HAPPY READING!
Rachel masih terdiam masih mencerna apa yang terjadi saat ini bahkan saat piring itu bersih dari sayuran. Perempuan itu tetap diam kebingungan.
"Makan sayur aja ngomel. Pantesan enggak tumbuh dengan baik. Pendek." Langit berucap setelah dia membereskan semua sayur yang berada di piring Rachel.
Perempuan galak dengan wajah kesal mendumel. Mereka makan dalam diam tidak ingin memulai pembicaraan saat makan. Seseorang yang baru saja masuk ke dalam terkejut melihat Langit yang sedang makan dengan Rachel, ketua organisasi yang terkenal galak dan emosian. Sebenarnya orang itu lebih terkejut dengan keberadaan Langit.
Orang itu mendekat ke arah mereka berdua lalu menyapa Langit dengan agak kaku mengingat perpisahan mereka tidak begitu baik.
"Hai, Langit, kan?" Langit mendongak dan terkejut, rivalnya dulu atau mungkin sekarang masih menjadi rivalnya menyapa.
"Eh, hallo Bin." Langit meletakan sendok dan garpunya dan berdiri sambil menjabat tangan lawan bicaranya.
"Lo lagi ngapain di sini Lang?" tanya Bintang berbasa-basi lalu melihat ke arah perempuan yang sedaritadi menyimak pembicaraan. "Hallo juga Rachel." Rachel tersenyum lalu mengangguk sopan.
Langit menggaruk kepalanya. Bingung mau menjelaskannya, "gue maba di sini." Bintang mengangguk baru ingin bertanya apakah dia sudah bertemu dengan Bulan atau belum dirinya sudah dipanggil temannya untuk memesan makanan. Alhasil, Bintang pamit untuk pergi darisana.
Langit menatap Rachel yang belum selesai menghabiskan makanannya. Niat untuk menghabiskan makannya kandas. Dia jadi kepikiran apakah Bulan sudah selesai kuliah atau belum.
"Lo kenal Bulan?" Langit bertanya ragu-ragu dan Rachel mengangguk sambil mengunyah mie goreng yang berada di mulutnya.
"Dia sekarang ada kelas enggak?" Rachel menatap manusia di depannya dengan sinis. Memangnya dia manager dari kakak tingkatnya sehingga dia tau apa saja jadwal Bulan?
"Ya, menurut lo. Gue tau?" Langit menghela napas kecewa. "Lo emang enggak bisa diharepin."
Perkataan Langit membuat Rachel membanting sendok dan garpunya. Manusia yang meremehkan ya cuma dia.
"Memang lo kenal Kak Bulan? Secara Kak Bulan itu memang banyak penggemarnya kalau lo fanatiknya Kak Bulan dan ganggu kegiatan dia. Gue panggang lo hidup-hidup." Rachel kehilangan selera makannya, dia berdiri dan melangkahkan kakinya di samping Langit.
"Kegiatan briefing nya udah kelar. Besok jangan lupa bawa barang yang disuruh." Rachel pergi menjauh membuat Langit menghela napas yang sangat panjang. Bagaimana dia bisa tau barang apa saja yang akan dibawa sementara dia bahkan tidak mendengarkan briefing itu sama sekali.
Sepertinya, Langit akan mengalami masalah lagi besok. Langit pergi darisana setelah dia bercerita panjang lebar ke Bulan.
[ Bulannn. Ini Langitt! ]
[ Gue hari pertama ospek dimarahin dong. Gila aja ]
[ Lo kenal Rachel? Itu manusia enggak jelas banget. Masa suruh gue nyapu satu kampus. Habis itu belum selesai gue nyapu malah nyuruh dia nemenin makan ]
[ Anehnya lagi, habis gue tanya tentang lo. Dia malah ngamuk ga jelas. Mana katanya briefing hari ini suruh bawa barang. Sementara gue aja enggak ikut ospeknya ]
[ Yo, Lang. buset chat lo panjang bener. Bentar gue habis keluar kelas ]
Langit menunggu balasan Bulan agak lama. Cewek itu mengetik sangat lama padahal dulu Bulan selalu mengetiknya dengan cepat.
[ Rachel anak BEM itu? Lo berhasil jinakin dia? keren amat lo ]
Langit jadi senyum-senyum sendiri saat membaca pesan balasan dari Bulan. Dia sangat asik mengetik dan bercerita. Bulan memang tempat yang nyaman untuk menyampaikan keluh kesah.
[ Sifatnya sama kayak lo Lan, galak pake banget mana rese pula ]
[ Minta dihajar ini anak. Siapa yang galak? Siapa? ]
[ Tuh kan, galak ]
Langit terkikik lalu mendongakkan kepalanya menatap seseorang yang berada di depannya berkacak pinggang dan menatap Langit kesal.
"Siapa yang galak?" Langit mengaduh saat telinganya sudah tidak terselamatkan lagi. Sudah terkena jewer oleh Bulan.
Bulan melepaskan jewerannya dan memasukan buku miliknya ke dalam tas. Merasa kesal karena Langit selalu berkata bahwa dirinya galak.
"Lo sekarang mau kemana?" Bulan bertanya setelah kasus jewer menjewer itu selesai. Langit menatap sinar matahari yang terik dan menjawab pertanyaan Bulan yang terdengar tidak jelas.
"Ke hati lo?" Bulan memukul lengan Langit kesal. Langit tidak bisa serius untuk menjawab pertanyaannya. Langit melihat ke arah kalung yang sedang dipakai Bulan kira-kira Bulan tau enggak ya, ada suara di sana?
"Bukannya, lo udah ada di hati gue? Jadi ngapain ke hati gue lagi?" Bulan bertanya membuat Langit tersedak udara. Dia langsung terbatuk-batuk padahal mulutnya tidak ada isinya.
Ponsel Langit berdering lalu matanya membulat. Dia mematikan ponselnya dan mengajak Bulan menuju ke satu tempat.
"Lan, hari ini nyokap gue ada cek up. Lo mau enggak ikut?" Bulan berpikir sejenak lalu mengangguk.
Langit lalu mengajaknya menuju parkiran untuk mengambil alat transportasi miliknya yang saat itu rusak karena kecelakaan. Kendaraan roda dua yang menemani Langit hingga sekarang.
Bulan menatapnya takjub. Dia baru tau bahwa Langit mempunyai sepeda motor. Langit tidak pernah cerita jadi Bulan mengira bahwa Langit masih membawa sepeda tua itu untuk berkendara.
Bulan naik lalu memegang bahu Langit setelah memakai helm yang dibawa Langit tentunya. Cowok itu menstater motornya dan menjalankannya. Sepanjang perjalanan Bulan dan Langit saling bercerita menceritakan masa lalu yang negitu hangat. Membuat mereka yakin bahwa perasaan mereka masih sama.
Sesampainya di depan rumah Langit. Bulan turun dan melepas helm berwarna hitam gelap lalu meletakannya di spion motor Langit. Bulan merapihkan rambutnya yang agak berantakan dan menunggu Langit untuk turun dari motornya. Mereka berdua masuk ke dalam dan langsung disambut hangat oleh Rosa.
"Siang Tante. Masih inget saya?" Bulan tersenyum ramah sambil menunjuk dirinya sendiri berharap Rosa mengenali wajahnya yang mungkin sudah agak berubah.
Rosa tersenyum cerah. Bagaimana dia bisa tidak mengingat tentang Bulan yang selalu menemani Langit dan dirinya? Bahkan saat itu Bulan jadi target Cris untuk dimanfaatkan uangnya.
"Bulan, kan, ya? Inget dong. Jadi inget dulu, maaf ya waktu dulu. Tante masih merasa bersalah," ucap Rosa dengan tulus perempuan semanis Bulan malah disakiti olehnya sendiri.
"Udah lama Tan, enggak usah dibahas lagi. Bulan enggak masalah kok." Bulan tersenyum manis lalu menggenggam tangan Rosa perhatian. Langit menatap keduanya sambil tersenyum.
Rosa ingat sesuatu lalu meminta Bulan untuk duduk di kursi yang tersedia. Rosa masuk ke dalam mengambil sebuah benda yang dia buat sendiri. Sebuah topi dengan gambar bulan di bagian depan. Topi lucu yang biasanya dijual di pantai-pantai.
"Buat Bulan. Tante waktu bikin ini. langsung inget kamu. Jadi, karena kita ketemu lagi. Tante mau ngasih ini sebagai rasa terima kasih," ucap Rosa lalu meletakan topinya ke tangan Bulan memintanya untuk menerima.
Bulan memegangnya dan melihat semua jahitan yang dijahit oleh tangan Rosa dengan sedemikian detail. Bulan tersenyum lalu memakainya.
"Ma, punya Langit mana?" Cowok itu merajuk merasa iri karena Bulan mendapatkan topi sementara dirinya tidak. Rosa menggeleng seolah-olah memang benar tidak ada topi untuknya.
"Ada, tetapi belum selesai." jawab mamanya halus, anaknya ini bisa juga bersikap manja.
"Tante, ini enggak berangkat cek up? katanya Langit tadi mau nganter tante cek up." Bulan bertanya takut kehadirannya menganggu jadwal Rosa untuk cek up.
"Loh, tante enggak ada jadwal cek up kok." Bulan bingung lalu menatap Langit yang sedang menatap mamanya.