SETELAH pertemuan terakhirnya dengan Reza malam itu. Naru jadi jarang terlihat menunjukkan aksinya bersama Geng Perfect. Entah untuk menyombongkan diri, pamer kemampuan dengan otak encernya, atau sekedar menjahili para siswi cewek untuk bermain-main dengan mereka.
Naru lebih sering berdiam diri di markas mereka. Sembari tersenyum tanpa henti mendengarkan sebuah suara yang diam-diam setiap pagi membuat perasaannya nyaman, tenang dan damai. Suara yang membuat pikirannya terasa aneh dan kosong. Suara yang diam-diam dia nantikan setiap pagi.. Suara Eri yang sedang mengaji.
Hal itu pun membuat anggota Geng Perfect merasa tak nyaman. Mereka curiga dengan tingkah ketua sekaligus sang idola di sekolah favorit itu.
“Ada apa denganmu Naru? Ada yang berbeda denganmu akhir-akhir ini.” Tanya Tara yang lebih terlebih dulu peka.
“Kau bisa lihat? Aku hanya sedang menikmati suasana pagi hari.” Jawab Naru acuh sembari tak hentinya tersenyum membelakangi Geng Perfect.
“Tapi, ini bukan Naru yang dulu. Bukan sang idola sekaligus ketua Geng Perfect yang seperti biasanya. Setiap pagi selalu mengeluh karena suara mengaji si cewek menyebalkan itu!” Seru Dion tak sabar. Begitu juga dengan Leon dan Johni yang mengangguk mengiyakan.
“Jangan-jangan, kau mau berhenti dan mengundurkan diri sebagai ketua Geng Perfect dan sang idola di sekolah ini?!” Pekik Tara tiba-tiba membuat semua orang tercengang, termasuk Naru sendiri. Wajahnya terlihat sumringah.
“Apa-apaan dengan wajahmu itu? Kenapa kau terlihat bahagia? Lantas salah satu di antara kalianlah yang menggantikan status itu, iya?!” Tanya Naru kini memandang Geng Perfect kesal.
“Kalian ini! Pikiran kalian terlalu berlebihan tahu! Aku tak akan rela melepaskan status sang idola dan ketua Geng Perfect pada orang lain ataupun padamu Tara! Ingat itu!” Jawab Naru lantang. Tara hanya tersenyum seraya menaikkan bahu melihat tingkahnya. Begitu pun dengan anggota Geng Perfecct yang lain. Mereka membalasnya dengan menunjukkan binar mata bahagia.
“Kami juga tak berani mengambil alih statusmu itu kok. Kami kan hanya bercanda.” Jawab Tara membuat Naru memukul lengannya pelan.
“Nah begitu dong! Ini baru Naru yang kita kenal!” Seru Dion meninju angin. Mereka pun berpelukkan bak teletubis.
Tanpa anggota Geng Perfect sadari. Naru memandang jauh ke arah lain. Ke tempat dimana seorang gadis telah selesai mengalunkan suara mengajinya di pagi hari.
Entah kenapa sejak pertemuan tak sengaja mereka untuk pertama kali. Naru merasa ada yang berbeda dari dirinya. Dia tak mau mengakui bahwa itu adalah cinta. Karena bagaimana pun juga Naru juga merasa tak suka dengan kehadiran gadis berjilbab itu. Apalagi ketika dia mendengar berita bahwa ada seorang cowok bernama Tori yang menjadi pelindungnya.
Naru tersenyum mencibir. Pelindung? Menjijikan sekali. Naru tak habis pikir. Memang ada apa dengan gadis bernama Eri sehingga semua cowok idola sekolah itu harus menghentikan aksi mereka jika memiliki perasaan padanya? Naru semakin terpancing untuk ingin tahu lebih jauh.
Apalagi sikap sikap sok berani yang baru pertama kali Naru terima dari seorang gadis. Naru tak bisa tinggal diam begitu saja. Statusnya yang sebagai seorang idola di sekolah pun menjadi terganggu. Maka ketika dia tidak sedang bersama dengan Geng Perfect. Saat itulah Naru merencanakan diam-diam untuk mendekati Eri. Tentu saja untuk menjahilinya. Tidak lebih. Batin Naru membela diri.
“Auw!” Pekik Eri ketika dengan sengaja Naru membuat tubuh mereka saling bertabrakan satu sama lain. Eri pun menatap tajam ke arahnya dengan kesal. Naru hanya berpura-pura tak tahu dengan melihat ke arah lain.
“Maaf! Aku tak sengaja. Maaf ya?!” Kata Naru pura-pura bersalah. Secepatnya dia mengambil beberapa buku yang terjatuh di lantai.
“Kau sengaja melakukan ini padaku kan?!” Tanya Eri sambil memicingkan mata. Memandang Naru dengan tatapan penuh tanya.
“Apa kau bilang? Maksudmu aku dengan sengaja menabrakkan diri ke arahmu sehingga kita saling tabrakan? Sehingga buku-bukumu jadi jatuh semua agar aku bisa membantumu mengambilkan buku-buku ini? Begitu maksudmu?!” Jawab Naru tanpa sengaja malah menjelaskan kejadian yang sebenarnya terjadi. Eri tersenyum puas telah mengetahui penyebabnya.
“Jadi, begitu rupanya...” Lirih Eri sengaja berhenti.
“Apa? Apa kau bilang? Bukan begitu maksudku! Jangan salah paham!” Potong Naru tergagap merasa terpojok dengan ucapannya sendiri. Walaupun sebenarnya Naru sangat senang Eri mengetahui rencananya yang sebenarnya.
“Ah lupakan! Ini bukumu!” Kata Naru cepat sembari memberikan setumpuk buku pada Eri. Belum sempat Eri menerimanya. Sebuah tangan tiba-tiba meraih buku-buku itu dengan cepat. Naru dan Eri sempat terkejut dengan kedatangan Tori yang telah berada bersama mereka.
“Ada apa ini?! Apakah dia mengganggumu lagi, Eri?” Tanya Tori sembari memandang satu per satu ke arah mereka.
“Lagi-lagi si cowok aneh bin menyebalkan datang!” Bisik Naru kesal.
“Bukan hal yang penting.” Jawab Eri datar.
“Benarkah? Atau sepertinya aku sedang mengganggu aksinya yang sedang menjahilimu.” Seru Tori sengaja memancing kemarahan Naru.
“Berisik! Kau mengganggu saja!” Pekik Naru terpancing. Dia memandang kesal ke arah Tori yang hanya tersenyum mencibir.
“Kalian berdua, hentikan. Bel masuk sudah berbunyi. Sebaiknya kita segera kembali ke kelas masing-masing!” Kata Eri akhirnya mengalihkan pembicaraan. Dia meraih buku-buku yang Tori pegang. Namun dia menolaknya.
“Biarkan aku yang membawa buku ini. Aku akan mengantarkanmu ke kelas.” Tori mengabaikan mereka dan hendak berjalan. Namun tanpa sadar Naru memegang pundaknya. Menghentikan langkah Tori yang memandang ke arahnya terkejut.
“Berikan buku itu padanya! Dia… Dia bisa membawanya sendiri! Bukankah begitu?” Kata Naru kini beralih memandang Eri yang melihatnya dengan tatapan tak mengerti.
“Apa kau baru saja menyentuhku?!” Tanya Tori dengan wajah merah padamnya. Dia melihat Naru dengan guratan otot di dahinya. Naru hanya menelan ludah. Seraya merasa tak bersalah dia berlagak seperti biasa. Santai.
“Ya! Kenapa? Kau tak akan terluka hanya karena di sentuh kan?” Jawab Naru seraya mengalihkan pandangan. Eri menghela napas panjang. Dia terlihat mengusap wajahnya yang tiba-tiba bias seraya berbisik pelan.
“Urusan ini akan menjadi kapiran.”
“Tidak ada yang pernah dan berani menyentuhku! Kau baru saja membuat kesalahan. Cowok menyebalkan!” Pekik Tori meremas buku-buku Eri yang sedang dia bawa.
“Apa? Kaulah cowok yang menyebalkan! Dasar cowok yang berpakaian dan memakai benda aneh di kepala!” Balas Naru tak mau kalah.
“Kau bilang pakaian dan benda aneh katamu? Kau ini sebenarnya siapa? Tak tahukan benda ini adalah lambang kehebatan kami? Kehebatanku! Selama ini tak ada yang berani melawanku!” Tori semakin terpancing. Wajahnya kini benar-benar merah padam. Seolah kobaran api sedang membakar kepalanya.
“Oh ya? Jadi kalau begitu akulah orang pertama yang berani melawanmu? Ternyata aku hebat juga!!” Naru tertawa terkekeh setelah akhirnya memandang mencibir ke arah Tori.
“Hentikan kalian berdua! Apa kalian tak sadar jika semua orang sedang memandang ke arah kita?! Aku akan pergi!” Seru Eri akhirnya. Dengan kasar dia merebut buku-buku dari Tori. Berjalan menjauhi mereka dengan langkah kesal dan cepat.
“Kau! Ingat urusan kita belum selesai!” Seru Tori sambil menunjuk muka Naru penuh amarah. Berjalan mengikuti Eri yang telah jauh.
“Oh ya? Bukankah ini semakin menarik?” Bisik Naru tersenyum. Dia mengedipkan matanya pada siswi-siswi yang sedang mencuri pandang ke arahnya. Membuat mereka langsung mendadak heboh berteriak histeris.
Tanpa Naru sadari, dari kejauhan anggota Geng Perfect telah memperhatikannya sejak awal. Memandangnya dengan penuh pertanyaan.
🙥🙧