NCT atau Neo Culture Technology adalah boyband kenamaan asal Korea Selatan. Bernaung di bawah agensi besar, dengan label big 3 bernama SM Entertaiment.
Heol! Siapa juga yang tidak tahu NCT? Kalau iya, tolong cek apa saja tontonannya sehari-hari.
NCT, yang punya member tak terbatas alias limitless, dan saat ini sudah memiliki 21 member dengan empat sub-unit. Jangkauan musiknya sudah mendunia, langganan keluar masuk Korea-Amerika.
Setidaknya begitulah berita yang kudengar dari TV. Aku menatap wajah mereka dari sana, sambil memakan keripik kentang dan sekaleng cola. Sudut bibirku tertarik saat kamera menyoroti salah satu membernya.
Mark Lee, pacarku.
Hm? Halu? Maaf, tapi dia memang benar-benar pacarku, pacar dalam dunia nyata, bukan sekadar cerita fiksi di Wattpad.
Oh ya, namaku Ivanka, biasa dipanggil Vanka atau Anya. Oh, untuk Anya, itu khusus Mark.
Kenapa, sih? Sudah kubilang dia itu pacarku. Kenapa tidak ada yang—
Ting nong!
Aku menoleh ke arah pintu, lalu berganti melirik jam di dinding. Siapa yang bertamu ke rumah perawan selarut ini, sih?
Dengan malas, aku berjalan terseok menuju pintu. Kubuka pintu teraebut dan nyaris berteriak mendapati seorang pria lengkap dengan jaket, syal hitam, masker, dan topi membungkus tubuhnya.
"What are you doing?"
"Um, can i go first? It's getting cold, thou," ucapnya. Aku langsung menggeser tubuhku ke samping, mempersilakannya masuk.
Aku menutup pintu, membantunya melepas mantel dan semua penyamarannya.
"Mark, kenapa nggak menghubungiku dulu kalau mau ke sini?" tanyaku.
"Surprise?" Mark tersenyum tipis, mencium pucuk kepalaku dan berjalan menuju sofa.
Sudah lihat? Apa kataku, kan? Mark Lee adalah pacarku. Setidaknya, hanya aku dan anak-anak NCT saja yang tahu. Oh, para manager juga tahu soal ini. Karena yang sedang menjalin hubungan tidak hanya Mark saja.
Aku berjalan ke pantry yang tak jauh dari ruang TV. "You wanna some toast?" tawarku.
"Yes, please," teriaknya dari sana.
Aku segera membuatkannya roti bakar dan coklat panas. Di Korea sedang musim dingin dan aku agak menyayangkan sikap nekat Mark yang rela melipir lebih dulu ke apartemenku ketimbang langsung ke dorm setelah jadwalnya selesai.
"Ke sini udah izin, kan?" tanyaku sambil meletakkan dua cangkir coklat panas dan beberapa roti bakar.
Mark mengangguk, menepuk sisi sebelahnya, isyarat agar aku duduk di sampingnya.
Aku menurut, Mark membentangkan selimut yang sejak awal sudah ada di sofa dan menyelimuti tubuh kami. Aku memeluk pria itu dari samping sambil menyandarkan kepalaku di bahunya.
"Dua minggu aku tinggal, ngapain aja?"
"Kerja, dong, memangnya ngapain lagi?"
"Lagu WayV sudah selesai kamu garap? Mau dengar sample-nya, dong."
Aku mencubit pinggangnya, "Eyy! Mana boleh? Lagian aku belum selesai garap liriknya. Besok baru mau diskusi sama Ten oppa di kantor."
Fyi, aku adalah salah satu karyawan magang di SM Entertaiment. Magang? Ya, karena saat ini masih berstatus mahasiswa semester tujuh di salah satu fakultas bergengsi di Korea dan sedang mengambil ancang-ancang untuk skripsi di semester 8 nanti. Doakan saja target kuliah 3,5 tahunku tercapai. Oh, alasan lain SM menerima CV-ku meskipun masih mahasiswa adalah karena aku salah satu lulusan terbaik SOPA di jurusan musik. Sombong? Memang kenyataannya, kok. Dan beginilah jadinya sekarang, jadi budak korporat dan objek bucin seorang Mark Lee.
"Jam berapa ke kantor?" tanya Mark. Aku mengernyit mendengar nada tak biasa Mark.
Aku mengecek suhu tubuhnya, dan benar saja, dia sedang sakit. Aku menghela napas.
"Kamu sakit? Udah minum obat?"
Mark menggeleng. Aku mendengus. "Terus ngapain ke sini? Kamu baru landing dari Vietnam, kan? Bukannya pulang. Nggak jetlag?"
"Aku kan kangen," rajuknya. Ah, imutnya~
"Kan besok masih bisa ketemu di kantor, Mark. Kamu butuh istirahat."
"Ini juga lagi istirahat, kan?" Mark langsung tidur di pangkuanku. Aku mendengus lagi.
Mark mencubit pipiku. "Nggak seneng pacarnya dateng? Nggak kangen dua minggu aku tinggal kerja, cari nafkah buat kita nanti?"
"Heh, mulut! Cari nafkah apanya?"
"Kamu nggak mau aku nafkahin?"
"Y-ya, mau—heh! Kok jadi bahas soal nafkah, sih?" Mark terkekeh pelan mendengarnya.
Posisinya berubah menjadi miring ke samping dan memeluk perutku. Napas hangatnya terasa menggelitik.
"Bangunin aku lima belas menit lagi, ya? Besok ada jadwal pagi di kantor. Syuting bareng Hyung Don.
Aku ingin menawarkannya bermalam di sini, tapi apa kata tetangga kalau tahu dua orang berbeda jenis ada di satu atap yang sama? Ini bukan Kanada yang bisa bebas menginap meski di rumah lawan jenis.
Tak butuh waktu lama sampai Mark akhirnya bisa lelap di pangkuanku. Pandanganku meredup, tanganku mengusap lembut surai blondenya yang halus. Kadang, aku kasihan melihatnya bekerja terlalu keras. Aktif di tiga grup sekaligus bukan hal yang mudah.
Aku dan Mark adalah tetangga di Kanada. Rumah kami bersebelahan. Karena kecintaanku pada musik khususnya kpop, lulus SMP, aku langsung terbang ke Seoul. Saat itu, murni karena aku ingin belajar musik di negara mama. Tidak terbayang akan satu sekolah dengan Mark.
Mark luar biasa senang saat tahu aku satu sekolah dengannya. Dia juga yang mengajariku bahasa Korea. Tidak sepertinya yang lahir dari orang tua berdarah Korea asli, aku lahir dari darah Amerika milik papa dan darah Korea milik mama.
Tahun kedua perkuliahan, aku berpacaran dengan Mark. Awalnya diam-diam, sampai akhirnya teman-temannya mulai tahu dan hubungan kami bertahan hingga saat ini.
Gurat lelah jelas terlihat di wajah tidurnya. Sekali lagi, aku mengusap pelan pipinya, lalu menunduk untuk mengecup pelipisnya.
Aku meraih ponselku. Mengetik beberapa kalimat dan mengirim pesan tersebut. Tak lama menunggu, sebuah balasan masuk.
TY track : Biarin dia menginap semalam di sana. Besok pagi kami yang jemput. Tolong jaga bocah itu, ya.
Aku mengulang tiga kali membacanya. Mendesah pasrah, lalu menatap wajah Mark sekali lagi.
Pasti berat jadi idol dengan talenta segudang kayak gini. Makin sibuk, jadi makin sayang.
To be continued...