Loading...
Logo TinLit
Read Story - Thankyou, Covid! Balitaku seakan mengerti tentangmu
MENU
About Us  

Jumat, 10 Juni 2022

Dear Diary,

Malam ini ingin ku sematkan beberapa kisah menarik tentang kehidupanku dan keluarga saat wabah Covid-19 melanda Indonesia. Banyak hal baru dan pengalaman berharga yang terjadi sejak awal tahun 2020. Mari kita mulai dari malam ini dan malam-malam selanjutnya. Aku ingin kisah pandemi ini tak berlalu begitu saja. Aku juga ingin mengulang kenyataan pahit ini tanpa merasakannya lagi. Maka dari itu, menuliskan tiap langkah dan gerakku yang terjadi di masa pandemi ini adalah sebuah wujud rasa syukur karena Tuhan masih memberiku kesempatan untuk hidup bersama keluargaku dalam keadan sehat selalu. 

 

Sabtu, 11 Juni 2022

Dear Diary,

Aku ingin memberitahumu sebuah kisah dunia yang akan menjadi cerita indah untuk anak-anakku di saat mereka dewasa. Aku ingin mereka tahu bahwa dunia pernah sesempit ini, pernah separah ini, dan pernah sengeri ini. Apalagi anak keduaku lahir di saat yang tidak tepat, yaitu di masa-masa Covid-19. Selama 4 hari 3 malam berada di ruang inap setelah melakukan operasi sesar anak kedua, aku tak berhenti terkejut dengan musibah yang terjadi di sekelilingku. Yang paling menyayat hati saat itu adalah di hari pertama aku menjadi seorang pasien, seorang ibu hamil 9 bulan terdeteksi Covid-19, sementara beliau akan segera melahirkan. Singkat cerita yang ku dengar, beliau meninggal setelah melahirkan anaknya. Sang anakpun harus dirawat kembali karena tertular Covid-19 dari sang ibu. Entah bagaimana harus ku berempati, air mataku menetes begitu saja saat seorang perawat yang akan menyuntikku bercerita tentang kisah sedih itu. Hari kedua, aku mendapat kisah yang berbeda. Seorang ibu harus kembali dioperasi karena ari-arinya masih tertinggal di dalam rahim setelah beliau melahirkan bayinya secara normal. Aku bergidik ngeri. Sungguh begitu dahsyatnya pengorbanan seorang ibu, berkali-kali menahan kesakitan dan juga luka berdarah. Ah, setiap momen menjadi kenanganku hingga hari ini. Bahkan, di hari terakhir menginap di Rumah Sakit, aku, suami, dan anak-anak harus melihat sebuah proses pengangkatan jenazah yang terkontaminasi Covid-19 ke dalam ambulan. Beberapa tenaga kesehatan memakai seragam mereka yang ku lihat bak seorang astronot. Ah, lagi-lagi aku bergidik ngeri.

 

Minggu, 12 Juni 2022

Dear Diary,

Ah, penat ya menunggu keadaan kembali membaik?Menunggu Mall ramai kembali, menunggu jalan raya padat merayap, dan menunggu stand Chatime penuh dengan antrean. Apakah ini selamanya seperti ini dan kisah covid tak akan pernah usai? Aku ingin sekali kembali ke keadaan yang begitu membahagiakan sebelum virus aneh yang entah darimana datangnya ini melanda negeriku. Jujur saja, tidak asyik jika kemana-mana harus terus menerus memakai masker. Sedikit menyesakkan di jiwa dan menggalaukan pikiran. Kenapa? Aku bahkan tak bisa mengenali suamiku sendiri jika dia sedang memakai masker. Haha... Aku takut salah mengenalinya. Namun, apalah daya? Covid juga sudah merusak riasan di wajahku saat menghadiri pesta dan bertemu dengan orang-orang di sana karena tertutup oleh masker. Masker, masker, dan masker. Apalagi harganya pun ikut melambung tinggi dibandingkan dengan yang dulu, sebelum masker menjadi sosok viral di pandemi ini. Belum lagi, harus menjaga jarak sepanjang 1 meter dari orang lain. Aku hanya takut jika tak bisa mendengar apa yang sedang dikatakan lawan bicaraku padaku. Ini juga sangat merepotkan. Jangan sampai mereka mengiraku tuli. Mencuci tangan dalam keadaan apapun, baik dari luar rumah maupun keluar rumah. Ada yang bilang harus mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir, kalau hanya dengan hand sanytizer saja tidak akan mampu membunuh virusnya. Serba merepotkan rasaku, tetapi tetap aku harus mengikuti peraturan.

 

Senin, 13 Juni 2022

Dear Diary,

Di awal covid datang ke Indonesia di tahun 2020, sebenarnya aku merasa sedikit tidak percaya dengan virus itu (maaf nih, Pak Pemerintah bukan saya sedang mengajak netizen suudzon), tapi itulah kenyataannya. Bagaimana mungkin batuk, pilek, dan demam yang tertular dapat menyebabkan kematian? Sedikit tidak masuk akal buatku saat itu. Menurutku, jika memang sudah suratan takdir harus meninggal di tahun itu apa hendak dikata, ya kan? Tidak mungkin juga ada hubungannya dengan covid. Apalagi media massa, khususnya media sosial, selalu melebih-lebihkan berita tentang Covid. Setiap orang yang sakit dan meninggal di saat itu, selalu dikatakan meninggal karena Covid. Ah... Entahlah! Namun, itu hanyalah sebuah pemikiranku yang berusaha menolak kebijakan pemerintah tentang protokol kesehatan di saat pandemi. Aku memang tidak percaya Covid saat itu. Bulshit! Aku pikir Covid seperti dibuat-buat untuk mengalihkan beberapa isu penting di pemerintahan. Siapa yang tahu, kalau Covid sudah menggeser banyak isu pemerintahan yang harusnya diselesaikan. Aku sangat tidak percaya Covid di awal terjadinya. Namun, akibatnya banyak pekerja yang akhirnya kehilangan pekerjaan mereka di saat itu. Di saat pandemi, diripun menjadi pengangguran. Oh, my God! Apakah ini sama dengan pribahasa, "sudah jatuh, tertimpa tangga pula." Yang ku tahu juga beberapa perusahaan terkenal terpaksa gulung tikar karena wabah Covid sudah merambat ke pelosok negeriku. Mengerikan juga menyedihkan! Seketika dunia luluh lantak di bawah kejamnya sebuah wabah yang bernama "Corona". Seketika bumi terguncang karena menghadapi perubahan yang luar biasa. Sepertinya benar, bumi sudah mulai bosan dengan keganasan dan kesombongan manusia.

 

Selasa, 14 Juni 2022

Dear Diary,

Huft, tahun 2020 juga menjadi tahun paling menyedihkan sepanjang pernikahanku dengan suami. No mudik di saat lebaran Idufitri. Bisa-bisanya Pemerintah mengeluarkan aturan seperti itu?? Apa mereka tidak tahu bahwa hati ini selalu merindu untuk pulang ke kampung halaman? Atau mereka tidak punya kampung halaman, sehingga melarang orang lain mudik? Huh, dasar! Padahal pulang kampung itu sudah menjadi kewajiban bagiku dan suami. Di sinilah kesempatan kami untuk melepas rindu pada kedua orang tua dan kedua mertua dalam setahun lamanya. Anak perantauan sangat mendambakan momen ini, termasuk kami. Namun, lagi-lagi si Covid sudah merusak rencana indah kami saat itu. Bahkan, untuk salat Idulfitri berjamaah di mesjid atau di lapangan juga tidak kami lakukan, mengingat peraturan pemerintah yang sangat ketat seketat tali pinggang melilit di pinggang. Apa boleh buat, kami pun salat Idulfitri berjamaah di rumah. Lebih menenangkan dan nyaman rasanya seperti itu karena aku tak harus memakai baju baru, sepatu baru, make up baru, dan tampilan yang luar biasa. Baiklah, dari sisi ini Covid sangat menguntungkan. Selesai salat, tinggallah tatapan kosong ke arah meja makan yang dihiasi terpal berwarna hijau. Biasanya sepagi ini sudah ada lontong sayur, rendang, sop, gulai ayam, tauco, sambal hati, dan makanan lainnya. Namun, tidak untuk saat itu. Aku bukan seorang wanita yang jago masak, tetapi masakanku bisa dinilailah. Kira-kira 7/10. Jadi, meja makan tampak kosong. Hanya ada dua gelas teh manis dan segelas susu balita. Waktu-waktu berkualitas bersama keluarga di tahun itu hilang tak berbekas. Semua rencana liburan juga berterbangan layaknya sebuah layangan putus di atas langit. Kami hanya bisa berdiam diri di rumah menunggu para tetangga lewat di depan dan saling bermaaf-maafan dengan tetap menjalankan protokol kesehatan yaitu menjaga jarak. Bisa dibilang Idulfitri tahun ini penuh dengan air mata dan kerinduan yang mendalam. Air mata kesedihan karena tak bisa melihat dengan langsung dan memeluk keluarga yang ada di kampung halaman. Rasanya, ah... Tidak mudik karena sebuah keterpaksaan, bukan keinginan kami, tetapi harus kami turuti. Tidak ada kompromi, kami harus tetap tinggal di kota masing-masing dan di rumah masing-masing demi sebuah wabah yang bernama Covid. Kau benar-benar hebat, Covid.

 

Rabu, 15 Juni 2022

Dear Diary,

Keanehan-keanehan lain juga terjadi di dalam rumahku sendiri. Suami yang over-protected semakin mewanti-wanti untuk siapapun agar tidak berkeliaran di luar rumah, seperti hang out bersama teman-teman, arisan, ke salon, ke Mall, belanja ke pasar, bahkan ke warung sekalipun. Aneh, bukan? Lalu, harus makan apa kami jika aku tidak pergi belanja? Apa kami sekeluarga akan kurus kering karena keadaan ini? Ini sudah tidak masuk akal, kupikir. Namun, ternyata semua pikiranku itu meleset. Semua tugas yang harusnya ku lakukan sudah diambil alih olehnya. Tugasku hanya menulis semua kebutuhan yang diperlukan di selembar kertas lengkap dengan ukuran dan banyaknya. Lalu, setiap hari Sabtu dia akan pergi keluar untuk membeli semua kebutuhan sehari-hari untuk seminggu, termasuk jajanan anak. Wah, sudah seperti Supermarket rasanya rumah ini. Apalagi kalau melihatnya pulang membawa barang belanjaan, bak seorang toke toko grosir. Nah, yang paling membuatku geleng-geleng kepala adalah... Dia akan membuang masker dan sarung tangannya ke tempat sampah. Kemudian dia akan mandi lagi untuk membersihkan badannya dari virus Covid. Oke, fine! Kau menang, Covid! Resahku semakin menjadi-jadi saat melihat protokol kesehatan yang diterapkan pemerintah. 3 M, Memakai Masker, Menjaga Jarak, dan Mencuci Tangan. But, aku merasa lega juga saat suami mau menggantikanku untuk belanja ke pasar. Akhirnya, dia menyadari bahwa istrinya ini bukan seorang koruptor uang belanja. Haha... Paling juga, kalau sisanya sepuluh ribuan masuk ke dalam dompet sendiri. Ups, jangan sampai dia baca ceritaku ini! Bisa ketahuan dong! Nah, buat kalian yang mau menyadarkan suami bahwa harga sembako itu mahal, coba deh trik ini! Semoga para suami bisa sadar dan uang belanja juga bertambah. Aamiin. Di bagian ini aku membelamu, Covid.

 

Kamis, 16 Juni 2022

Dear Diary,

Oke, baiklah. Sepertinya Covid akan bertahan lama dan tidak ada yang tahu kapan berakhirnya. Seiring berjalannya waktu, aku mulai terbiasa hidup dalam pandemi ini. Aku juga mulai was-was saat menyadari bahwa korban Covid semakin hari semakin bertambah. Apakah benar Covid menjadi penyakit yang mematikan? Namun, lagi-lagi aku mengucapkan syukur. Salah satu yang juga menjadi keberkahanku di masa pandemi adalah saat si kakak, putri pertamaku yang berusia 2,5 tahun kala itu berhenti memakai popok sekali pakai. Yey, duitnya bisa buatku deh!!! Eh... Eh... Tunggu dulu! Sepertinya itu tidak mungkin, hahaha... Alhamdulillah, sepertinya dia tahu bahwa Covid membuat penghasilan ayahnya berkurang. Walaupun ada sedikit pemaksaaan dariku, tetapi dia mengerti keadaan kami saat itu. Dia mulai resah dan gelisah setiap popoknya basah karena pipis. Dia sering minta buka popok dan hanya memakai celana dalam saja. Aku juga tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan ini. Lambat laun, aku mengajarkannya cara buang air kecil maupun buang air besar. Butuh proses memang, tetapi tidak memakan waktu lama. Syukurlah si kakak mengerti dan menyadari bahwa sesungguhnya keinginannya untuk tidak memakai popok sekali pakai lagi adalah sebuah keberkahan untuk ayah dan umaknya. Pengeluaran untuk popok bisa dialihkan ke kebutuhan yang lain.

 

Jumat, 17 Juni 2022

Dear Diary,

Bagiku, Covid bukan hanya sebuah ketakutan akan kematian. Bukan sebuah peraturan hidup yang baru. Menjaga kesehatan adalah hal yang utama. Seperti pepatah mengatakan, "mencegah lebih baik daripada mengobati". Hal yang sepele, penyakit yang biasa, tetapi bisa mengancam kehidupan. Covid sudah mengajarkanku bahwa dunia bosan dengan sifat kemubaziran manusia, dengan angkuhnya manusia, dengan acuhnya manusia terhadap alam semesta, dan dengan kasarnya manusia terhadap sesama. Tak ada lagi tempat menghindar dari pembalasan alam itu sendiri, selain menghadapinya. Buatku, dengan adanya pandemi ini orang-orang tidak hanya berhati-hati terhadap kesehatannya, tetapi juga mulai berpikir kehidupan di masa yang akan datang. Walaupun pada kenyataannya, banyak tindakan kriminal yang terjadi saat pandemi melanda. Runtuhnya kekuatan ekonomi yang sebelumnya sudah parah dan sekarang semakin parah. Kurasa itu adalah akibat karena manusia belum bisa menerima kekurangan atau krisis yang terjadi secara tiba-tiba. Aku pun sangat merasakannya, dimana suamiku tidak mendapatkan gaji dalam beberapa bulan karena keadaan keuangan yang tidak stabil di kantor. Kami hanya mengandalkan uang tunjangan yang cukup, tidak lebih. Itupun masih kurang untuk kebutuhan sehari-hari. Batinku meronta, mengapa begini? Aku ingin bilang bahwa aku tidak bisa hidup seperti ini, tetapi lagi-lagi aku melihat ke belakang. Ada hidup yang tak seberuntung aku, tetapi tetap bersyukur. Lalu, kenapa aku harus mengeluh? Benar juga. Ingin protes di masa pandemi adalah sikap yang sia-sia karena memang seluruh pelosok negeri sedang menghadapi kekrisisan yang luar biasa. Finally, diam dan menerima apa adanya adalah jalan yang terbaik.

 

Sabtu, 18 Juni 2022

Dear Diary,

Hum, wabah Covid menjadi awal dimana aku semakin bersyukur pada Tuhan untuk hidupku dan kebahagiaan keluargaku. Covid juga menjadi sebuah teguran kecil dari Tuhan untuk umatnya, khususnya aku, agar lebih mendekatkan diri pada-Nya, lebih bersyukur akan hidup, dan lebih menyadari bahwa manusia hanyalah makhluk yang lemah. Manusia hanya bisa protes tanpa menyadari apa yang sudah diberikannya. Bahkan, kalau dikaji kembali ini adalah salah satu cara Tuhan untuk mengurangi kepadatan dunia dari segala macam permasalahan, termasuk kepadatan penduduknya. Setiap tahun Tuhan mencari cara yang berbeda-beda untuk memilah dan memilih siapa saja yang bisa bertahan di dunia ini dan siapa yang tidak. Ini sudah tahun ketiga Covid belum juga hilang dari negeriku. Malah semakin beragam jenis dan beragam nama. Entahlah... Apakah setelah ini akan ada wabah lain yang akan menjadi sejarah dunia sepanjang masa? Atau Covid tetap ada sampai dunia berakhir? Sepertinya aku harus merubah cara hidup menjadi lebih baik mulai sekarang.

Dear Diary,

Apakah Tuhan sedang menghukum kita sekarang?

 

 

 

 

 

How do you feel about this chapter?

0 0 4 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Anak-Anak Musim
807      488     59     
True Story
Hai! Kenalkan aku Autumn, (sok) cool cool gitu anaknya. Dan ini kisah tentang Autumn serta ketiga musim lainnya.
Abdi Rupa Sang Garda Tengah Dua Tepi Pantai Relawan Ampera
269      202     1     
True Story
Ini adalah kisah tentang arunika yang tergoda dengan pelosok simfoni dan terangkai menjadi sebuah kisah inspirasi yang diangkat dari True Story. Penulis menyiratkan dalam kisah ini yakni "Menjadi Baik Itu Baik" 😊, selamat menikmati mari sama-sama berkontribusi untuk negri sekecil apapun karna 1 langkah besar bukankah terdiri dari ribuan langkah-langkah kecil history nya
Ordinary Hero
233      175     0     
True Story
Kita adalah pemimpin dan penyelamat untuk diri kita sendiri. Tidak apa jika dalam perjalanan kita terjatuh, karena kita hanyalah pahlawan biasa yang pasti akan jatuh dulu untuk bertambah kuat.
Daring Vs Farming
237      175     2     
True Story
Pandemi mengajarkanku banyak hal. Selain pengalaman baru belajar dalam jaringan dari rumah, aku menggunakan waktu luangku untuk membantu Mamak bertani di sawah. Suatu pengalaman indah yang pernah kualami selama pandemi. Bahwa belajar bisa tentang apa saja, kapan saja, dan dimana saja. Bahkan, belajar tentang kehidupan yang sesungguhnya itulah yang utama.
Huru-Hara Covid di Keluargaku dan Sejumput Kisah yang Sangat (Tak) Lucu
410      297     0     
True Story
Lika-liku Covid di keluargaku dan keluarga besarku. Tak hanya menyakitkan, tetapi juga menyusahkan dan menyebalkan. Sumber gambar: Kompas.com
Titik Akhir Pencarian
283      194     1     
True Story
Lelah mencari pada akhirnya kuputuskan untuk menyendiri. Terimakasih atas lelah ini, maaf aku berhenti. . . Dara, 2022
Sahabat
452      254     2     
True Story
Menceritakan tentang seorang gadis yang bernama Jasmine yang menjalin hubungan pertemanan dengan seorang cowok yang bernama Alden. Setelah lama berteman, mulai tumbuh perasaan suka diantara mereka berdua. Akankah pertemanan mereka hancur karena perasaan mereka sendiri?
Menemukan Kebahagiaan di Tengah Pandemi
237      175     1     
True Story
Siapakah yang siap dengan sebuah perubahan drastis akibat Virus Corona19? Pandemi akibat virus corona 19 meninggalkan banyak luka dan trauma serta merenggut banyak kebahagiaan orang, termasuk aku. Aku berjuang menemukan kembali makna kebahagiaan. Ku kumpulkan foto-foto lama masa kecilku, ku rangkai menjadi sebuah kisah. Aku menemukan kembali makna kebahagiaan di tengah pandemi. Kebahagiaan itu ad...
Diaryku - everything will be okay
278      216     1     
True Story
Masa-masa sulit yang menyakitkan bukanlah akhir dari segalanya. Inilah kisahku, sisi kehidupan dari manusia kaku yang banyak belajar tentang arti kehidupan seiring dengan berjalannya waktu.
Ikan Bakar
712      417     0     
True Story
Kata orang - orang, 'hati siapa yang tahu?' namun kataku, selera makanan siapa yang tahu? Petualangan si Tenggorokan Sombong menemukan kembali bagian dari dirinya selama masa pandemi.