Loading...
Logo TinLit
Read Story - Asoy Geboy
MENU
About Us  

Sebenarnya, saat Geboy menyebutkan bayaran dan tawaran ini-itu pada Aco, ia enggak berniat serius sedikit pun. Kemarin cuma mengarang bebas, hasil praktik pelajaran bahasa Indonesia, yang ternyata lumayan meyakinkan dan berhasil menghasut target. Agak berlebihan memang, tapi yang penting sudah ada deal di antara mereka. Sekarang masalahnya adalah mewujudkan iming-iming bullshit itu menjadi kenyataan. Sayang, Geboy masih maju-mundur di garasi karena dua perkara: papanya di rumah jadi bisa segera membahas itu, tapi di sisi lain ia belum menyiapkan apa yang harus disampaikan.

Tadi di sekolah Geboy sudah melakukan simulasi dengan Komal. Tapi percuma, ia gugup lagi. Sensasinya berbeda. Percayalah. Ia kini menggigiti kuku sambil menatap lantai, memilah susunan kata yang tepat agar papanya enggak menyinggung Randu, meremehkannya, atau yang lebih parah menolak permintaan itu secara mentah-mentah. Bisa gawat kalau nanti demikian.

"Kamu ngapain? Bukannya masuk, malah diem di situ."

Geboy terperanjat. Ia sontak berdiri dari motornya dan menoleh. Anak itu juga refleks merapikan seragam dan rambutnya yang agak berantakan karena sempat nyebat di Warung Abah sebelum pulang. Ia pun menelan ludah dan memperhatikan papanya dari bawah sampai atas.

"Ini mau masuk kok, Pa."

"Ya udah cepat. Mau hujan."

"I-iya."

Abi masuk lebih dulu, disusul Geboy setelah selesai menyimpan helm dan menata motor. Ia bisa langsung bergegas ke kamar buat ganti pakaian atau mandi sekalian. Tapi, anak itu justru berhenti di ruang tamu karena papanya tampak santai membaca koran sambil meminum kopi di sofa. Biasanya momen seperti ini sangat pas untuk membahas hal penting. Lelaki berumur 40an itu enggak akan (jarang) marah kalau diusik.

"Pa, aku mau minta sesuatu." Geboy bertanya lirih. Ia sama sekali belum mendekat--masih di dekat ambang pintu.

"Apa? Bodi baru? Knalpot? Stang? Atau alatmu ada yang rusak?"

"Bukan."

Tampak kikuk, gugup, dan takut, Abi lantas berhenti membaca dan menghadap anaknya. Ia meminta Geboy untuk duduk hanya dengan tatapan dan perubahan arah matanya dari depan ke samping. Sosok yang bersangkutan lekas menurut dan refleks memijat tengkuk. Ia juga berdeham dan mengedarkan pandangan, seolah menghindari eksistensi papanya.

"Ada apa? Bilang aja. Gurumu cari masalah? Uang jajanmu diporotin? Atau kenapa?"

Geboy garuk-garuk kepala. "Enggak, kok. Aku cuma mau bilang kalau kemarin hire mentor buat persiapan lomba nanti."

"Mentor? Siapa? Dari tempat les mana?"

"Bang Aco, anaknya Om Dedi. Papa ingat?"

"Oh, dia. Kenapa nggak cari di luar?"

"Aku lebih nyaman sama anak Geng Senter, lagu pula Bang Aco pemenang tahun lalu. Kurikulum kita nggak jauh beda dan dia masih ingat detailnya kayak apa."

"Oh, gitu. Terus?"

"Kita latihan mulai minggu ini. Aku telanjur bilang kalau dia bakal dapat fee dan kalau Papa mau, Papa bisa rekrut Bang Aco ke bengkel."

Abi manggut-manggut. Ia enggak menyela dan mendengarkan Geboy dengan sangat saksama.

"Papa suka kamu punya gebrakan mandiri kayak gini. Menang dari Randu emang perlu usaha lebih."

Dia lagi, Geboy mendengkus. Kaki yang sedari tadi gemetaran sontak berhenti, diganti kepalan tangan yang menahan gemuruh dalam perut. Seketika ia juga menunduk dan memejamkan mata, bersiap mendengar kalimat-kalimat Abi selanjutnya.

"Papa juga nggak keberatan kalau harus keluar uang buat support peningkatan skill-mu."

Kepala Geboy kembali naik. "Jadi, Papa setuju?"

"Iya, nggak masalah. Kamu tinggal bilang aja nanti. Kapan-kapan ajak dia ketemu Papa."

"Ma-makasih, Pa."

Abi mengangguk. "Pastikan dia cuma ngajar kamu. Papa nggak mau kalau ternyata dia ngajar Randu juga. Kamu harus eksklusif."

"Iya."

Embusan napas lega pun lolos dari mulut Geboy. Ia segera beranjak menuju kamar. Kini tubuhnya agak ringan karena satu beban di pundak sudah enyah dengan output yang lumayan.

"Boy!"

Belum juga menaiki anak tangga, anak itu kembali berhenti dan berbalik ke arah papanya. Abi langsung menatap lekat sambil bersedekap. Tiba-tiba hawa berubah mencekam seperti yang sudah-sudah.

"Kali ini kamu harus benar-benar serius. Papa udah ngasih apa pun buat semuanya. Jangan kecewain papa dan mama lagi."

Geboy bergeming, bahkan berkedip pun enggak. Waktu seakan berhenti saat ucapan terakhir papanya masuk ke telinga. Anak itu baru sadar saat Abi memanggilnya berulang kali dan menyuruh untuk segera belajar--bukannya istirahat.

"Iya, Pa."

Tanpa salam, sapa, dan tetek-bengeknya, Geboy langsung ke kamar. Bahkan saat mamanya melambaikan tangan dari dapur, ia tetap berjalan lurus sambil menenteng tas. Pandangan anak itu fokus ke anak tangga, berjaga-jaga agar enggak salah langkah.

Tyas yang berkutat dengan telur balado memang sayup-sayup mendengar obrolan tadi. Ia lalu melongok sekilas, memperhatikan langkah Geboy yang amat malas dan diseret-seret. Tampang putra semata wayangnya itu makin hari makin suram dengan perpaduan mata panda, pipi tirus, dan bekas adu jotos sana-sini.

Wanita itu lekas menyusul ke atas setelah masakannya selesai. Ia mengetuk pintu dan meminta izin masuk, yang segera diiyakan karena Geboy masih bersantai di lantai: belum mandi, masih memakai celana abu-abu, dan tanpa memakai atasan apa pun alias telanjang dada.

"Nanti masuk angin, lho."

"Udah," jawab Geboy serak. Suaranya masih sexy berkat batuk-pilek yang belum 100% lenyap.

"Duduk, Mama mau ngomong."

"Kalau cuma ceramah tentang Randu, mending besok aja. Aku lagi pusing. Capek beneran, Ma."

"Emang Mama pernah bahas sepupumu itu sama kamu?"

"Nggak, sih."

"Ya udah, sini. Cepat naik."

Geboy pun mengangguk. Ia lalu mengambil kaus oblong pada kapstok dan memakainya, sebelum menghampiri Tyas dan duduk tepat di samping. Wanita itu refleks mengusap rambutnya yang agak basah dan lepek karena cuaca panas.

"Mama mau ngomong apa?"

"Nggak apa-apa, mau nanya aja, kabarmu di sekolah gimana?"

Anak itu tertegun. "Lancar kok, Ma."

"Bener?"

"Cuma masalah Pak Bonang yang sering absen, jadi aku belum ada progres. Makanya minta tolong senior di geng buat ngajarin. Aku nggak salah kan, Ma?"

"Nggak, dong." Tyas menggeleng. "Pinter malah anak Mama. Bisa mikirin solusi dari masalah itu."

"Tapi bagi Papa masih nggak cukup."

"Bukan 'nggak', tapi 'belum'. Kan usahanya baru dimulai, jangan skeptis dulu sama respons Papa."

"Iya, Ma."

"Kalau ada apa-apa dan takut bilang Papa, kamu bisa ngomong ke Mama dulu. Oke?"

Geboy mengangguk.

"Ya udah, kalau gitu kamu cepat mandi, gih. Abis itu makan. Mama udah selesai masak."

"Oke."

Tyas mencium kening Geboy, lalu berdiri. "Semangat, Pak Ketua!"

Geboy sontak tertawa. Mamanya tampak imut saat mengangkat tangan kanan yang mengepal. Wanita itu juga menaikturunkan alis dan tersenyum lebar.

"Siap!"

Setelah Tyas keluar, Geboy kembali berbaring dan mengecek ponsel. Ada ratusan pesan masuk yang berisi huru-hara anak Geng Senter. Banyak yang menandai nomornya, mencari keberadaan sang ketua yang baru dua jam enggak ada kabar. Inti dari seluruh chat itu mengerucut ke satu kesimpulan: mereka ngajak ngopi ke Warung Abah.

Semula Geboy hendak mengetik 'skip' dan menutup layar, tapi langsung diurungkan saat Komal meneleponnya. Ia memilih mengangkat panggilan itu lebih dulu, siapa tahu ada hal penting.

"Lo dari mana aja?" tanya Komal tanpa basa-basi.

"Di rumah aja, kok. Kenapa?"

"Sini buruan join."

"Capek gue, mau nyantai aja."

"Yakin? Randu lagi traktir anak-anak lho."

Geboy buru-buru bangkit. "Dalam rangka apa?"

"Cari tahu aja sendiri."

"Sialan lo!"

Terdengar kencang tawa Komal. "Gue tunggu."

Percakapan itu diputus sepihak. Geboy masih terpaku mencerna situasi. Beberapa detik kemudian, ia baru menuju kloset dan memilih kaus dan celana distro hitam, lalu membawanya ke kamar mandi. Kalau urusan Randu, ia enggak boleh ketinggalan.

Masalah baik-buruknya pikir nanti.

***

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Through This Letter (Sudah Terbit / Open PO)
5625      1551     0     
Romance
Dia—pacarku—memang seperti itu. Terkadang menyebalkan, jail, sampai-sampai buatku marah. Dan, coba tebak apa yang selalu dia lakukan untuk mengembalikan suasana hatiku? Dia, akan mengirimkanku sebuah surat. Benar-benar berbentuk surat. Di tengah-tengah zaman yang sudah secanggih ini, dia justru lebih memilih menulis sendiri di atas secarik kertas putih, kemudian dimasukkan ke dalam sebuah a...
Into The Sky
498      326     0     
Romance
Thalia Adiswara Soeharisman (Thalia) tidak mempercayai cinta. Namun, demi mempertahankan rumah di Pantai Indah, Thalia harus menerima syarat menikahi Cakrawala Langit Candra (Langit). Meski selamanya dia tidak akan pernah siap mengulang luka yang sama. Langit, yang merasa hidup sebatang kara di dunia. Bertemu Thalia, membawanya pada harapan baru. Langit menginginkan keluarga yang sesungguhnya....
Cinta Semi
2457      1011     2     
Romance
Ketika sahabat baik Deon menyarankannya berpacaran, Deon menolak mentah-mentah. Ada hal yang lebih penting daripada pacaran. Karena itulah dia belajar terus-menerus tanpa kenal lelah mengejar impiannya untuk menjadi seorang dokter. Sebuah ambisi yang tidak banyak orang tahu. Namun takdir berkata lain. Seorang gadis yang selalu tidur di perpustakaan menarik perhatiannya. Gadis misterius serta peny...
Asmaraloka Jawadwipa (Sudah Terbit / Open PO)
11891      2758     1     
Romance
Antara anugerah dan kutukan yang menyelimuti Renjana sejak ia memimpikan lelaki bangsawan dari zaman dahulu yang katanya merupakan sang bapa di lain masa. Ia takkan melupakan pengalaman dan pengetahuan yang didapatnya dari Wilwatikta sebagai rakyat biasa yang menyandang nama panggilan Viva. Tak lupa pula ia akan indahnya asmara di Tanah Blambangan sebelum mendapat perihnya jatuh cinta pada seseor...
Kiara - Sebuah Perjalanan Untuk Pulang
3107      1329     2     
Romance
Tentang sebuah petualangan mencari Keberanian, ke-ikhlasan juga arti dari sebuah cinta dan persahabatan yang tulus. 3 Orang yang saling mencintai dengan cara yang berbeda di tempat dan situasi yang berbeda pula. mereka hanya seorang manusia yang memiliki hati besar untuk menerima. Kiara, seorang perempuan jawa ayu yang menjalin persahabatan sejak kecil dengan Ardy dan klisenya mereka saling me...
Kani's World
1804      791     0     
Inspirational
Perjalanan cinta dan impian seorang perempuan dari desa yang bernama Kani. Seperti halnya kebanyakan orang alami, jatuh bangun dihadapinya. Saat kisah asmaranya harus teredam, Kani dituntut melanjutkan mimpi yang sempat diabaikannya. Akankah takdir baik menghampirinya? Entah cita-cita atau cinta.
SI IKAN PAUS YANG MENYIMPAN SAMPAH DALAM PERUTNYA (Sudah Terbit / Open PO)
5629      1896     8     
Inspirational
(Keluarga/romansa) Ibuk menyuruhku selalu mengalah demi si Bungsu, menentang usaha makananku, sampai memaksaku melepas kisah percintaan pertamaku demi Kak Mala. Lama-lama, aku menjelma menjadi ikan paus yang meraup semua sampah uneg-uneg tanpa bisa aku keluarkan dengan bebas. Aku khawatir, semua sampah itu bakal meledak, bak perut ikan paus mati yang pecah di tengah laut. Apa aku ma...
Niscala
351      236     14     
Short Story
Namanya Hasita. Bayi yang mirna lahirkan Bulan Mei lalu. Hasita artinya tertawa, Mirna ingin ia tumbuh menjadi anak yang bahagia meskipun tidak memiliki orang tua yang lengkap. Terima kasih, bu! Sudah memberi kekuatan mirna untuk menjadi seorang ibu. Dan maaf, karena belum bisa menjadi siswa dan anak kebanggaan ibu.
Pacarku Arwah Gentayangan
5883      1745     0     
Mystery
Aras terlonjak dari tidur ketika melihat seorang gadis duduk di kursi meja belajar sambil tersenyum menatapnya. Bagaimana bisa orang yang telah meninggal kini duduk manis dan menyapa? Aras bahkan sudah mengucek mata berkali-kali, bisa jadi dia hanya berhalusinasi sebab merindukan pacarnya yang sudah tiada. Namun, makhluk itu nyata. Senja, pacarnya kembali. Gadis itu bahkan berdiri di depannya,...
Call Kinna
6927      2225     1     
Romance
Bagi Sakalla Hanggra Tanubradja (Kalla), sahabatnya yang bernama Kinnanthi Anggun Prameswari (Kinna) tidak lebih dari cewek jadi-jadian, si tomboy yang galak nan sangar. Punya badan macem triplek yang nggak ada seksinya sama sekali walau umur sudah 26. Hobi ngiler. Bakat memasak nol besar. Jauh sekali dari kriteria istri idaman. Ibarat langit dan bumi: Kalla si cowok handsome, rich, most wante...