“Barang yang belum ada apa aja nih?”
Saat ini regu pendakian Salak sedang melakukan pengecekan logistik yang akan mereka bawa selama beberapa hari mendaki gunung. Regu Gunung Rimba terdiri dari Igoy sebagai ketua regu, Pesuy, Riad, Ngani dan Pai sendiri. Sedangkan untuk regu lainnya dibagi lagi menjadi Regu Susur Pantai, Regu Goa dan Regu Panjat Tebing.
Sebenarnya Pai memilih untuk masuk ke divisi Gunung Rimba hanya karena ia takut air dan gelap. Ia tidak ingin berada di situasi dimana ketakutan atau phobianya itu terpancing, lagipula Gunung Rimba tidak begitu melelahkan. Ah, mungkin sangat melelahkan, tetapi semua divisi mempunyai titik dimana suatu hal pasti penting dan menguras energi.
“Yang belum itu ada GP (Gas Portable), terus konsumsi yang kecil-kecil kayak mie, telur, garam, kopi, teh, susu dan gula. Oh iya, aing mau minta uang buat beli madu juga.” sahut Pai kepada Igoy sambil mengecek catatannya.
“Madu buat apa?” tanya Ratih, salah satu anggota regu PT.
“Buat ngemil aing selama di perjalanan, hehe..” jawab Pai dengan wajah tak bersalah.
“Sianjirr.. Kenapa gak bawa gula merah aja kayak waktu ke Cikuray? Hahaha…” ledek salah satu temannya sedangkan Pai hanya membalas ledekannya itu dengan delikan mata saja.
Kebiasaan Pai saat mendaki yang membuatnya jadi bahan ledekan teman-temannya itu terbentuk saat pertama kali masuk ke UKM Pecinta Alam itu. Saat hari kelima Diklatsar, ia dan teman-temannya melakukan long-march (berjalan kaki cukup jauh) dari lokasi Diklatsarnya yang berada di daerah Garut menuju ke Bandung kota. Perjalanan ini membutuhkan waktu 2 hari 1 malam dan peserta mau tidak mau mendirikan shelter atau tempat meneduh di malam hari di lapangan bola milik warga di daerah Bandung Utara. Tidak hanya itu, para senior sengaja membuat tes mental dan fisik peserta diklatsar dengan membuat mereka mengitar daerah itu melalui Bukit Tunggul dan berlanjut ke daerah Punclut dan terakhir menuju ke kampus yaitu rute terakhir.
Bayangkan, bagaimana melelahkannya proses perjalanan itu? Pai yang memang fisiknya bisa dibilang tidak terlalu kuat, akhirnya ia diberikan sedikit saran dari salah satu seniornya yaitu untuk menjaga agar energi tetap ada dan tidak mudah capek, sebaiknya mengkonsumsi makanan atau minuman manis seperti permen dan minuman berasa. Memang tidak masalah mengkonsumsi minuman berenergi tetapi jika terlalu banyak itu akan membuat tenggorokanmu kering dan juga membuat terus menerus haus. Maka dari itu Pai selalu membawa banyak persediaan permen dan juga minuman berasa di kantong celananya untuk berjaga-jaga. Bahkan, ia sempat membawa gula merah balok saat melakukan pendakian ke gunung Cikuray dan itu menjadi bahan ledekan semuanya kala ia ‘ngemil’ gula merah balok saat berjalan menyusuri rimba.
“Diem ah, bacot!” jawab Pai membalas Iqbal yang memancing gelak tawa dari beberapa orang di dalam sekrenya itu.
***
Waktu menunjukkan jam 5 sore dan aktivitas di dalam sekre menjadi lebih ramai dari sebelumnya. Selain regu Gunung Rimba, regu Panjat Tebing juga melakukan perjalanannya di malam ini. Sedangkan regu Susur Pantai dan Goa akan melakukan ekspedisinya di esok harinya.
Sesudah sholat Maghrib, mereka berkumpul di ruang sekre untuk mendengarkan nasehat dan arahan dari para seniornya. Mereka akan melakukan ekspedisi terakhir sebelum mendapatkan syal Anggota Tetap dari UKM Pecinta Alam itu.
“Jadi, untuk semua anggota yang malam ini atau besok melakukan ekspedisi terakhir, semoga lancar perjalanannya, semoga gak ada halangan selama di perjalanan ya. Kalian semua disini sudah tau apa yang boleh dan gak boleh dilakukan selama ekspedisi, dan di ekspedisi ini kalian harus belajar untuk belajar mendisiplinkan diri sendiri, kerja tim juga harus kompak ya.” kata Kang Budi selaku senior angkatan I yang juga seorang dewan penasehat di UKM tersebut. Para peserta dengan patuh mendengarkan semua perkataan dari seniornya itu. Tidak sedikit dari mereka merasa takut, khawatir dan bersemangat dengan kegiatan ekspedisi ini. Beberapa dari mereka terlihat antusias dari rona wajahnya, kecuali satu orang, Pai.
Selama para senior memberikan nasehatnya secara bergantian, ia hanya menatap kosong ke arah pojok ruangan. Terlihat sorot matanya yang kosong tanpa berkedip, padahal sebenarnya ia sedang mendapatkan suatu vision. Penglihatan yang membuat mental dan fisiknya lelah seketika seolah-olah tersedot oleh itu.
‘Hosh..hosh..’
Suara nafasnya sudah tidak beraturan dan wajahnya memucat, sedangkan teman-temannya yang berada duduk di dekat Pai tidak melihat perubahan sikapnya itu. Tetapi kang Budi melihat dengan jelas perubahannya.
★★★
“Lebih baik kamu izin buat gak ikut pendakian kali ini.” kata kang Budi yang sejak tadi memperhatikan Pai mengemas kembali beberapa barang bawaannya itu.
Ia tau jika Pai sebenarnya tidak ingin pergi tetapi karena keharusannya mengikuti aktifitas itu untuk mendapatkan nomor anggota, mau tidak mau ia harus berangkat malam ini. Tetapi memang tidak dipungkiri jika sebagian dirinya meneriakkan kata-kata peringatan di kepalanya, haruskah ia pergi? Bagaimana dengan perasaan takutnya saat ini? Apakah nanti akan terjadi sesuatu yang besar dan mengerikan?
“Tapi, aku harus pergi kang. Mungkin ini terakhir kalinya aku melawan intuisiku.” kata Pai setelah agak lama ia terdiam dalam pikirannya.
Pai mungkin memang merasa jika seharusnya ia tidak perlu mengikuti kegiatan ini atau bisa saja ia memohon pada seniornya yang lain untuk memindahkannya ke divisi lain, tetapi ia tidak sampai hati dengan anggota yang lain jika ia melakukan itu.
***
“Jaga diri, jangan sampai kenapa-kenapa. Pulanglah dengan 3 jiwa, jangan lebih dan jangan kurang.” Kata kang Budi pada Pai saat mereka mengantarkan tim Salak menuju ke mobil sewaan yang mereka tumpangi.
Beberapa senior Pai memang mengetahui jika Pai mempunyai kemampuan yang berbeda dari teman-temannya yang lain karena satu dan lain hal pernah terjadi, maka dari itu mereka juga sedikit khawatir kalau-kalau hal serupa terjadi saat pendakian. Apalagi Igoy yang selalu di wanti-wanti oleh para senior untuk menjaga para anggota selama pendakian menjadi tugas yang cukup berat mengingat tidak ada para senior yang akan membantunya jika terjadi hal-hal diluar kendali nantinya.
“Iya kang. Doain semoga semua lancar ya.” Pai tidak lupa meminta restu dari senior-seniornya dan juga saudaranya yang lain. Ia bahkan sempat meminta doa dari teman-teman yang berbeda tim dan juga semua orang yang ia kenal yang masih berada di kampus.