Pekan ini hampir sama seperti sebelumnya. Kuhabiskan waktu berkutat dengan buku-buku ilmiah yang harus kulahap sore ini. Aku tak sendirian, segelas kopi hitam ditambah roti rempah ala India telah menemaniku selama 72.000 detik. Ya, duduk di salah satu sudut Caffe yang bernuansa Eropa. Cukuplah untuk menyuntikkan energi positif dan memberikan sumbangan inspirasi untuk tugas dari Mr.John. Kuteguk kopi hitam yang berada di samping laptop 12 inchi-ku. Sembari menyeruput kopi, mataku menjelajah menembus kaca. Kudapati lelaki berjaket hitam melambaikan tangan ke arahku.Akh... rasanya aku ragu dengan apa yang kulihat, sedikit memicingkan mata berharap bisa mengenali lelaki bertubuh besar berjaket hitam. Samar-samar aku mengenalinya. Sesaat ,lelaki itu menunjukan senyum simpul yang khas. Senyum yang selama ini kurindukan, senyum yang membuat jantungku berdegup tak beraturan, dan senyum yang selalu mengingatkanku pada perpisahan di bulan Januari. Bulir - bulir air menetes di pipiku. Air mata rindu yang menggebu berpadu rasa sakit kehilangan sosok yang pernah mengisi relung jiwa ku.
Ku perhatikan jalan yang berada di seberang melalui jendela Caffe Dream Land. Hilang. Lelaki pemilik senyum simpul itu hilang entah kemana. “ Ahh… jangan- jangan aku cuma halusinasi ,payah lu Chik” kataku dalam hati. Sebenarnya aku mencium aroma yang tak biasa. Lupakan Chik ! jelas makanan ini bukan dari Caffe Dream Land , karena aku paham betul aroma dari setiap makanan yang ada di daftar menu.
Aku mencium aroma khas, menenangkan , ya seperti parfum rasa eternity. Sudahlah ! halusinasiku semakin menggila dan seluruh sel di otak terhubung mengingat satu nama .Ha ?? Mas Pra..…. belum sempat kuucapkan namanya. Tiba tiba sebuah tangan menepukku dari belakang. Perasaanku sudah mulai tidak enak. Akupun menoleh ke belakang.
“Hei apa kabar ?” tiga kata terucap ringan dari bibir pemilik senyum simpul
“ Eh Mas Pras, kok sendirian aja mas ? Enggak samaaaa…. “
“ Ah bodoh ! kenapa aku bertanya seperti itu”
“ Ayuk duduk “ kataku memberikan senyuman
“ Oke, thanks cik “
Sungguh pertemuan yang tak terduga, berawal dari percakapan ringan dan percakapan selanjutnya mengalir begitu saja. Mulai dari menanyakan kabar masing masing. Pekerjaan. Hobi yang ditinggalkan. Hingga masalah yang agak berat seperti C I N T A.
“Kopi hitam ?wah…dari dulu sampai sekarang kamu enggk berubah ya, dasar Cika Chickennnn “ sembari mengacak-acak rambutku.
Chika Chiken adalah panggilan sayang yang dia berikan padaku. Chicken karena aku makhluk yang susah dibangunkan tapi dibalik itu katanya… aku lucu dan menggemaskan. Tapi itu dulu -
“ Ya aku nggak akan berubah sama sekali kok Mas. Sama seperti perasaanku padamu. Seinchi pun sama sekali tidak berubah, aku masih mencintaimu Mas” bisikku dalam hati.
Setidaknya tahun terakhir semenjak kita memutuskan untuk berpisah, tak banyak yang berubah dari seorang Mas Pras.. Masih tetap menjadi pribadi yang menyenangkan, dan romantis. Bedanya sekarang memiliki kumis tipis yang membuat wajah tampannya semakin mempesona. Kali ini Dia memesan kentang goreng yang super duper crispy ditambah dengan jus mangga. Mungkin dinginnya Kota Sejuta Bunga ini membuat perutnya merasa sangat lapar. Bisa kulihat jelas dari caranya menyantap kentang goreng saus tomat dengan lahap tanpa menyisakan satu potong pun. Bukan hanya itu saja, Dia juga tak segan untuk menambah jus apel dan juga zuppa soup hangat cocok sekali disantap dengan suhu 22 derajat seperti saat ini. Mas Pras bercerita padaku, sekarang dia sudah memiliki Studio Photo yang berada di Jalan Merapi Raya No 21. Meskipun masih terbilang baru, akan tetapi “Studio Photo Prasetyo “ cukup sering ku dengar dari teman-teman.
Aku tahu semua itu pasti tidaklah mudah. Orang tua Mas Pras adalah seorang Jendral berpangkat bintang 4 yang tidak menginginkan putra semata wayangnya hanya menjadi seorang photografer. Kemanapun kaki melangkah selalu membawa kamera DSLR sebagai senjata pamungkasnya. Tegar Wicaksono begitulah namanya yang tepampang di seragam hijau loreng-loreng yang selalu ia kenakan. Menjadi seorang potografer itu bukanlah pekerjaan yang menjanjikan, hanya membuang-buang waktu saja.
Ketika aku masih menjadi kekasih Mas Pras, perdebatan antara Om Tegar dan Mas Pras sudah menjadi pemandangan biasa. Hampir setiap hari mereka berdebat . Om Tegar membanting Kamera kesayangan Mas Pras “ Kamera DSLR Canon EOS 6 ‘’ di depan mata Mas Pras. Padahal, untuk membeli satu kamera harus memeras keringat, kerja serabutan membagi waktu antara sekolah dan kerja, berusaha mempertahankan nilai - nilai sekolah dll. Bagiku sangat wajar bila pada saat itu sorot mata Mas Pras menaruh kebencian kepada ayahnya. Om Tegar sendiri terlalu menuntu. Semua menginginkan yang terbaik untuk anak semata wayangnya supaya sukses dan tidak membuat masa mudanya sia sia. Caranya saja yang salah. Terlalu memaksakan kehendak. Bahkan, jika perintah ayah Mas Pras tidak dipatuhi, pasti dengan ringannya tangan kasar Om Pras mendarat begitu saja dipipi, kaki, ataupun di sekujur tubuh dan meninggalkan lebam. Aku tahu persis bagaimana perasaanya. Aku pula lah yang selalu mengobati luka luka itu. Tapi, untuk luka yang sudah tertancap jauh dilubuk hatinya tak bisa aku obati. Hanya dengan memotret keadaan sekitar melalui bidikan lensa Kamera DSLR yang memiliki berat 680 gram ini membuatnya menjadi lupa akan kesedihan yang dialaminya.
-5 Agustus 2011-
“ Hey Chika Chickennn, geser ke kanan lagi, geser lagi. Senyumnya nggak usah malu malu yang lepas aja… yak ! yak !! pas … one.. two… three “
Cekrekkk…. flash dari kamera DSLR miliknya menyudahi sesi pemotretan hari ini.
“ Gimana mas ? Bagus ?? “ tanyakku
“ Wah…. gak diraguin lagi bentar lagi jadi model professional lu “ sambil mengacak - acak rambutku. Aku hanya tersenyum dan seketika itu pipiku berubah merah merona “ apaan sih mas….”
Berawal saat aku masih mengenakan putih abu - abu di salah satu SMA favorit di Kota Magelang. Aku dan Mas Pras memiliki hobi yang saling berkaitan. Dipertemukan di satu ektra kurikuler yang sama yaitu di Jurnalis. Suka berbicara di depan kamera. Seringnya bertemu dan berada di dalam satu team yang sama, membuat benih-benih cinta antara kita tumbuh seiring berjalannya waktu. Tak butuh waktu yang lama ,Mas Pras menyatakan cintanya saat kita berada di puncak Bukit Hood yang terletak di kota Kebumen. Saat itu kita sama-sama membuat proyek untuk memenuhi tugas dari Pak Joko. Meliput tentang pesona Kebumen .Diatas ketinggian 150 dpl dari permukaan laut. Aku bisa merasakan deru ombak yang memecah karang dan tiupan angin kencang. Sejauh mata memandang ku nikmati hamparan laut yang terbentang luas di depan mata ditambah lagi pemandangan sunset yang sangat jarang kujumpai di Kota Magelang “its look like sun kisses the sea “ dan aku sangat menyukainya.
Mas Pras datang dan menyodorkan kameranya untuk memperlihatkan hasil jepretannya, ku geser ke kanan… kanan lagi… begitu seterusnya. Kudapati ternyata sedari tadi Mas Pras hanya memotretku bukan pemandangan indah, laut, ataupun kapal - kapal yang tertata di bibir pantai. Ternyata, semua objek dari hasil bidikan Mas Pras adalah aku. Aku dengan pose kagum memandang hamparan laut, foto candid ketika aku tersenyum, foto ketika aku hampir terpeleset karena licinnya jalan menuju puncak, foto ketika angin menerpa jilbabku dan semuaaaa serba aku
“ Lah dari tadi Mas Pras cuma foto aku ??”
“ Hehe..sayang kalok keindahan tuhan dilewatkan begitu saja “
Krektek… kretek.... kretek…rasanya seperti tersambar petir mendengar kalimat yang baru saja dilontarkan Mas Pras. “Apakah dia sakit ? apa dia barusan terpeleset , terkena batu, hingga otaknya agak geser ? wah… bahaya ini ? “kataku dalam hati. Tiba tiba tangan Mas Pras yang di dingin menggenggam tangan kedua tanganku dengan erat, aku merasakan tangannya yang lebih besar dari miliku sedikit bergetar dan berkeringat dingin.
“ Chika… Aku mau jujur sama kamu” dia pun menarik nafas dalam - dalam
“ Awalnya aku biasa aja, akan tetapi lama lama aku mulai menyukai mu, kamu yang tampil apa adanya, kamu yang slalu ada ketika aku terpuruk, kamu yang slalu sukses menggetarkan hatiku saat berada disisimu, kamu yang,,,, Chika I love you ‘’ dengan tatapan yang tak biasa, Aku melihat ada keyakinan yang besar dari kedua bola matanya. Mata yang coklat yang meneduhkan.
“ Mas kamu gak sakit kan ? wah jangan jangan kamu kepentok batu, abis itu kamu jadi tiba tiba romantis ala korea korea gini deh hahha” Genggaman tangannya semakin kuat.
“ Aku enggak bercanda chik, aku serius.. mau gak kamu jadi pacarku ? “sembari menggeluarkan cincin di balik jaket hitamnya.
Tidak pernah kulihat Dia se-serius ini. Aku hanya menggaguk pelan dan tersenyum malu. Akhirnya menyematkan cincin berwarna putih berlambang hati di jari manisku. Memelukku erat.
“Jangan lupa kita harus mengabadikan moment indah ini.” tak lupa, kita pun berselfi-ria dengan menggunakan kamera DSLR kesayangan Mas Pras berlatar belakang maha karya Tuhan, matahari terbenam menghias di langit Kebumen.
Mas Pras bilang “ kita harus mengabadikan setiap moment yang sangat berharga di hidupmu karena bisa jadi moment itu tidak akan terulang lagi di masa depan . itu semua akan menjadi kenangan” Layaknya gambar selfi yang berada di kamera Mas Pras kala itu. Kenangan terindahku.( 15 Januari 2012 ).
Tak terasa waktu bergulir begitu cepat. Sudah hampir tiga tahun aku berstatus kekasih dari Mas Prasetyo. Baik suka maupun duka kita lewati bersama. Tangis, tawa, sedih ,senang semua bercampur menjadi satu. Hingga suatu hari beberapa sahabatku memberitau bahwa Mas Pras sedang dekat dengan salah satu model. Beberapa pekan lalu untuk sesi pemotretan majalah Gad*s . Sebenarnya Aku mencoba menepis, semua hal negatif yang dikatakan sahabat - sahabatku. Padahal aku tahu , mereka adalah orang - orang yang tak pandai berbohong. Suatu ketika, aku melihat dengan mata kepalaku sendiri di sebuah caffe berlantai dua yang terletak dekat alun alun kota. Wanita berambut pirang sebahu duduk di depan Mas Pras, sambil ber-haha hihi dan sesekali merapikan rambutnya. Kulihat tangan Mas Pras menggenggam tangan wanita berkulit putih itu dengan lembut dan betapa terkejutnya aku ketika wanita itu mendaratkan ciuman ke pipi kanan Mas Pras. Pyar..
Segelas kopi hitam lepas dari genggamanku membuat kepingan kepingan kristal bercampur cairan hitam kopi itu berceceran dilanti. Terbakar rasa cemburu, diliputi kebencian dan amarah yang sudah dilevel puncak dengan cepat ku menuju meja Mas Pras yang berjarak tau jauh dari mejaku
“ Oh, jadi ini alasan kamu Mas? Sekarang chat jarang di bales ?ditelpon nggak pernah diangkat ?waktu untuk ketemu susah. Wanita berambut pirang itu dengan takut bergegas berhambur menuju pintu keluar
“ Hey pelakor ! mo kemana lu ? “
Mas Pras berusaha mencoba menghentikanku dengan menarik tubuhku kedalam pelukannya. Hatiku sakit teriris perih. Aku pun memberontak dan tak kuasa air mata yang sudah kubendung sedari tadi tumpah begitu saja di pipiku
PLAK !
“ Tega kamu mas, kamu bilang kamu mau hunting foto , kamu bilang harusnya aku mendukung hobby kamu .tapi sekarang apa ? kamu udah hilangin kepercayaanku mas”
“ Tenang sayang,aku bisa jelasin semua ini, tunggu cikaaa jangan pergi “
“ Jangan temui aku lagi. Aku sudah muak dengan semua ini ! ‘’
Semua itu terjadi tiga tahun yang lalu, sekarang secara kebetulan kita dipertemukan kembali tanpa sengaja di caffe yang sama, tetapi dengan perasaan yang berbeda. Ya begitulah manusia, yang ditakdirkan untuk saling mencinta. Aku mencintaimu dan kamu mencintai dia.