Read More >>"> Backstreet (Two) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Backstreet
MENU
About Us  

"Mark ada di dalam. Langsung masuk aja. Tadi anaknya masih tidur." Taeyeong mengangguk dan tak lupa mengucapkan terima kasih karena sudah menjaga Mark.

"Kamu udah mau berangkat? Nggak mau bareng kita aja?"

"Nggak usah, aku ada kelas pagi hari ini. Oh iya, aku udah buatin sarapan buat kalian, tolong dimakan dulu, ya? Jangan dibiasain nggak sarapan."

Taeyeong tersenyum kecil. "Pantesan berat badan Mark makin naik aja, dikasih makanan mulu."

"Biarin dia gembul kayak Shindong oppa, kan lucu."

"Sijeuni juga nggak akan protes. Seenggaknya anak itu nggak akan kehilangan kebucinan seorang Ivanka."

Wajahku langsung memerah mendengarnya. Demi mengalihkan topik, aku langsung menyuruh Taeyeong masuk.

Selain Taeyeong, ada Yuta, Haechan, dan Johnny yang ikut menjemput Mark.

"Kalian aku tinggal nggak masalah, kan?"

"Sepagi ini? Mau ke mana?"

"Kuliah, ada kelas pagi sampai siang. Jangan lupa sarapan dulu. Tinggal ambil di dapur. Bye."

Aku berpamitan. Ini bukan kali pertama aku menyerahkan apartemenku pada mereka. Toh, nanti alan dikunci lagi oleh Mark—karena cuma dia yang tahu password apartemenku.

Jam tujuh pagi, aku sudah harus ke kampus, dan jam makan siang nanti persiapan untuk diskusi lirik dengan Ten dan memastikan musik yang aku garap kemarin berfungsi dan siap didemokan.

Aku tidak mendapat posisi sebagai salah satu orang yang bekerja di dapur rekaman secara cuma-cuma. Awalnya, aku hanya seorang staff pembantu saja di ruang rekaman yang mengatur alur recording atau ketika ada kesalahan mixing, lalu atasanku sadar dengan kemampuan dan instingku dalam musik, lalu mengajukan namaku ke agensi. Aku sempat dites ini itu, dan akhirnya bisa bekerja langsung di studio didampingi beberapa mentor sebagai pengawas. Kontrak eksklusifku dengan SM nanti, setelah lulus kuliah.

🍉🍉🍉

"Hai," sapa Ten begitu melihatku sudah stand by di studio.

Aku memutar kursi, kemudian tersenyum ke arahnya. Penghangat ruangan sudah kunyalakan sejak tadi, sehingga Ten tidak perlu menggunakan mantel tebalnya lagi.

"Jalanan lancar?"

"Lumayan sepi. Cuma ada gumpalan salju yang agak mengganggu. Dari jam berapa di sini?" Ten menerima minuman hangat yang kusiapkan. "Thanks for coffee."

"Dari jam dua belas, lepas kuliah langsung ke sini."

"Rajin banget. Ada kuliah hari ini? Jam berapa?" cibirnya. Aku tertawa.

"Jam tujuh pagi. Aku kabur duluan. Mark tidur di tempatku semalam, anak-anak 127 squad langsung jemput."

"Dia pasti kangen banget. Dasar bucin—no, kalian yang bucin, meskipun Mark yang lebih parah."

Kami berdua tertawa, atau lebih tepatnya hanya Ten yang tertawa puas. Aku hanya meringis membenarkan. Mark memang sebucin itu. Meski nggak rutin berkirim pesan, Mark lebih suka bertemu langsung atau video call. Dia juga super protektif. Namun, dia orang yang paling sabar dan lembut.

"Coba dibaca dulu, baru selesai semalam. Begadang, nih, demi kalian. Aku sampai nyuekin Mark."

Ten menerima partitur lirik. Membacanya dengan raut serius sambil sesekali mengerutkan kening atau mengangguk. Beginilah anak-anak SM terutama NCT, meski di luar kelihatan tidak bisa diatur, bar-bar, berisik, minim akhlak, tapi jika sudah urusan kerjaan, mereka bisa sangat serius.

Ten tampak menggaris bawahi beberapa part.

"Bagian ini rap, kan? Gimana kalau liriknya diubah jadi ini." Aku mendekat ke arahnya. Ten menulis lirik baru di atas tulisanku.

Aku menekan beberapa nada di keyboard, "Gimana kalau nada yang ini diubah. Coba dengerin ini."

Aku memainkan bait lagu tersebut dengan keyboard. Ten tampak berpikir sejenak.

"Masih bisa diubah? Kan aransemennya udah jadi."

Aku tersenyum miring, membuka folder lain, dan memainkan aransemen cadangan yang sengaja kubuat. "Aku buat dua versi. Iseng aja buat jaga-jaga."

Ten sempat menatapku tak percaya. Dia mendengarkan hasil aransemenku dan bertepuk tangan.

"Anak rajin emang. Pantesan SM berani nerima kamu sejak masih mahasiswa semester akhir. Habis magang langsung direkrut. Ini otak isinya apa, sih?"

Ten mendorong keningku pelan. Aku hanya bisa menyebik sebal. Kadang Ten emang sekurang asem itu.

"Don't touch her."

Aku dan Ten menoleh ke sumber suara. Melihat Mark di ujung pintu dengan dua minuman di tangannya. Senyumku mengembang.

"Mark."

Ten mendengus, kembali memainkan kepalaku, bermaksud mengejek Mark.

"Nih, toyor lagi. Posesif bener bocah ini."

"Aww—Mark," aduku saat Ten mencubit pipi.

"Heh! Pacarku itu. Orang, bukan boneka. Jangan main toyor. Kalau kepalanya lepas gimana?" Mark melotot, menggeser Ten untuk menjauh dariku dan mengelus aingkat bekas cubitan Ten.

"Ganti aja pakai kepala boneka salju."

Idol asal Thailand itu kemudian tertawa. Paling suka membuat Mark kelimpungan dengan cara menyiksaku.

"Mulutnya kok bisa cantik banget, sih?" cibirku. Pandanganku beralih ke Mark. "Bawa apa?" tanyaku.

"Susu hangat buat kalian." Mark memberi minuman tersebut. Aku menyesapnya perlahan.

"Ngapain ke sini? Bukannya kalian lagi syuting di depan?" tanya Ten. Pria itu kembali duduk di tempatnya, sedangkan Mark memilih berdiri di sebelahku.

"Lagi break, mampir sebentar bawain kalian minuman." Mark mengelus kepalaku. Ten bergumam terima kasih dan menikmati minumannya.

Mark memang baik, perhatian pada siapa saja. Dia bahkan sangat disayang oleh semua staff SM. Pemegang gelar trainee yang paling pekerja keras selama tiga tahun berturut-turut.

"Masih syuting dari pagi?" tanyaku. Mark mengangguk sambil tersenyum tipis.

"Gimana perkembangannya?" tanya Mark pada Ten.

Sebentar lagi WayV comeback mini album pertama. Dan aku dipercaya menggarap dua lagu mereka. Satu lagunya ditulis langsung oleh Ten dan aku.

"Masih diskusi here and there. Pacarmu labil banget." Ten mengeluh, yang tentunya cuma bercanda.

Aku meringis, "Nggak bakal aku acak-acak juga aransemen aslinya. Cuma lagi dapet ide aja semalem."

"Gara-gara Mark nginep, tuh."

Mark kemudian menatapku, "Kamu begadang lagi? Katanya kemarin aransemennya udah final."

"Mendadak pengin coba yang lain aja. No problem. Kamu nggak bisa lama kan, di sini?"

"Astaga, aku lupa. Aku balik ke depan dulu, ya." Mark tampak seperti cacing kepanasan.

Aku mengibaskan tanganku, mengusirnya, "Hush, hush."

"Kabarin kalau udah selesai." Tanpa menunggu jawabanku, Mark langsung menutup pintu.

Aku dan Ten berpandangan sejenak, lalu sama-sama mengendikkan bahu. Kami melanjutkan diskusi yang sempat tertunda.

To be continued...

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Tulus Paling Serius
1690      727     0     
Romance
Kisah ini tentang seorang pria bernama Arsya yang dengan tulus menunggu cintanya terbalaskan. Kisah tentang Arsya yang ingin menghabiskan waktu dengan hanya satu orang wanita, walau wanita itu terus berpaling dan membencinya. Lantas akankah lamanya penantian Arsya berbuah manis atau kah penantiannya hanya akan menjadi waktu yang banyak terbuang dan sia-sia?
A - Z
2567      873     2     
Fan Fiction
Asila seorang gadis bermata coklat berjalan menyusuri lorong sekolah dengan membawa tas ransel hijau tosca dan buku di tangan nya. Tiba tiba di belokkan lorong ada yang menabraknya. "Awws. Jalan tuh pake mata dong!" ucap Asila dengan nada kesalnya masih mengambil buku buku yang dibawa nya tergeletak di lantai "Dimana mana jalan tuh jalan pakai kaki" jawab si penabrak da...
ADIKKU YANG BERNAMA EVE, JADIKAN AKU SEBAGAI MATA KE DUAMU
21      9     1     
Fantasy
Anne dan Eve terlahir prematur, dia dikutuk oleh sepupu nya. sepupu Anne tidak suka Anne dan Eve menjadi putri dan penerus Kerajaan. Begitu juga paman dan bibinya. akankah Anne dan Eve bisa mengalahkan pengkhianat kerajaan? Siapa yang menikahi Anne dan Eve?
Praha
263      158     1     
Short Story
Praha lahir di antara badai dan di sepertiga malam. Malam itu saat dingin menelusup ke tengkuk orang-orang di jalan-jalan sepi, termasuk bapak dan terutama ibunya yang mengejan, Praha lahir di rumah sakit kecil tengah hutan, supranatural, dan misteri.
Mapel di Musim Gugur
412      289     0     
Short Story
Tidak ada yang berbeda dari musim gugur tahun ini dengan tahun-tahun sebelumnya, kecuali senyuman terindah. Sebuah senyuman yang tidak mampu lagi kuraih.
Call Me if U Dare
3469      1167     1     
Mystery
Delta Rawindra: 1. Gue dituduh mencuri ponsel. 2. Gue gak bisa mengatakan alibi saat kejadian berlangsung karena itu bisa membuat kehidupan SMA gue hancur. 3. Gue harus menemukan pelaku sebenarnya. Anulika Kusumaputri: 1. Gue kehilangan ponsel. 2. Gue tahu siapa si pelaku tapi tidak bisa mengungkapkannya karena kehidupan SMA gue bisa hancur. 3. Gue harus menuduh orang lain. D...
Melody Impian
563      378     3     
Short Story
Aku tak pernah menginginkan perpisahan diantara kami. Aku masih perlu waktu untuk memberanikan diri mengungkapkan perasaanku padanya tanpa takut penolakan. Namun sepertinya waktu tak peduli itu, dunia pun sama, seakan sengaja membuat kami berjauhan. Impian terbesarku adalah ia datang dan menyaksikan pertunjukan piano perdanaku. Sekali saja, aku ingin membuatnya bangga terhadapku. Namun, apakah it...
Kompilasi Frustasi
3501      1009     3     
Inspirational
Sebuah kompilasi frustasi.
Cinta untuk Yasmine
1709      777     17     
Romance
Yasmine sama sekali tidak menyangka kehidupannya akan jungkir balik dalam waktu setengah jam. Ia yang seharusnya menjadi saksi pernikahan sang kakak justru berakhir menjadi mempelai perempuan. Itu semua terjadi karena Elea memilih untuk kabur di hari bahagianya bersama Adam. Impian membangun rumah tangga penuh cinta pun harus kandas. Laki-laki yang seharusnya menjadi kakak ipar, kini telah sah...
Kenangan Terakhir Bersama Seorang Sahabat
844      494     2     
Short Story
Kisah ini mengingatkanku, ketika kita pertama kali bertemu denganmu. tapi pada akhirnya kau...