Loading...
Logo TinLit
Read Story - Your Moments
MENU
About Us  

Ada tiga hal mendasar yang kaupercaya dalam hidupmu. Pertama, setiap orang memiliki buku kehidupannya masing-masing, dengan ketebalan dan jumlah bab yang berbeda-beda. Kedua, orang yang membuatmu patah hati pantas dijadikan tokoh dalam karyamu dan “dibunuh”—membuatnya sengsara dalam bukumu. Dan ketiga, tak ada yang kebetulan di dunia ini. Alasan yang dibuat-buat, itu definisi kebetulan versimu.

Maka, kau pun percaya bahwa kau ada di kedai kopi mungil di pinggir kota yang tenang di Tokyo ini bukanlah kebetulan. Mengunjungi Negara Matahari Terbit dan melihat bunga sakura merupakan impianmu sejak kanak-kanak. Butuh waktu lima tahun hingga akhirnya kau menginjakkan kaki di Jepang dan melihat bunga favoritmu, setelah sebelumnya harus puas hanya bisa melihat lewat gambar.

Kau duduk sambil bertopang dagu, menatap orang-orang yang berlalu-lalang di luar. Setelah puas melihat bunga sakura dan melakukan Hanami[1] selama dua hari berturut-turut, kau memutuskan untuk bersantai sejenak, memuaskan dahagamu terhadap kafein yang sudah tak tertahankan. Matamu sesekali menelusuri penjuru kedai kopi. Desain interior kedai kopi ini tidak hanya unik, tetapi juga spesial—mengingatkanmu akan elemen-elemen khas Jepang. Satu sisi dindingnya didekorasi dengan ubin buatan tangan dari Tokoname, sebuah kota di wilayah bagian tengah Jepang yang terkenal akan kerajinan tembikarnya. Ada sebuah mural lukisan tangan yang dilukis oleh seniman lokal bernama panggung Chalk Boy di dinding bagian belakang. Mural ini menggambarkan proses perjalanan kopi mulai dari biji kopi hingga sampai di dalam cangkir. Sangat artistik.

Secangkir Americano pesananmu akhirnya datang. Kau mengucapkan terima kasih seraya tersenyum tipis, lalu segera menyesapnya. Kau lantas berjengit kaget karena Americano yang masih terlalu panas di lidahmu dan meletakkan cangkir di meja.

“Kau benar-benar peminum kopi yang baik rupanya. Americano bisa merusak lidahmu, kau tahu?”

Kau baru saja akan kembali menyesap kopimu dengan lebih perlahan ketika melihat seorang laki-laki bertubuh tinggi besar menggeser kursi yang ada di depanmu dan duduk di sana.

“Eh?” gumammu. “Kau …?”

Ohisashiburi desune[2],” katanya. “Ogenki desuka[3]?”

Kau menyesap kopimu yang masih agak panas. Tak berniat menjawab, kau justru berkata, “Duduklah di tempat lain.”

“Aku ingin duduk di sini.”

Kau memutar bola mata. “Pergilah.”

Laki-laki itu hanya diam. Ia menatapmu dari balik kacamatannya tanpa berkedip. Akhirnya, kau pun bangkit dari kursimu, berniat pindah tempat duduk.

“Semua kursi penuh.”

Kau kembali duduk di tempatmu. Sesekali kau mengentak-entakkan kaki karena tak sanggup menahan rasa kesal. “Tolong, jangan duduk di sini. Kau membuatku ... tidak nyaman.”

“Kau ini, seharusnya kau peka kalau ada seseorang yang ingin dekat denganmu.”

Kali ini kau menatapnya heran.  “Apa? Apa yang kaukatakan tadi?”

“Lupakan saja.” Ia berpaling ke jendela, lalu bergumam lagi, “Masih sama saja seperti dulu. Bagaimana bisa seseorang yang tidak peka sepertinya menjadi penulis?”

Kau mengernyit menatapnya. Entah mengapa, kau merasa kata-katanya itu sama sekali tidak asing. Seolah-olah kau pernah mendengarnya langsung sebelumnya, dari orang yang sama pula. Namun, kapan?

Kau berpikir sebentar, tetapi lalu kau memutuskan untuk mengabaikannya dan menganggap itu hanya perasaanmu saja. Kau berniat mendesaknya untuk mengulang perkataannya, tetapi tiba-tiba segelas Piccolo datang ke mejamu. Ah, sepertinya pesanan laki-laki itu. Keheningan pun menyelinap di antara kau dan dia. Hanya terdengar suara orang yang sayup-sayup terdengar sedang mengobrol di sisi lain kedai.

“Aku baru saja membaca karya terbarumu. I Remember You, hm?” ujarnya tiba-tiba, memecahkan gelembung keheningan yang tercipta selama hampir tiga menit—tiga menit yang terasa sangat lama. Ia membuka ranselnya dan mengambil satu eksemplar buku. Tertera tulisan I Remember You dan namamu, dicetak timbul pada sampul berwarna biru tua. “Kurasa aku bisa meminta tanda tangan?” Ia tersenyum miring seraya mendorong buku itu ke arahmu dan meletakkan pulpen di atasnya.

Eh? Ia bahkan membeli karyamu? Memesannya dari Indonesia? Benar-benar seperti bukan dirinya.

 Kau mengerjap, tetapi kemudian mengambil pulpen itu dan menandatanganinya. Bisa kaulihat ia tersenyum miring ketika melihat goresan tanda tanganmu, sebelum akhirnya kembali memasukkannya ke dalam ransel.

“Buku yang bagus,” katanya. “Tapi …” ia terdiam sejenak sebelum akhirnya melanjutkan, “kenapa kau selalu menulis akhir yang menyedihkan?”

Kau menyesap kopimu yang masih setengah penuh. “Karena itu menyenangkan,” sahutmu sambil tersenyum tipis.

Laki-laki itu menatapmu dengan tatapan ingin tahu. “Apa yang menyenangkan dari itu?”

Kau terdiam, berpikir sejenak. Hei, mungkinkah kau akan memberitahunya bahwa kau suka menulis akhir cerita yang menyedihkan karena … itu merupakan bentuk manifestasi terhadap patah hati yang kaurasakan?

Mungkin tidak. Kau mungkin tidak akan memberitahunya.

“Hanya … Hanya menyukainya. Itu saja,” ujarmu cepat-cepat, lalu kembali menyesap kopimu sedikit lebih banyak dari sebelumnya.

Dari ekor matamu, kau melihat laki-laki itu hanya mengangguk, kemudian menyesap kopinya. Namun, ternyata ia bicara lagi. “Tapi, bukankah sebagian orang membaca karya fiksi untuk mencari hiburan?” Ia mencondongkan tubuhnya ke depan dan menatapmu sambil bertopang dagu. “Hidup ini sudah penuh dengan masalah dan kesedihan. Mengapa harus ditambah dengan membaca masalah dan kesedihan pula? Tidakkah kau berpikir itu sangat bodoh?”

“Jadi?” Kau mengangkat sebelah alismu. “Jika kau menjadi penulis, kisah macam apa yang akan kautulis?”

“Menulis fiksi itu seperti kopi ini,” ujarnya seraya mengetuk-ngetuk pelan pinggiran gelasnya. “Tidak terlalu manis dan tidak terlalu pahit. Seimbang. Jangan sad ending terus-menerus. Pembaca juga tidak akan senang, justru jadi malas dan bosan. Sad ending itu jelek. Happy ending itu bagus.”

Happy ending itu berhenti sampai di situ saja, tidak bisa dilanjutkan. Dalam sad ending, bisa ada kelanjutannya setelah tokoh A ditinggalkan tokoh B.”

“Apa bedanya? Happy ending juga bisa. Buat saja setelah happy ending ada konflik lagi. Berlanjut, bukan?” selanya. “Kau bisa membuatnya dalam bentuk trilogi atau tetralogi, mungkin? Selama membaca buku-bukumu, tak pernah sekali pun kulihat kau menulis trilogi atau tetralogi.” lanjutnya, lagi-lagi dengan seulas senyum miring khasnya.

Kini kau benar-benar terdiam, mencoba mencerna apa yang baru saja dikatakannya. Trilogi? Sepertinya bukan ide yang buruk.

Namun, entah mengapa kau benar-benar merasa ini tidak asing. Pertemuan yang tak terduga dengan laki-laki yang sudah dua tahun tak kaujumpai, dan semua percakapanmu dengannya, entah mengapa terasa tidak asing. Seolah-olah kau pernah mengalaminya di masa lalu. Seolah-olah pertemuan dan percakapanmu dengannya terasa akrab. Terasa dekat—sangat dekat. Roda pikiranmu berputar cepat, bertanya-tanya apakah ini hanya perasaanmu saja atau kau memang pernah mengalaminya di masa lalu—dua atau tiga tahun lalu, mungkin?

Laju roda pikiranmu terhenti ketika lelaki itu kembali buka suara, “Aku hanya memberi saran. Apa pun itu, bukankah aku cukup hebat, hm? Tidak ada yang seperti aku.”

Kau hanya tersenyum dan menyesap kopimu yang sudah dingin hingga tak bersisa. Ya, kau memang pintar dan tampan sejak dulu, bahkan hingga sekarang. Tidak ada yang sepertimu.

Lelaki itu meletakkan gelasnya yang sudah kosong dan bangkit dari kursinya. Ia baru saja berjalan tiga langkah ketika ia kembali berbalik. Ia menatapmu dalam-dalam dari balik kacamatannya dan berujar, “Ah, ya, kuharap aku bisa menjadi happy ending di naskahmu yang berikutnya. Sayounara[4].”

Dan kau hanya duduk diam terpaku, menatap punggungnya yang semakin menjauh bersama udara dingin yang masih tersisa di awal musim semi ini.

 

***

Déjà vu adalah fenomena merasakan sensasi kuat bahwa suatu peristiwa atau pengalaman yang saat ini sedang dialami sudah pernah dialami di masa lalu.

“Ah, jadi itu namanya déjà vu?” gumammu sambil terus membaca artikel yang kautemukan di internet. Rupanya kau begitu penasaran dengan apa yang kaurasakan sejak tadi sampai-sampai kau mencarinya di internet. Apa pun bisa ditemukan di internet dalam hitungan detik, bukan?

Namun, sungguh, kau masih merasa aneh. Dan, sungguh, demi apa pun juga, kau yakin bahwa kau tidak pernah sekali pun mengalami apa yang kaualami hari ini di masa lalu. Namun, sesuatu yang sejak tadi, hingga sekarang, mengatakan bahwa kau pernah mengalaminya di masa lalu begitu kuat. Terlampau kuat hingga rasanya itu sangat penting. Terlampau kuat hingga kau merasa tak mampu untuk mengabaikannya.

Kau menatap layar laptopmu dan menghela napas. Ah, sudahlah. Sepertinya kau lebih suka menganggap apa yang kaurasakan sebagai déjà vu, meskipun sepertinya kau tidak mempercayai hal-hal semacam itu.

Kau menutup jendela peramban dan beralih ke program pengolah kata. Dengan segera layar berubah menjadi putih bersih, menunggu untuk dinodai tinta aksara penuh makna. Kau terpekur sejenak, lalu tersenyum miring.

Kau akan menulis. Tentang apa? Entahlah, hanya kau yang tahu apa yang akan kautuliskan. Tentang akhir yang bahagia? “Happy ending”? Entahlah. Hanya kau yang tahu apa yang akan kautuliskan.

 

[1] Salah satu tradisi Jepang, yaitu menikmati keindahan bunga, khususnya bunga sakura, dengan piknik untuk makan-makan di bawah pohon sakura.

[2] Lama tak jumpa

[3] Apa kau baik-baik saja?

[4] Selamat tinggal

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
27th Woman's Syndrome
11024      2200     18     
Romance
Aku sempat ragu untuk menuliskannya, Aku tidak sadar menjadi orang ketiga dalam rumah tangganya. Orang ketiga? Aku bahkan tidak tahu aku orang ke berapa di hidupnya. Aku 27 tahun, tapi aku terjebak dalam jiwaku yang 17 tahun. Aku 27 tahun, dan aku tidak sadar waktuku telah lama berlalu Aku 27 tahun, dan aku single... Single? Aku 27 tahun dan aku baru tahu kalau single itu menakutkan
Gilan(G)ia
520      289     3     
Romance
Membangun perubahan diri, agar menciptakan kenangan indah bersama teman sekelas mungkin bisa membuat Gia melupakan seseorang dari masa lalunya. Namun, ia harus menghadapi Gilang, teman sebangkunya yang terkesan dingin dan antisosial.
Kamu, Histeria, & Logika
67229      9454     58     
Romance
Isabel adalah gadis paling sinis, unik, misterius sekaligus memesona yang pernah ditemui Abriel, remaja idealis yang bercita-cita jadi seorang komikus. Kadang, Isabel bisa berpenampilan layaknya seorang balerina, model nan modis hingga pelayat yang paling berduka. Adakalanya, ia tampak begitu sensitif, tapi di lain waktu ia bisa begitu kejam. Berkat perkenalannya dengan gadis itu, hidup Abriel...
Untuk Reina
26953      4308     30     
Romance
Reina Fillosa dicap sebagai pembawa sial atas kematian orang-orang terdekatnya. Kejadian tak sengaja di toilet sekolah mempertemukan Reina dengan Riga. Seseorang yang meyakinkan Reina bahwa gadis itu bukan pembawa sial. Bagaimana jika sesuatu yang buruk terjadi pada Riga?
Rumah
529      372     0     
Short Story
Sebuah cerita tentang seorang gadis putus asa yang berhasil menemukan rumah barunya.
Tentang Hati Yang Mengerti Arti Kembali
1107      658     5     
Romance
Seperti kebanyakan orang Tesalonika Dahayu Ivory yakin bahwa cinta pertama tidak akan berhasil Apalagi jika cinta pertamanya adalah kakak dari sahabatnya sendiri Timotius Ravendra Dewandaru adalah cinta pertama sekaligus pematah hatinya Ndaru adalah alasan bagi Ayu untuk pergi sejauh mungkin dan mengubah arah langkahnya Namun seolah takdir sedang bermain padanya setelah sepuluh tahun berlalu A...
Rinai Kesedihan
819      554     1     
Short Story
Suatu hal dapat terjadi tanpa bisa dikontrol, dikendalikan, ataupun dimohon untuk tidak benar-benar terjadi. Semuanya sudah dituliskan. Sudah disusun. Misalnya perihal kesedihan.
The Accident Lasts The Happiness
594      415     9     
Short Story
Daniel Wakens, lelaki cool, dengan sengaja menarik seorang perempuan yang ia tidak ketahui siapa orang itu untuk dijadikannya seorang pacar.
SarangHaerang
2311      954     9     
Romance
(Sudah Terbit, sebentar lagi ada di toko buku dekat rumahmu) Kecelakaan yang menimpa saudara kembarnya membuat Hae-rang harus menyamar menjadi cewek. Awalnya dia hanya ingin memastikan Sa-rang menerima beasiswanya, akan tetapi buku harian milik Sa-rang serta teror bunga yang terjadi memberikan petunjuk lain kalau apa yang menimpa adiknya bukan kecelakaan. Kecurigaan mengarah pada Da-ra. Berb...
the Overture Story of Peterpan and Tinkerbell
14727      9398     3     
Romance
Kalian tahu cerita peterpan kan? Kisah tentang seorang anak lelaki tampan yang tidak ingin tumbuh dewasa, lalu seorang peri bernama Tinkerbell membawanya kesebuah pulau,milik para peri, dimana mereka tidak tumbuh dewasa dan hanya hidup dengan kebahagiaan, juga berpetualang melawan seorang bajak laut bernama Hook, seperti yang kalian tahu sang peri Tinkerbell mencintai Peterpan, ia membagi setiap...