JARUM jam sudah menunjukkan pukul 16.00 sore. Naru masih setia duduk di depan kelas. Ekspresi wajahnya yang sejak pagi masih tak bisa di mengerti oleh anggota Geng Perfect. Membuat mereka berusaha mencairkan suasana dengan bercanda. Seperti saat ini ketika mereka berencana diam-diam mendekat untuk mengejutkannya. Namun...
“Aku tahu kalian semua ada di belakangku.” Seru Naru tiba-tiba membuat Geng Perfect mengeluh berjamaah. Naru tertawa terkekeh.
“Bagaimana kau tahu kalau kita akan mengagetkanmu? Padahal jelas-jelas kami sama sekali tak bersuara.” Tanya Dion orang pertama yang penasaran.
“Matahari yang memberitahuku bahwa hanya dengan bayangan kalian saja sudah cukup kuat untuk membuat kalian ketahuan sebelum berhasil mengagetkanku.” Jawab Naru santai.
“Hehe. Aku tak memperhitungkan itu. Aku juga tak menyadari kalau hari telah sore. Cahaya matahari sudah mulai meredup. Jadwalnya telah habis dan akan tergantikan dengan bulan yang akan menemani malam dan...”
“Oh sudahlah Leon. Kau terlalu banyak berkata-kata hanya karena masalah sepele seperti ini. Buang-buang waktu tahu!” potong Dion cepat tak tahan mendengar ocehan teman satunya itu. Karena selain terkenal karena pakaiannya yang selalu terlihat stylish dengan anggota Geng Perfect, Leon kini juga ahli dalam dalam bersyair dan berpuisi. Tak heran dengan mudah dia meluluhkan setiap cewek dengan kata-kata mautnya. Si raja playboy pun juga ia sandang.
“Kenapa kau belum pulang juga? Padahal biasanya kau selalu mengajak kami untuk langsung pergi setelah bel pulang sekolah berbunyi. Setelah itu menghabiskan waktu di Rumah Singgah hingga malam.” Seru Tara tak menghiraukan Dion dan Leon yang kini sedang sibuk dengan saling meninju satu sama lain.
“Apakah ada yang sedang mengganggu pikiranku akhir-akhir ini?” Tanya Johni yang langsung membuat Naru terkesiap. Dia tak salah. Tapi juga tak benar. Johni memang anggota Geng Perfect yang mudah peka setelah Tara.
Sementara Dion dan Leon berhenti saling meninju. Tara dan Johni mengajak mereka untuk lebih mendekat ke arah Naru. Memandangnya dengan tatapan rasa ingin tahu. Naru menghela napas sebelum akhirnya dia mulai bicara.
“Teman-teman. Mungkin ini terdengar serius. Maka dari itu aku sangat berharap kalian menjawabnya dengan serius juga. Apakah ada sesuatu yang kurang dariku?” Tanya Naru tiba-tiba. Anggota Geng Perfect saling memandang satu sama lain.
“Maksudmu?” Tanya Johni mewakili Geng Perfect.
“Ya. Maksudku, apa yang kurang dan tak aku miliki? Bukankah aku telah memiliki semuanya? Bukankah di mata kalian aku sudah sempurna sehingga tak ada lagi yang bisa menyaingiku? Bersama dengan Geng Perfect yang sempurna.
Tapi entah kenapa aku merasa seperti ada yang kurang dan hilang dalam diriku. Seperti yang akhir-akhir ini aku rasakan ketika berada di sekolah. Semuanya menjadi tak menarik di mataku kecuali ketika mendengar suara mengaji di pagi hari.
Bukankah kalian merasakannya juga? Atau jangan-jangan hanya aku yang…” Naru berhenti bicara setelah melihat bergantian wajah tak mengerti anggota Geng Perfect. Raut wajah yang tak dia sangka akan sangat berbeda dari perkiraannya.
“Kami kira tak ada yang kurang darimu. Kami tahu. Semua orang di sekolah ini juga tahu. Kau begitu sempurna. Fisik oke. Otak oke. Apa sih yang kurang dari sang idola dan ketua Geng Perfect ini?
Di mataku sama sekali tak ada yang kurang darimu kecuali tempat tinggalmu selain Rumah Singgah. Kami tak pernah tahu tempat tinggalmu. Begitu juga dengan orang tuamu. Kau masih misterius di mata kami. Walaupun itu bukanlah menjadi masalah.” Seru Tara memandang satu per satu anggota Geng Perfect. Mereka saling mengangguk satu sama lain.
“Apakah kau sedang jatuh cinta?” Tanya Johni tiba-tiba. Semua orang melihatnya dengan tatapan terkejut. Tak terkecuali Naru.
“Jangan-jangan kau menyukai gadis berkerudung bernama Eri!?” Pekik Dion semakin membuat anggota Geng Perfect terlonjak kaget. Kecuali Johni yang sepertinya sudah menduganya. Beberapa kali dia hanya membenarkan letak kaca matanya seraya memandang tajam ke arah Naru yang kini berkeringat dingin.
“Tidak mungkin! Kalian jangan bercanda!” Elak Naru menghindari tatapan Geng Perfect. Leon mendekat dan justru membalikkan tubuhnya kembali. Semua orang memandangnya.
“Apakah itu yang mengganggu pikiranmu akhir-akhir ini?” Tanya Leon pelan. Berbeda dengan Dion yang bereaksi berlebihan. Leon menatapnya dengan serius penuh penekanan. Naru menelan ludah.
“Aku tak tahu! Yang jelas tolong jangan salah paham. Aku kan hanya meminta saran dari kalian saja. Kenapa jadi membahas gadis itu!”
“Jika kenyataan itu benar. Aku sungguh tak menyangkanya! Ternyata selera sang idola dan ketua Geng Perfect adalah gadis seperti dia! Tidaaaak!” Pekik Dion yang langsung dijitak Tara. Dia hanya meringis.
“Hahaha! Lupakan saja apa yang baru saja aku katakan. Itu tidak penting.” Seru Naru berusaha tersenyum.
“Jadi, teman-teman. Maaf jika aku ingin sendiri dulu.” Kata Naru kemudian. Dia berjalan menjauh dari Geng Perfect. Kembali duduk di tempat kesukaannya. Terpekur dengan angin sore yang menggoyangkan anak rambutnya. Kembali termenung dengan pikirannya.
Johni memberi kode pada ketiga anggota Geng Perfect lainnya untuk mengikuti permintaan ketua mereka. Pergi meninggalkan Naru sendiri dengan pertanyaannya yang masih tertinggal.
*
Kepergian Geng Perfect membuat Naru hanya bisa menghela napas panjang setelahnya. Memandang jauh suasana sekolah favorit di sekolahnya yang mulai sepi. Naru memandang tak bersemangat di jam tangan merek Rolex terbaru miliknya yang harganya setara dengan sebuah rumah mewah.
Walaupun Naru tak pernah tahu jika jam tangan itu dibuat hanya berjumlah empat buah di dunia. Kabarnya satu di antaranya dimiliki keluarga kerajaan Inggris. Sang Ibunyalah yang selalu mengatur semua pakaian dan aksesoris miliknya.
Naru kembali menghela napas panjang untuk yang kesekian kali. Ketika angka di jam dengan gradasi biru laut dan hitam yang melingkar di pergelangan tangan kirinya menunjukkan pukul lima sore. Ketika pikirannya ingin segera pergi walaupun masih enggan.
Sebuah bayangan beberapa orang mendekat ke arahnya tanpa dia ketahui. Belum sempat Naru mengetahui pemilik bayangan itu. Sebuah tangan membuat kedua matanya tak bisa melihat. Kegelapan kini telah menyelimutinya.
🙥🙧