Ravi menyukai salah satu anggota K'DER yang sudah menjadi sahabatnya sejak SMP. Sepulangnya Ravi dari Yogyakarta, dia harus dihadapkan dengan situasi yang tidak mendukung sama sekali. Termasuk kenyataan tentang ayahnya. ...Read More >>"> Cinta Pertama Bikin Dilema (Mengenang Jumpa) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Cinta Pertama Bikin Dilema
MENU
About Us  

Dua minggu kehidupan Danika berubah drastis. Kabar tentang Ravi dan Esa tak pernah lagi didengarnya. Terakhir kali yang dia tahu, ibu Esa masih koma di rumah sakit. Sedangkan Ravi? Danika menganggap Ravi baik-baik saja di Yogya. Rencananya, hari ini dia akan berkunjung ke rumah Ravi. Untungnya saat SMP pernah bertamu ke sana. Semoga saja ingatan Danika tak cepat menua sebelum waktu yang seharusnya. Rencana Danika ini dilakukan tanpa sepengetahuan Karla. Danika hanya mengatakan akan ke toko buku untuk membeli beberapa novel keluaran terbaru. Danika sengaja menutupinya karena tak ingin membuat Karla curiga.

Selama di angkot, pikiran Danika terus tertuju pada Ravi. Kerinduannya tentang sahabat yang satu itu sudah tak bisa lagi diajak berdamai. Mungkin saja sekarang Ravi sudah membencinya karena terang-terangan menolak perasaan. Ah, padahal penolakan itu hanyalah pengalihan rasa bersalah karena telah mengkhianati sebuah persahabatan. Dari balik kaca angkot, Danika bisa melihat rumah Ravi yang menjadi tujuannya saat ini. Sesegera mungkin Danika menghentikan angkot dan turun. Langkahnya kali ini sudah sangat yakin untuk berkunjung ke rumah orang yang sangat dirindukan.

Rumah itu masih tampak seperti dulu saat K’DER sering ke sana. Halamannya yang asri, membuat siapa saja betah berlama-lama. Cat berwarna putih dipadukan dengan sedikit sentuhan gaya klasik, semakin menambah nilai keren di mata Danika.

“Assalamualaikum.” Pintu diketuk cukup keras, sesekali Danika membuang napas untuk menenangkan diri.

“Waalaikumsalam,” sahut seseorang dari dalam. Suara cowok, tetapi bukan Ravi.

Saat pintu dibuka, Danika tersenyum mendapati siapa yang membukakan pintu untuknya. Sandi, adik dari Ravi yang semakin besar malah bertambah tingkat kerennya.

“Kak Danika? Ya ampun, udah lama banget nggak ketemu,” seru Sandi mencium tangan Danika sebagai bentuk penghormatan.

“Apa kabar, San? Kok rumahnya sepi?” Pandangan Danika mengedar ke tiap sudut.

Kesunyian begitu terasa saat Sandi menggiringnya ke ruang tengah. Beberapa barang antik terlihat dipajang dalam lemari kaca berukuran besar di ruang tengah. Mulai dari ukiran sederhana, asbak-asbak kecil, sampai beberapa foto K’DER.

“Ayah lagi ada urusan dulu. Kalo Kak Ravi–” Sandi tak meneruskan ucapan itu. Pupil matanya mengecil dengan sangat tiba-tiba.

“Kak Danika mau ke kamar Kak Ravi, nggak? Siapa tau bisa mengobati rindu,” lanjut Sandi, mengalihkan topik. Danika hanya mengangguk sambil tersenyum. Bersyukur sekali Sandi bisa memahami tujuannya datang ke sana.

Sandi berhenti di depan pintu kamar Ravi, kemudian mempersilakan Danika untuk masuk dan menelisik ke setiap penjuru. Barangkali ada hal lain yang bisa meredam kerinduan Danika di kamar ini. Sebuah stand gitar lengkap dengan gitarnya disimpan di dekat pintu kaca. Beberapa poster tentang musik ditempel pada dindingnya. Ada foto K’DER terpampang di sana, juga … foto Ravi dan Danika saat hari pertama bertemu sepulang Ravi dari Yogya.

Danika meraih sebuah pigura berisi fotonya dengan Ravi. Sudah ribuan detik dia habiskan tanpa ada komunikasi apa-apa lagi dengannya. Seketika ada yang menarik perhatian Danika. Sebuah kertas penuh coretan dengan menggunakan spidol hitam, membuat air mata Danika berlomba merembes. Apa yang ditulis dalam kertas itu benar-benar membuatnya syok.

“Kak, tau nggak? Kak Ravi sering habisin waktu di sini.” Ucapan Sandi mengejutkan Danika. Buru-buru dia mengusap mata dan memasukkan kertas tadi ke dalam tasnya karena takut ketahuan oleh Sandi. Sampai-sampai dia tidak menyadari baru saja menjatuhkan kertas lain dari dalam tasnya.

“Di sini?” ulang Danika, menunjuk tempatnya berdiri.

Balkon kamar dengan dua kursi besi dan sebuah meja kayu itu memang menghadap ke jalanan besar. Tempat Ravi biasa melihat pemandangan lampu kota setiap malam dengan sangat jelas. Tiba-tiba Sandi menarik tangan Danika untuk duduk. Dari dalam dia membawa gitar milik Ravi.

“Aku mau nyanyi buat Kak Danika. Dulu, Kak Ravi pernah pesen sama aku, kalo suatu hari Kak Danika main ke sini, aku harus nyanyi sesuatu buat Kakak. Tapi sayang, selama Kak Ravi di Jogja, Kak Danika nggak pernah main ke sini,” papar Sandi memeluk gitar kesayangan kakaknya.

Memang diakui, Danika terakhir ke rumah Ravi saat kelas 3 SMP. Selama SMA yang mengharuskan Ravi ke Yogya, dia tak pernah ke tempat itu lagi. Bukan tak mau, apalagi lupa. Hanya terkadang, berkunjung ke tempat penting akan menambah kerinduan pada yang bersangkutan. Sandi memetik gitar yang begitu menenangkan bagi Danika. Seandainya saja orang yang ada di hadapannya saat ini adalah Ravi, mungkin kebahagiaan Danika akan bertambah lagi.

“Kak Ravi sayang banget sama Kakak. Dia nggak pernah sesayang itu sama cewek.” Sorot mata Sandi meredup. Tak ada binar yang terlihat seperti saat sedang bernyanyi tadi. Hati Danika tertohok, dilumuri garam di atas luka yang belum mengering. Luka karena kebodohannya sendiri.

“Apa lagi yang dia bilang sama kamu, San?” Sebisa mungkin Danika memberanikan diri untuk bertanya, walau ujungnya harus kembali menelan sedih.

Sandi menarik napas gusar. “Kak Ravi cuma bilang kalo hidupnya nggak pernah sempurna kalo nggak ada Kakak. Dia emang seneng tinggal di Jogja. Tapi ada yang kurang tanpa Kakak,” jelas Sandi dengan cara bicara penuh keseriusan. “Kak Danika tau? Kak Ravi sengaja pulang cepet dari sana cuma buat menuhin janjinya sama Kakak. Dia pulang buat Kakak, selain buat aku dan Ayah.”

Sempurna. Kesakitan Danika mengetahui kebenaran itu bertambah lagi hingga membuat rasa bersalah pada Ravi semakin mendalam. Pengorbanan untuk memenuhi janji malah diganjar dengan tamparan keras. Danika malu pada dirinya sendiri. Di sela isakan, handphone Danika bergetar menandakan sebuah pesan masuk. Nama Karla muncul di layar dan Danika segera membaca isi pesan itu.

Cepet ke rumah sakit. Ibunya Esa meninggal.

“Kakak harus ke rumah sakit sekarang. Ibu Esa meninggal. Makasih ya, San. Salam buat Ayah.” Danika bangkit membawa tasnya dengan buru-buru. Sejenak langkahnya terhenti di tengah-tengah ruang kamar. Matanya mengedar, melangitkan banyak kerinduan.

***

Lutut Danika terasa lemas melihat Esa memukul-mukul lantai rumah sakit. Di sana sudah ada Karla dan Gani yang terlihat sama sedihnya. Cepat-cepat Danika merangsek di antara mereka. Memeluk Esa, berusaha menguatkan hati sahabatnya. Karla yang merasa bingung karena Danika menghilang sejak pagi pun angkat bicara.

“Dari mana aja?” tanyanya. Danika hanya sibuk menenangkan Esa tanpa menggubris pertanyaan Karla.

Beberapa saat mereka membiarkan Esa menangis dalam pelukan Danika. Sampai akhirnya Esa yang merasa sudah sedikit tenang pun melepaskan diri dari Danika. Kantung mata terlihat begitu jelas memberat di sana. Esa pasti kurang tidur karena sibuk menjaga ibunya.

“Ini yang nggak pernah aku mau. Kehilangan orang yang aku sayangin selamanya,” kata Esa, suaranya bergetar. Danika dan yang lainnya hanya diam memasang telinga sebaik mungkin. Siapa tahu Esa akan mengutarakan hal lain yang lebih serius lagi.

“Ini alasan aku ngelarang kamu suka sama Ravi. Aku nggak mau persahabatan kita hancur, Ka. Dan kamu, seharusnya kamu sadar kalo selama ini aku sayang sama kamu. Aku cinta sama kamu, Karla!”

Petir tanpa hujan menyerang Karla detik itu. Wajahnya merah padam saat mencerna kalimat yang baru saja diucapkan oleh Esa. Seriuskah atau hanya bualan saja?

“Aku ngelarang Ravi suka sama Danika. Begitu juga dengan Danika yang aku larang buat suka sama Ravi. Karena aku pengen mereka ngerasain apa yang aku rasain selama ini. Nahan rasa diam-diam itu sakit, Karla. Aku nggak kuat. Tapi lihat kamu bahagia sama Gani, itu udah cukup buat aku. Seenggaknya aku nggak merasa banyak berdosa karena ngelepasin kamu ke pelukan Gani.”

Hening. Tak ada yang merespons pemaparan panjang Esa. Seharusnya, pembahasan ini tidak dibicarakan sekarang, tetapi Esa tak bisa lagi menahan semuanya seorang diri. Dia kepayahan mengendalikan hati yang selama ini terluka ketika melihat Karla dan Gani bersama.

Detik itu juga Karla berlari meninggalkan mereka. Air matanya sudah tertumpah, bahkan tak peduli siapa saja yang ditabraknya selama berlari di koridor rumah sakit. Karla merasa dihempaskan begitu jauh oleh Esa. Sekarang dia paham apa yang menjadi alasan Gani memutuskan hubungan malam itu.

***

Tempo hari.

Tempat makan yang dipilih Gani saat ini adalah kafe yang terletak di pusat kota. Dia tersenyum beberapa kali melihat Karla yang tampak cantik malam ini. Lebih tepatnya, sangat cantik. Gani mempersilakan Karla duduk di hadapannya, lalu menawarkan beberapa menu makan malam. Tak ada yang berubah dan aneh dari hubungan mereka. Gani maupun Karla terlihat begitu menikmati kebersamaan dengan bersenda gurau. Sesekali Gani membuat lelucon yang tidak lucu, tetapi tawa renyah Karla tetap terdengar menyenangkan.

Acara makan malam berlangsung romantis. Selama berpacaran, baru kali ini Gani memperlakukan Karla begitu istimewa. Biasanya mereka hanya makan di pinggir jalan sembari ditemani musik para pengamen jalanan. Apakah Gani akan segera melamar Karla? Ah, membayangkannya saja Karla sudah ingin melompat-lompat kegirangan.

“Kar, aku sayang sama kamu.” Gani memulai perbincangan. Perlahan tetapi pasti, ia harus mengutarakan maksudnya malam ini juga.

“Aku juga, Gan.” Karla tersenyum, menyentuh punggung tangan Gani penuh kebahagiaan. Sorot mata Karla yang berbinar, seakan berubah menjadi bom peledak bagi Gani.

“Kamu bahagia?” tanya Gani, lain dari biasanya.

“Sangat.”

Nyali Gani malah menciut melihat ekspresi Karla begitu bahagia. Rasa-rasanya dia akan menjadi orang jahat jika mengatakan hal itu sekarang. Pergulatan hati dan logika kembali mengguncang Gani tanpa rasa iba. Mungkin ada baiknya jika Gani mengurungkan niatnya itu terlebih dahulu sampai Karla selesai makan. Beberapa kali handphone-nya berdering memberi tahu WhatsApp dari Esa. Ya, sebelum ini, Gani sudah menghubungi Esa, tetapi tidak menceritakan rencana selanjutnya.

Pukul sembilan, acara dinner selesai. Gani pun segera mengantarkan Karla pulang. Detik demi detik yang dilaluinya di perjalanan tadi masih membawa pilihan antara mengatakan dan tidak. Kepala Gani terasa sakit memikirkannya.

“Kar, maaf.” Pelukan hangat Gani dilayangkan pada Karla setelah sampai di depan indekos.

“Maaf buat apa, Gan?” Karla mengerutkan kening dan melepaskan pelukan itu. Bukannya menjawab, Gani malah tertunduk sendu. “Ada masalah apa?” ulang Karla memastikan kalau Gani baik-baik saja.

“Kita sahabatan aja, Kar. Aku rasa hubungan kita nggak bisa dilanjut lagi.”

Hati Karla berantakan dalam hitungan detik. Mimpi buruk apa ini? Dia merasakan lututnya lemas sampai-sampai ambruk di depan Gani. Karla tidak menangis, sama sekali tidak. Namun, satu per satu kesakitan berhasil menyelinap ke dalam hatinya. Dia bingung harus mengatakan apa setelah mendengar permintaan Gani. Sungguh, Karla tak pernah mengira Gani akan begitu tega melakukan hal itu padanya.

Gani terpaksa memilih melepaskan Karla untuk Esa. Sudah cukup Esa memberikannya kesempatan menyayangi dan menjaga Karla selama ini. Sekarang, Gani harus mengalahkan ego untuk memiliki Karla seutuhnya. Tak ada yang lebih berhak mendapatkan Karla selain Esa. Gani akan siap menanggung kepahitan setelah sekian lama meneguk manisnya kebersamaan.

***

“Kejar Karla, Gan!” titah Danika panik saat melihat Karla langsung pergi.

“Aku udah putusin dia.” Gani berkata pelan. Seluruh mata menatap tak percaya pada Gani, termasuk Esa.

Bug!

Bogem mentah Esa menyentuh kulit perut Gani dengan seketika. Mata Esa menyala, beberapa kali pukulannya tepat sasaran tanpa ada perlawanan sedikit pun. Dada Esa pun kembang kempis menahan amarah yang meledak saat mendengar penuturan Gani tadi.

“Bego! Kenapa kamu malah putusin Karla, Gan? Dasar bego!” caci Esa, kembali memukuli Gani. “Seharusnya kamu jagain dia! Kalo kamu nggak becus jaga dia, ngomong sama aku, Gan! Ngomong!”

Bug!

Tinjuan Esa mengenai sudut bibir Gani, tetapi Gani tetap saja tidak melawan. Bagi Gani, pukulan yang diterimanya itu sama sekali tidak sebanding dengan rasa sakit yang Esa derita selama ini. Gani hanya ingin membayar semua kesalahan yang pernah dibuatnya.

“Esa! Jangan pukulin Gani, Sa!” teriak Danika, kalut. “Satpam!” Suaranya menggelegar memecah keramaian di sana.

Dalam situasi seperti ini, Danika lebih memilih mengejar Karla. Namun, baru saja hendak berlari, kakinya seakan terpancang melihat kedatangan Ravi bersama dua orang satpam. Dada Danika terasa bergemuruh saat kedua matanya bersirobok dengan mata Ravi.

“Ra-ravi?” panggilnya, masih merasa jika yang ia lihat hanyalah ilusi semata.

“Hei, Ka.” Hanya itu yang dikatakan oleh Ravi. Selebihnya, Ravi fokus pada Esa dan Gani. Sikapnya sangat kontras dengan Ravi yang selama ini Danika kenal. Mendapat respons yang begitu dingin, Danika menggeleng pelan dan kembali berjalan meninggalkan keributan antara Esa dan Gani.

Beberapa meter dari tempatnya saat ini, Danika memutar tubuh membidik punggung Ravi penuh penyesalan. Matanya memperhatikan orang yang katanya memiliki sayang lebih dari sekadar sahabat, kini sedang sibuk menunjuk-nunjuk Esa dan Gani. Denyut pedih itu semakin gencar meruntuhkan air mata Danika.

Rav, kamu benci sama aku? tanya hatinya.

Tak ingin terlalu lama meratapi sikap Ravi, Danika kembali pada niat awalnya untuk menyusul Karla. Setiap koridor rumah sakit diteliti dengan saksama seraya menajamkan pupil mata. Dari satu sudut ke sudut lain, Danika tetap berusaha mencari Karla. Dia pun berhenti sejenak karena kelelahan. Duduk di bangku panjang, lantas mengeluarkan handphone.

Kar, kamu di mana? Jangan bikin aku khawatir.

Terkirim. Danika berharap pesan itu dibalas oleh Karla. Pelan-pelan Danika menghela napas sembari menunggu balasan. Kejadian hari ini tak pernah diperkirakan sebelumnya. Gani yang tiba-tiba memutuskan Karla, juga Esa yang mengatakan segalanya. Ya, hari ini semua hal terjadi dengan sangat tiba-tiba. Danika pun teringat akan satu hal. Tas punggungnya dibuka, lalu merogoh sebuah kertas yang diambilnya dari kamar Ravi. Seolah tak ingin salah mengartikan, Danika hampir membacanya berulang kali.

Mungkin kita memang tak pernah ditakdirkan untuk lebih dari sekadar sahabat. Aku ataupun kamu, sama-sama terlalu mengagungkan apa itu persahabatan. Namun, mengapa seolah aku yang salah? Padahal perasaan adalah ketetapan mutlak dari Tuhan. Jika memang kita tak bisa bersama, izinkan aku untuk mengagumimu dari segenap luka yang ada; demi persahabatan atau apa pun namanya.

Air mata Danika meluruh lebih deras. Ravi sedang menyindirnya meski secara tidak langsung. Akhir-akhir ini Danika memang menjadi cewek cengeng. Siapa yang harus disalahkan? Siapa yang harus bertanggung jawab?

Tuhan, sekiranya ini salahku, biarkan hukuman itu hanya diperuntukkan untukku. Jangan untuknya, apalagi untuk mereka.

Kertas origami biru berisi ungkapan hati dilipat membentuk pesawat. Danika menerbangkannya di sekitar area rumah sakit. Pikirannya buntu, sudah tak tahu harus melakukan apa untuk dirinya sendiri, selain bergegas pulang dan berharap Karla ada di rumah.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Mimpi Milik Shira
471      258     6     
Short Story
Apa yang Shira mimpikan, tidak seperti pada kenyataannya. Hidupnya yang pasti menjadi tidak pasti. Begitupun sebaliknya.
Secangkir Kopi dan Seteguk Kepahitan
508      276     4     
Romance
Tugas, satu kata yang membuatku dekat dengan kopi. Mau tak mau aku harus bergadang semalaman demi menyelesaikan tugas yang bejibun itu. Demi hasil yang maksimal tak tanggung-tanggung Pak Suharjo memberikan ratusan soal dengan puluhan point yang membuatku keriting. Tapi tugas ini tak selamanya buatku bosan, karenanya aku bisa bertemu si dia di perpustakaan. Namanya Raihan, yang membuatku selalu...
Who are You?
1232      534     9     
Science Fiction
Menjadi mahasiswa di Fakultas Kesehatan? Terdengar keren, tapi bagaimana jadinya jika tiba-tiba tanpa proses, pengetahuan, dan pengalaman, orang awam menangani kasus-kasus medis?
KataKu Dalam Hati Season 1
3710      1102     0     
Romance
Terkadang dalam hidup memang tidak dapat di prediksi, bahkan perasaan yang begitu nyata. Bagaikan permainan yang hanya dilakukan untuk kesenangan sesaat dan berakhir dengan tidak bisa melupakan semua itu pada satu pihak. Namun entah mengapa dalam hal permainan ini aku merasa benar-benar kalah telak dengan keadaan, bahkan aku menyimpannya secara diam-diam dan berakhir dengan aku sendirian, berjuan...
Asa
3910      1175     6     
Romance
"Tentang harapan, rasa nyaman, dan perpisahan." Saffa Keenan Aleyski, gadis yang tengah mencari kebahagiaannya sendiri, cinta pertama telah di hancurkan ayahnya sendiri. Di cerita inilah Saffa mencari cinta barunya, bertemu dengan seorang Adrian Yazid Alindra, lelaki paling sempurna dimatanya. Saffa dengan mudahnya menjatuhkan hatinya ke lubang tanpa dasar yang diciptakan oleh Adrian...
Sekotor itukah Aku
339      254     4     
Romance
Dia Zahra Affianisha, Mereka memanggil nya dengan panggilan Zahra. Tak seperti namanya yang memiliki arti yang indah dan sebuah pengharapan, Zahra justru menjadi sebaliknya. Ia adalah gadis yang cantik, dengan tubuh sempurna dan kulit tubuh yang lembut menjadi perpaduan yang selalu membuat iri orang. Bahkan dengan keadaan fisik yang sempurna dan di tambah terlahir dari keluarga yang kaya sert...
Secret’s
3451      1154     6     
Romance
Aku sangat senang ketika naskah drama yang aku buat telah memenangkan lomba di sekolah. Dan naskah itu telah ditunjuk sebagai naskah yang akan digunakan pada acara kelulusan tahun ini, di depan wali murid dan anak-anak lainnya. Aku sering menulis diary pribadi, cerpen dan novel yang bersambung lalu memamerkannya di blog pribadiku. Anehnya, tulisan-tulisan yang aku kembangkan setelah itu justru...
Melody untuk Galang
458      272     5     
Romance
Sebagai penyanyi muda yang baru mau naik daun, sebuah gosip negatif justru akan merugikan Galang. Bentuk-bentuk kerja sama bisa terancam batal dan agensi Galang terancam ganti rugi. Belum apa-apa sudah merugi, kan gawat! Suatu hari, Galang punya jadwal syuting di Gili Trawangan yang kemudian mempertemukannya dengan Melody Fajar. Tidak seperti perempuan lain yang meleleh dengan lirikan mata Gal...
Werewolf, Human, Vampire
3529      1086     1     
Fan Fiction
WATTPAD PUBLISHED STORY!(username: msjung0414) 700 tahun lalu, terdapat seorang laki-laki tampan bernama Cho Kyuhyun. Ia awalnya merupakan seorang manusia yang jatuh cinta dengan seorang gadis vampire cantik bernama Shaneen Lee. Tapi sayangnya mereka tidak bisa bersatu dikarenakan perbedaan klan mereka yang tidak bisa diterima oleh kerajaan vampire. Lalu dikehidupan berikutnya, Kyuhyun berub...
F I R D A U S
595      395     0     
Fantasy