lalu mengatakan bahwa dia hanya bergurau, itu terlalu berbahaya. Bisa-bisa nanti Leon marah, kemudian menjadikannya perkedel, tidak, itu tidak boleh terjadi. Lantas, apakah dia harus benar-benar menikah dengan laki-laki itu? Seorang manusia yang nyawanya nebeng di badan seorang cowok, tapi kenyataannya sama orang gila saja takut. Bagaimana kehidupannya nanti?  Mimpinya untuk menikah dengan seorang Ustadz pupus, dong?

“Sial, sial, sial!” Caca kembali menggulingkan tubuhnya, dan kini semakin kuat. Ide gilanya membuat dirinya benar-benar akan gila. Acara guling-gulingan tak jelas itu akhirnya terhenti ketika pintu kamarnya terbuka.

“Kamu kenapa, Dek? Kesurupan jin Tomang?” 

Caca merotasikan matanya malas, kalau abangnya sudah mengeluarkan suara seperti ini, maka siap-siap, kegaduhan akan segera dimulai. Dia segera mengambil sebuah guling yang memang dari tadi berada di dekatnya. Tanpa basa-basi guling itu langsung melayang ke arah orang yang bersuara tadi, siapa lagi kalau bukan Febrian Ashraf Malik_ sang kakak yang memang hobinya menyiksa adik. 

Bukan Bian namanya kalau tidak bisa menghindar dari lemparan yang bisa dikatakan meleset itu. 

“Adek susah gini bukannya dibantuin, malah dikatain, dasar abang jahannam!” 

Bian bukannya tersinggung, dia malah terkekeh sembari berjalan mendekati Caca. Kelakuan adeknya itu selalu saja membuat dia kehilangan kewarasan, jika sudah mengusilinya maka Bian akan terlihat seperti orang gila, ketawa-tawa sampai matanya berair.

“Kenapa belum mandi, ganti baju? Mau absen kuliah? Kakak jadi penasaran. Apa, sih, yang bikin adeknya kakak ini susah? Sampai-sampai nggak niat kuliah.” 

Caca ingin bersuara, namun bibirnya kembali ia katupkan. Tidak, Bian tidak boleh tahu, bisa-bisa rencananya itu akan ditentang keras oleh laki-laki itu. Meskipun terbilang sering menindas, namun Caca tahu Bian sangat menyayanginya, dan apa yang akan terjadi jika kakaknya ini tahu, kalau dia akan menikah dengan alasan ingin menentang rencana papa mereka. 

“Kok, diam?” 

Caca menggaruk kepalanya yang memang belum keramas sudah hampir tiga hari, dia memilih diam dan langsung bangkit berjalan menuju kamar mandi. 

“Apa, Papa marahin kamu lagi?” 

Langkah Caca terhenti, walapun hatinya memang sering sakit dengan apa yang dilakukan oleh papa mereka, tapi cukup dia saja yang merasakan. Bian nggak harus tahu, cukup kejadian di masa lalu dia jadikan pelajaran. Waktu itu Caca pernah bercerita kepada Bian atas sikap papa mereka yang dirasa tidak adil, dan pada akhirnya dia lagi yang harus kena marah dan tak jarang lelaki paruh baya itu memukulnya. Entah apa salah seorang Caca di mata Ashraf Malik, dirinya merasa segala sesuatu yang dia lakukan tak pernah benar.

Caca menoleh dan tersenyum. “Kakak tenang saja, Papa selalu baik, kok, sama gue.” Caca segera menutup pintu kamar mandi, meninggalkan Bian yang tersenyum miris menatap punggung adik kesayangannya itu.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Bilang Pada Lou, Aku Ingin Dia Mati
896      484     4     
Horror
Lou harus mati. Pokoknya Lou harus mati. Kalo bisa secepatnya!! Aku benci Lou Gara-gara Lou, aku dikucilkan Gara-gara Lou, aku dianggap sampah Gara-gara Lou, aku gagal Gara-gara Lou, aku depression Gara-gara Lou, aku nyaris bunuh diri Semua gara-gara Lou. Dan... Doaku cuma satu: Aku Ingin Lou mati dengan cara mengenaskan; kelindas truk, dibacok orang, terkena peluru nyasar, ketimp...
Paragraf Patah Hati
5140      1642     2     
Romance
Paragraf Patah Hati adalah kisah klasik tentang cinta remaja di masa Sekolah Menengah Atas. Kamu tahu, fase terbaik dari masa SMA? Ya, mencintai seseorang tanpa banyak pertanyaan apa dan mengapa.
Sebelas Desember
3216      1016     3     
Inspirational
Launa, gadis remaja yang selalu berada di bawah bayang-bayang saudari kembarnya, Laura, harus berjuang agar saudari kembarnya itu tidak mengikuti jejak teman-temannya setelah kecelakaan tragis di tanggal sebelas desember; pergi satu persatu.
Samudra di Antara Kita
22693      3800     136     
Romance
Dayton mengajar di Foothill College, California, karena setelah dipecat dengan tidak hormat dari pekerjaannya, tidak ada lagi perusahaan di Wall Street yang mau menerimanya walaupun ia bergelar S3 bidang ekonomi dari universitas ternama. Anna kuliah di Foothill College karena tentu ia tidak bisa kuliah di universitas yang sama dengan Ivan, kekasihnya yang sudah bukan kekasihnya lagi karena pri...
Bimasakti dan Antariksa
157      118     0     
Romance
Romance Comedy Story Antariksa Aira Crysan Banyak yang bilang 'Witing Tresno Jalaran Soko Kulino'. Cinta tumbuh karena terbiasa. Boro terbiasa yang ada malah apes. Punya rekan kerja yang hobinya ngegombal dan enggak pernah serius. Ditambah orang itu adalah 'MANTAN PACAR PURA-PURANYA' pas kuliah dulu. "Kamu jauh-jauh dari saya!" Bimasakti Airlangga Raditya Banyak yang bila...
Te Amo
399      267     4     
Short Story
Kita pernah saling merasakan titik jenuh, namun percayalah bahwa aku memperjuangkanmu agar harapan kita menjadi nyata. Satu untuk selamanya, cukup kamu untuk saya. Kita hadapi bersama-sama karena aku mencintaimu. Te Amo.
KSATRIA DAN PERI BIRU
128      109     0     
Fantasy
Aku masih berlari. Dan masih akan terus berlari untuk meninggalkan tempat ini. Tempat ini bukan duniaku. Mereka menyebutnya Whiteland. Aku berbeda dengan para siswa. Mereka tak mengenal lelah menghadapi rintangan, selalu patuh pada perintah alam semesta. Tapi tidak denganku. Lalu bagaimana bisa aku menghadapi Rick? Seorang ksatria tangguh yang tidak terkalahkan. Seorang pria yang tiba-tiba ...
Between the Flowers
490      269     1     
Romance
Mentari memilih untuk berhenti dari pekerjaanya sebagai sekretaris saat seniornya, Jingga, begitu menekannya dalam setiap pekerjaan. Mentari menyukai bunga maka ia membuka toko bersama sepupunya, Indri. Dengan menjalani hal yang ia suka, hidup Mentari menjadi lebih berwarna. Namun, semua berubah seperti bunga layu saat Bintang datang. Pria yang membuka toko roti di sebelah toko Mentari sangat me...
Hello, Kapten!
995      524     1     
Romance
Desa Yambe adalah desa terpencil di lereng Gunung Yambe yang merupakan zona merah di daerah perbatasan negara. Di Desa Yambe, Edel pada akhirnya bertemu dengan pria yang sejak lama ia incar, yang tidak lain adalah Komandan Pos Yambe, Kapten Adit. Perjuangan Edel dalam penugasan ini tidak hanya soal melindungi masyarakat dari kelompok separatis bersenjata, tetapi juga menarik hati Kapten Adit yan...
Dear Kamu
3258      1008     6     
Inspirational
Kamu adalah pengganggu. Turbulensi dalam ketenangan. Pembuat onar dalam kedamaian. Meski begitu, kamu adalah yang paling dirindukan. Dan saat kamu pergi, kamulah yang akhirnya yang paling aku kenang. Dear kamu, siapapun kamu. Terimalah teriakanku ini. Aku kangen, tahu!