Gresik, December 31st, 2007
Dorothea memandang layar laptop yang menampilkan film dengan bosan. Kedua netra hazelnya tidak berhenti menatap jarum panjang di angka sepuluh pada jam dinding. Sepuluh menit menjelang pergantian tahun, tetapi Joshua sibuk di kamar lain mengikuti rapat daring. Sementara Ivy entah pergi kemana setelah makan malam. Kemarahan kembali menjalar ke seluruh aliran darah di tubuhnya hingga terasa panas jika ia memikirkan lebih jauh apa yang Marjorie lakukan dengan mantan suami adiknya. Dorothea melirik sebuah figura di atas meja rias sebelah tempat tidur. Foto itu menunjukkan hari pertama orangtuanya mengadopsi Este dari panti asuhan.
Suara berderit membuyarkan lamunan Dorothea. Ketika perempuan itu menoleh ke jendela yang memang tidak ditutup, tampak cucu dari pemilik pondok yang mereka kunjungi ini masuk berjingkrak, dan berusaha menyingkap gorden yang tertiup angin malam. Ivy langsung melempar tubuh atletisnya ke atas kasur sembari mendusel ke pangkuan Dorothea. Ivy memakai piyama yang terlihat sedikit kekecilan, sehingga bahu lebarnya terekspos cahaya lampu kamar.
“Tidak masuk secara wajar lewat pintu?” tanya Dorothea tidak habis pikir.
Ivy mencibir kesal, “Aku tidak mau melihat Majie dan Josh bersama!”
“Kamu bau laut,” komentar Dorothea sambil memainkan helai rambut Ivy yang basah, berusaha mengalihkan topik pembicaraan yang mengarah ke mendiang adik perempuannya.
“Padahal aku sudah bilas dan keramas!” gerutu Ivy pelan sebelum mengangkat kedua tangan dan mengarahkannya di depan wajah sahabatnya. “Rasaku juga asin. Coba jila—akh! Sakit!” Ivy menjauhkan wajahnya karena Dorothea menyentil keras dahinya dengan sengaja.
“Jangan main-main, tahun depan umur kamu dua puluh satu tahun!”
“Umur kita dua puluh satu tahun!” koreksi Ivy tidak terima. Perempuan dengan kulit sepucat porselen itu membiarkan Dorothea menyisir rambutnya yang kusut teterpa angin.
“Aku—merasa bersalah, Tia....”
“Kenapa?”
“Hanya kita yang bertumbuh besar, tidak sesuai dengan janji yang kita buat bersama Este,” ucap Ivy lirih. Kedua lengan kuatnya semakin erat memeluk pinggang satu-satunya sahabat yang ia sayang, dan masih berada di sisinya.
Tiba-tiba pintu kamar terbuka lebar. Joshua berdiri dengan wajah panik dan bertanya dengan intonasi agak tinggi, “Ada yang lihat Louis? Majie tidak menemukannya di kamar!”
Berbeda dengan reaksi Joshua, Ivy berdecih tidak peduli dan berkata sinis, “Sekarang mereka tidak malu tidur di kamar yang sama!”
“Bukan begitu maksud Jo, Vy, ayo kita cari ke pantai!” Dorothea menarik lengan Joshua. Ivy mengikuti mereka dari belakang. Sebelum melewati pintu ia melirik figura yang tadi dipandangi Dorothea, lalu mengusap wajah kecil Este. “Aku tidak akan membuat masalah!”