Seperti pagi pada umumnya suara kicauan burung yang sedang terbang maupun yang singgah pada pepohonan selalu menusuk telingan seolah mengingatkan para pendengarnya untuk memulai hari baru. Seperti sebelum bangun biasanya, Navia menggeliat untuk merengangkan sendi-sendi yang agak keram setelah tidur selama 8 jam. Iya, Navia seorang penganut 'tidur 8 jam baik untuk kesehatan'. Bagi Navia tidak ada pagi paling menyenangkan selain bangun tidur setelah 8 jam. Tapi, rasanya ia sudah memasang alarm lebih pagi semalam untuk berjaga-jaga agar tidak terlalu siang sebab Navia butuh belajar setidaknya sekali untuk persiapan ujian hari ini. Tapi, kemana bunyinya dering berisik itu? Apa Navia bangun lebih pagi dari jam ia atur? Ah, tidak, jelas-jelas burung sudang berkicau tandanya Navia bangun seperti biasanya, tidak lebih pagi atau kesiangan.
Navia mencoba meraba sisi kasur. Eh, tunggu, ada yang berbeda pula dari kasur empuk miliknya, rasanya sedikit basah dan agak kasar juga Navia tidak menemukan ponsel yang biasanya ia taruh tidak jauh disamping kepalanya. Menyerah saja Navia mengerjap kemudian terkesiap dan langsung duduk begitu saja.
Pupil matanya melebar dua kali lipat menyadari hal aneh di sekelilingnya. "Aku dimana?" pertanyaan dalam hati Navia diiringi dengan pandangan berpendar kebingunan. Ini bukan mimpi. Navia sudah menampar pipinya sendiri untuk memastikan ia sadar sepenuhnya. Tapi bagaimana bisa?
Kupu-kupu bercorak pelangi mendekati ujung jari Navia, bahkan warna hewan-hewan disini seperti lukisan untuk wallpaper ponsel yang biasanya Navia dapatkan dengan mengunduhnya. Lalu di tengah padang rumput kuning keemasan ini ada sekelompok rusa cantik sedang makan, ah, Navia juga lihat seekor singa yang tengah bersembunyi untuk menerkam salah satu rusa. Benar, dunia yang Navia pijak saat ini bukanlah dunia yang biasa ia tinggali. Navia bangkit sembari mengingat bagaimana ia bisa kesini dan berpikir bagaimana caranya ia bisa pulang. Namun sebelum Navia memikirkan lebih banyak cara, suara derap kuda dari kejauhan mendekatinya, kemudian Navia terkejut bukan main ketika satu anak panah menancap tanah tepat di depan kakinya. Gila! Apa lagi ini?!
Navia belum dapat mencerna apa yang mungkin terjadi di tempat ini, ia hanya berusaha kabur dari cercaan anak panah sungguhan yang bisa saja membunuhnya. Ada goa di depan sana, tapi jika ia masuk kedalam dan tertangkap, habislah. Tidak! Bukan pilihan yang bagus. Pohon? Ah, Navia tidak tahu caranya memanjat. Tidak ada tempat aman disini, Navia menggigit bibir kencang seraya memejamkan mata, berdoa agar diturunkan pahlawan yang menyembunyikannya di suatu tempat.
"Hei! Jangan lari!" salah satu prajurit dengan kuda terbang melempar tombak runcing ke arah Navia.
"Tidaaakkk!!! Akh!"
"Kau baik-baik saja?"