Read More >>"> Perverter FRIGID [Girls Knight #3] (Perverter FRIGID~ I can fee you passion ) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Perverter FRIGID [Girls Knight #3]
MENU
About Us  

Chapter 2~I can fee you passion

“Logan Hywell.”

Suara Keira menyatu dengan dentuman musik kelab yang keras memekakkan telinga. Tapi lelaki yang di panggil Logan Hywell itu mendengar cukup jelas apa yang di katakan Keira. Setibanya mereka di sini, lelaki itu hanya berfokus pada Keira—memperhatikan bibir merah yang menempel pada pinggiran gelas, menyesap anggur putih sambil mengangkat alis menatapnya.

“Itu benar namamu, kan?” Keira memastikan sekali lagi.

Kali ini lelaki itu tersenyum, nampak lebih memesona di bawah gemerlap cahaya minim yang menerangi mereka. “Akhirnya harga diriku kembali utuh,” balasnya bercanda. Tapi nada suaranya nampak membenarkan pertanyaan Keira.

“Apa kau seterkenal itu hingga orang-orang perlu tahu siapa dirimu?” tanya Keira. Perempuan itu kembali menyesap isi gelas minumnya sambil sesekali melirik ke arah Logan, tidak benar-benar memusatkan atensi padanya.

Sementara pandangan Logan tidak teralih darinya. Kedua iris cokelatnya memperhatikan Keira lekat-lekat. Memperhatikan bagaimana bibir merah menyala itu nampak begitu menggodanya.

Lidah sensual yang beberapa kali membasahi bibirnya pun tak lepas dari pengamatan Logan. Perempuan bernama lengkap Keira Sashenka itu benar-benar menggodanya. Selain bibir dan lidah, tubuh molek Keira turut menjadi objek pengamatan Logan lengkap dengan wajah cantik berseri yang lebih hidup, begitu kontras dengan iris mata biru yang sanggup menenggelamkan siapa saja yang menatapnya.

Well, warna mata asli Keira benar-benar jernih. Perempuan itu baru saja melepas lensa matanya beberapa saat yang lalu, pun ia juga menggulung asal rambut cokelat mudanya. Logan tahu itu bukan warna asli rambut Keira tapi mau bagaimana pun perempuan itu tetap cantik.

Sial! Hanya memperhatikan saja Logan seakan tergoda untuk menyentuhnya. Bagaimana bisa Keira membuatnya begitu menginginkan dia padahal yang perempuan itu lakukan hanyalah kegiatan minum seperti kebanyakan orang-orang di sini.

Logan menyesap minumannya sendiri, ia membasahi bibirnya. “Sepertinya tidak. Buktinya kau bahkan baru mengingat namaku.” Jawabnya mengalihkan perhatiannya dari Keira. Kalau terus begini Logan tidak akan bisa menahan diri membawa Keira ke ranjangnya.

Iris biru jernih Keira menelusuri seisi kelab. Beberapa pasangan muda-mudi tengah asik bercumbu di pojok ruangan. Ada pula yang tengah menghentak penuh semangat di lantai dansa dan beberapa yang lain hanya minum-minum seperti yang dia lakukan di sini. Menebus ketenangan lelaki menyebalkan Logan Hywell dengan menemaninya minum.

Hell, mengapa harus dirinya? Padahal, Keira yakin kalau lelaki itu pasti bisa dengan mudah dapat mendapat gadis mana pun meski tanpa harus merayunya. Sejenak pesona Logan bahkan sempat membuat sesuatu dalam dirinya berseru, menikmati suara serak-serak beratnya.

Yeah, sejak kapan dia memiliki adrenalin semacam ini?

“Kenapa harus aku?”

Logan menoleh ke samping di mana Keira tengah menatapnya. Ia mengendikkan bahu. “Karena bukan orang lain.” Jawabnya sekenanya.

“Logan, sepertinya kau perlu tahu kalau aku benar-benar lelah. Aku berterima kasih atas pertolonganmu, tapi aku juga harus pulang.”

Ini hanyalah alasan. Berdekatan dengan Logan tidak membuatnya merasa tenang. Lelaki itu tampak tenang dan santai padahal jauh dari itu Keira dapat merasakan emosi menumpuk dari ketenangan yang dia perlihatkan.

Logan Hywell berbahaya. Entah itu orangnya atau pun emosinya.

“Aku bisa mengantarmu, tapi tidak sekarang.” Logan menenggak habis isi gelasnya. “Temani aku minum. Aku hanya butuh mabuk.”

Dan Keira tahu dia tidak memiliki kesempatan menolak. Lelaki itu menegaskan dengan tenang sirat penolakan yang kentara. Well, sebenarnya Keira juga butuh minum. Dia perlu mabuk untuk menetralisir adrenalin dirinya sendiri. Dia frustrasi dan lelah sebab kurangnya emosional femininnya.

“Sepertinya kau mengalami hari yang buruk.”

“Aku tidak yakin,” sahut Logan kembali menenggak isi gelasnya. Ia tersenyum tipis. “Kalau tidak salah mengenali, kau juga tidak sedang baik-baik saja.”

Dari mana dia bisa tahu?

Senyum Keira tersungging. Ia mengendikkan bahunya. “Aku juga tidak yakin,” jawabnya. Iris mata mereka saling menumbuk, dan keduanya sempat terdiam beberapa saat—kedalaman ini menakutinya, menariknya lebih dekat.

Keira lebih dulu mengalihkan pandangannya, merasa tidak yakin dengan dirinya sendiri.

Sebenarnya mana yang lebih penting untuk dia hindari? Pesona Logan atau keresahan dirinya sendiri?

“Kau melihatnya ya, kan?” Logan bertanya. Jemari kasarnya menyentuh dagu Keira, mendonggakkan ke atas untuk balas menatap matanya. “Apa yang kau lihat?”

Sentuhan Logan sejenak menggetarkan sesuatu dalam diri Keira. Sesuatu yang begitu menggelitik. Sesuatu yang belum pernah dirinya rasakan sebelumnya. Keira menelan ludah susah payah. “Tidak semua. Kau tampak ahli menyembunyikan emosimu.” Keira mencoba melepaskan Logan dari dagunya tetapi lelaki itu seolah tidak megindahkan. Menatapnya menuntut.

Tatapan ini ... Bukankah ini aneh? Apa yang terjadi sebenarnya?

“Fine. Kau menang. Aku melihatnya dengan jelas.” Aku Keira pada akhirnya.

Senyum Logan mengembang. “Lalu?”

“Tidak ada lalu,” kali ini Keira benar-benar menjauh dari jangkauan Logan. Menyesap anggurnya pelan sambil berusaha meredam gemuruh dadanya yang menghentak.

Astaga, sial! Kenapa dia harus mengerti arti tatapan Logan untuknya? Keira yakin Logan bukan pria baik-baik. Dia pasti pemain ahli yang kebetulan tidak begitu terekspose. Pasalnya, dari majalah-majalah mana pun kabar burung lelaki itu tidak pernah terlihat. Rekam jejaknya seakan tidak pernah ada atau memang dia sengaja menyembunyikan. Ya, itu lebih masuk akal.

Gairah nyata yang terpancar jelas di kedua mata cokelat keemasan Logan nampak begitu menggodanya. Sayangnya, Keira hanya takut kalau tubuhnya tidak bereaksi seperti yang sudah-sudah, dan hanya kembali membuatnya lebih merutuki dirinya sendiri.

Sindrom frigid yang dimilikinya selalu menjadi alasan pertama yang memisahkan dirinya dengan teman-teman kencannya yang lalu. Keira bahkan pernah di tinggalkan tanpa sepatah kata oleh mantan kekasihnya karena dia di tuduh merendahkan kemaskulinan dirinya. Padahal, permasalahannya memang ada pada tubuhnya sendiri.

“Keira....” panggil Logan membuat Keira menoleh dan secepat itu pula Logan menahan wajahnya, menyapukan bibirnya penuh gairah yang nyata.

Sesaat, apa yang tidak pernah Keira rasakan perlahan muncul di permukaan. Perasaan sekaligus gelenyar-gelenyar aneh yang selama ini hanya pernah dia baca, dan sekarang seolah dia mampu merasakannya.

Sialan. Ini tidak benar, kan?

“Balas aku, Kei.” Logan menggumam di sela-sela ciumannya. Keira memang tidak menolak, bahkan terkesan menikmati ciumannya tapi perempuan itu tidak bereaksi, membalas pun tidak.

Jantung Keira berdegup kencang tak karuan. Perutnya serasa terjun bebas dari pralayang, begitu sulit di jelaskan dengan kata-kata. Kekuatan Logan, cara lelaki itu menyentuhnya atau bahkan lumatan-lumatan lidahnya menggoyahkan adrenalin Keira. Terbentuk begitu nyata dan membinggungkannya.

Perlahan, dengan pelan dan lembut Keira mulai menerima Logan keseluruhan. Ia menggerakkan lidahnya membelai bibir Logan, balas mencium sama besar seperti yang Logan berikan padanya. Secepat Keira membalas secepat itu pula Keira menarik diri, mendorong Logan menjauh.

Tidak, tidak boleh. Itu bukan gairah ingin bercinta ya, kan? Keira khawatir dengan tubuhnya sendiri. Bagaimana kalau Logan benar-benar bergairah sedangkan dia tetap pasif? Itu bukan hanya akan menyakiti ego lelaki itu tapi juga ego dirinya sendiri.

Benar, dia tidak mampu. Dia tidak bisa seperti kebanyakan wanita yang lain. Dan itu fakta.

“Kenapa? Aku bisa merasakan gairahmu,”

Tidak, itu hanya ilusi. Tampik Keira dalam hati.

Keira menarik napas tajam. “Jangan lakukan itu lagi.” Katanya memperingatkan. Ia kemudian membenahi lipstiknya yang berantakan dan berusaha menghindar dari tatapan menyelidik Logan.

“Kau takut padaku?”

Tidak, aku takut pada reaksi tubuhku sendiri. Batinnya.

“Baiklah, aku tidak akan melakukan itu lagi.” Suara Logan mengalun, ia tersenyum meyakinkan. “Kecuali kau yang meminta.” Lanjutnya dengan kesungguhan.

Keira berkedip dua kali mendapati senyum misterius Logan. Meski hanya sesaat, Keira seakan baru saja melihat jelmaan mengerikan dari seringaian Logan, tapi sayangnya itu hanya sebentar hingga dia tidak yakin apa penglihatannya benar atau memang dia yang salah melihat.

“Cheers,” Logan mengangkat gelasnya, mengajaknya bersulang.

Dengan berat hati Keira mengangkat gelasnya, di detik berikutnya dentingan gelas mereka beradu dan mereka mulai menyesap minuman masing-masing. Keira terheran-heran, menggeleng tidak habis pikir. Kenapa Logan begitu tenang bahkan setelah dia menolaknya? Kalau pria ini orang lain, sudah dapat dipastikan Keira akan di tinggalkan sendiri.

“Aku bisa pulang kalau kau ingin menuntaskan yang tadi,” kata Keira menawarkan. Dia tidak benar-benar kecewa, hanya saja dia merasa bingung. Ini ... Benar-benar kali pertama tubuhnya memunculkan reaksi tapi Keira tidak ingin besar kepala.

“Mana mungkin aku melampiaskan dengan yang lain sementara tubuhku bereaksi karenamu,” Logan menjawab. Sekali pun nada suaranya terdengar santai tapi Keira yakin gairahnya masih menumpuk. Dan Keira patut mengacungi jempol kekuatan Logan dalam menahan diri. “Lagipula aku hanya ingin mabuk. Aku sudah mengatakannya tadi.”

Keira tahu. Dia juga mendengar jelas. Ya, Tuhan ... Andai dia wanita normal, mungkin Keira akan menganggap Logan Hywell pria bejad yang perlu dia hindari.

Sayangnya, setiap pergerakan lelaki itu begitu tidak tertebak. Keira bahkan masih bingung dia harusnya tersinggung karena Logan menginginkan tubuhnya di malam pertama mereka minum bersama, atau malah harus bersyukur karena berkat lelaki itu sesuatu dari dalam dirinya mulai terbentuk. Mungkin, kalau mereka melanjutkan Keira akan benar-benar tahu itu gairah nyata atau memang hanya respon alami saja.

Ah, tidak-tidak. Apa sih yang sempat dia pikirkan? Menyebalkan sekali.

“Kei?”

Keira menoleh, menatapnya bertanya. “Ya?”

“Kau pernah bercinta?” tanya to the point.

Uwah, bagaimana menanggapinya, ya? Haruskah dia tersinggung atau bagaimana?

“Diammu kuanggap tidak.”

“Sejak kapan diamnya seseorang berarti tidak?”

Logan terkekeh ringan. Tapi nada suaranya sama sekali tidak menyinggung, terdengar seperti tengah mengobrol sesuatu yang normal-normal saja. “Aku penemu pertama sejak melihatmu.” Katanya dengan suara rendah.

Keira mendengus, tampak tidak tertarik. “Omong kosong dari mana itu,” cibirnya.

“Kei?” panggilnya lagi.

Keira berdeham singkat. “Hm?”

“Berapa banyak pria yang sudah menciummu?”

Astaga, apalagi ini?

“Aku tidak tahu,” jawabnya tidak sepenuhnya berbohong. Dia sering berciuman, hanya untuk sekedar mengetes adrenalin dalam dirinya tapi tidak benar-benar sampai pada tahap yang lebih jauh.

“Mereka pasti pencium yang buruk.” Komentarnya.

Keira lantas menoleh, menatapnya bertanya tapi tidak mengatakan apa-apa.

“Buktinya kau masih perawan.”

“Logan!” teriak Keira memelotot.

Tawa Logan mengudara. Sesaat, dia seperti menemukan mainan baru.

Sejak kapan menggoda perempuan menjadi begitu menyenangkan?

“Kei?”

“Apalagi?!” teriaknya kesal.

“Hanya memanggil. Kau ini pemarah sekali.”

Memangnya karena siapa? Ingin rasanya dia memukul mulut Logan yang tajam dan lancang itu.

Menyebalkan!

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags