HAPPY READING!
Bulan duduk di kasurnya membaca berkas dengan mata yang dibuka lebar. Bulan hanya mengira ada perebutan harta warisan yang dimiliki oleh Mamanya Langit sehingga semua ingin mencelakai mereka. Sepertinya memang Bulan banyak menonton film tidak jelas membuat dia mempunyai pemikiran yang aneh-aneh.
Disana lengkap tertulis. Cris yang notabene nya adalah ayah dari Langit yang selama ini menganggu dan membuat Mama Langit mengalami trauma.
Seorang pecandu alkohol dan pengonsumsi narkoba. Sering melakukan kekerasan dalam rumah tangga dan suka berjudi. Ingin mendapatkan asuransi Rosa dan membiarkan Rosa meninggal dengan alasan sakit keras.
"Jadi, alasan tante waktu itu minta uang. Gara-gara diancam sama bapak gila ini?" Bulan menutup mulutnya tidak menyangka.
Bulan jadi mewajarkan Langit yang takut kalau Bulan tau ada dimana lokasinya. Karena bisa saja Cris membuntuinya dan menemukan Langit lagi.
"Lah, tapi emang bapaknya punya duit?" Bulan bermonolog sendiri sembari mengomel.
"Itu kalau bapaknya Langit jadian sama nenek gue bagus juga. Duit doang pikirannya." Bulan menceplos sambil merebahkan kembali tubuhnya di kasur yang sanggup dihuni oleh dua manusia. Perempuan itu terkikik sendiri kalau benar neneknya menikah dengan ayah dari Langit.
Setelah membaca laporan itu, Bulan bimbang. Dia ingin memberi tahu Langit bahwa dia tau akar permasalahannya tetapi, di sisi lain takut untuk mengungkapkannya. Kalau semisal Bulan berbicara bahwa dia tau setelah memata-matai Langit pasti tidak suka.
Bulan menedang selimutnya merasa kesal dengan pergulatan pikirannya sendiri. Bulan berdiri dan mengambil buku miliknya. Sekarang dia harus pergi ke rumah Bintang untuk belajar. Sangat menyebalkan.
Bulan mengemasi bukunya membawa tas ranselnya. Dia akan belajar ekonomi yang mengharuskannya membawa kalkulator. Masalahnya sekarang kalkulatornya hilang Bulan mencari sambil marah-marah mengomel sendiri dan mengobrak-abrik meja belajarnya.
"Bodo amat. Kalkulator enggak ada ya enggak usah belajar." Bulan membawa tasnya lalu masuk keluar kamar. Menurunu tangga dan melihat neneknya yang duduk di ruangan makan menikmati secangkir cairan mengepul beraroma kopi.
"Mau ke rumah Bintang?" tanya Neneknya ketika melihat Bulan turun dari tangga. Bulan menatap ke arah neneknya lalu mengangguk sekenanya.
"Iya." Bulan pergi awalnya cewek rambut sebahu itu ingin berpamitan. Tetapi, ketika mendengar nama Bintang disebut niat Bulan langsung lenyap. Mendengar namanya saja malas.
Bulan masuk ke dalam mobil dan roda itu mulai bergulir menjauh dari rumah Bulan. Kaos putih dan celana panjang dibubuhi dengan sepatu kets putih dengan tali warna-warni membuat Bulan terlihat cantik.
"Eh, Bulan. Ayo masuk." Pelayan di rumah Bintang menyambutnya. Bulan menggulirkan bola matanya ke belakang, melepas sepatunya dan berjalan masuk dengan kaus kaki putih pendek bergaris berwarna putih.
Bulan berjalan masuk melewati lorong. Melihat banyak foto yang bertengger di sana menampilkan wajah satu keluarga yang bahagia. Bulan mendengus merasa iri dengan kelengkapan keluarga Bintang.
"Dulu gue juga punya foto kayak gitu. Lengkap banget malah. Sama pembantu-pembantu juga difoto." Bulan mengomel sendiri dan mencibir gerus menerus.
Bulan jadi kangen dengan orang tuanya lagi ketika melihat foto Bintang yang sedang berfoto di taman bermain sambil membawa balon.
"Mama mau balon boleh?" tanya Bulan ketika melihat sebuah plastik bergambar dan mempunyai banyak warna itu melambung ke atas.
Perempuan paruh baya bersama sang suami mengangguk. Dia menggandeng tangan anaknya untuk menuju ke tempat balon warna-warni itu berada. Membeli dua buah membuat Bulan kembali ke tempat ayahnya dengan wajah sumringah.
"Banyak banget beli balonnya Bulan? Sini sayang papa pangku." Ayahnya mengangkat tubuh mungil Bulan dan diletakkan di pangkuannya.
"Balonnya nanti Bulan mau terbangin satu. Mau bikin permohonan Yah, nanti siapa tau terwujud," ucap Bulan menjawab pertanyaan sang ayah sembari membenarkan roknya yang terlipat naik.
"Memang Bulan mau bikin permohonan apa? Bisikan Papa sini." Ayahnya mendekatkan wajahnya meminta Bulan untuk membisikan sesuatu.
Bulan menggeleng. "Enggak mau. Papa enggak boleh tau. Rahasia." Bulan meletakan jari telunjuk bagian tangan di bibirnya sambil menutup sebelah matanya.
Ayahnya tertawa mendengar jawaban Bulan dan mengacak rambut Bulan gemas.
"Kalian tumben akur. Ayo Mama foto dulu." Mamanya sudah berada di seberang Suami dan anaknya memegang kamera dan bersiap untuk membidik dua manusia yang sangat dia sayangi.
Jepret!
Air mata Bulan jadi menetes. Dia buru-buru mengelap wajahnya. Bisa-bisanya dia malah melamun di rumah Bintang. Pakai acara menangis juga membuat Bulan malu saja.
"Siang Tan." Bulan tersenyum sopan ketika melihat Ibu dari Bintang berada di ruangan yang sama dengan dirinya.
"Siang juga Bulan. Mau belajar bareng ya sama Bintang? Langsung naik aja, ya." Bulan mengangguk lalu melangkahkan kaki di deretan kayu yang berjajar membentuk tangga.
Mengetuk pintu Bintang sebanyak dua kali dan cowok itu muncul dari dalam kamarnya. "Siang Bintang.* Bulan tersenyum ramah, membuat Bintang agak terkejut.
Bulan sendiri dalam hati mengomel kalau bukan di kediaman kolega neneknya dia tidak akan bersikap ramah seperti tadi melihat wajah Bintang yang terkejut sekaligus senang membuat dia kesal.
"Di ruang belajar aja ya Lan, kayak biasa." Bulan mengangguk lalu melangkah masuk ke ruangan yang berada tepat di sebelah kamar Bintang.
Bulan meletakan tasnya di meja begitu dia masuk ke dalam. Aroma buku tua menyapa penciumannya. Membuat Bulan ingin tidur saja. Biasanya saat Bulan benar-benar mimpi buruk dia masuk ke dalam ruangan baca ayahnya dan tidur di sana.
Walaupun tidak benar-benar menyelesaikan mimpi buruknya tapi itu mengurangi. Membuat setidaknya Bulan bisa hidup lebih lama. Memang cara agar mimpi buruk itu menghilang hanya dengan mendengar suara Langit.
Omong-omong soal Langit cowok itu sedang apa ya? Bulan jadi kangen. Saat orang tuanya kecelakaan Bulan hanya bisa menangis tidak berhenti hingga kelelahan dan berakhir mimpi buruk terus menghantuinya.
Cairan kental yang dimiliki setiap manusia mengalir di badan pesawat dan pesawat itu terbelah menjadi dua. Manusia yang di dalamnya sudah tidak bernyawa tetapi, di mimpi Bulan semua manusia mengelilinginya membuat Bulan menjadi tidak bisa bernapas dan akhirnya terbangun dengan banyak keringat di badannya.
Bulan sampai menahan dirinya untuk tidak tidur karena mimpi buruk yang terus berulang selama sekitar satu minggu sebelum akhirnya dia dibawa ke rumah sakit karena tubuhnya lemah.
Bulan tidak percaya manusia. Karena semua manusia meninggalkan dirinya dan membiarkannya tenggelam di larutan kesepian dan kekosongan. Bulan akhirnya lebih memilih untuk tidak mengisinya dengan banyak orang di hidupnya. Awal mulanya hanya neneknya yang sudah merawatnya kemudian Langit dan Mamanya.
Hanya itu, walaupun akhirnya Langit mengecewakannya karena meninggalkan dirinya seorang diri waktu itu.
Kalau Bintang, Bulan tidak pernah menyukainya. Walaupun cowok itu tidak pernah meninggalkan dirinya dan selalu sabar. Cowok itu termasuk anak manja yang terlalu banyak menerima kasih sayang orang tuanya. Bulan iri sekaligus mengecap Bintang sebagai anak yang tidak bisa bertahan hidup saat dirinya seorang diri.