Loading...
Logo TinLit
Read Story - CREED AND PREJUDICE
MENU
About Us  

Aku berjalan menuju kelas bersama dengan Hana, Yoga, Abid, dan Acher. Abid masih bermuram durja. Aku mengerti bagaimana perasaan seseorang jika kehilangan benda yang paling berharga baginya. Tadi bu Rika meminta kami untuk bersabar. Beliau memastikan untuk segera melakukan tindakan. Aku merasa kasihan pada Abid dan teman-teman yang kehilangan barang.

Acher kembali di kelasnya. Begitu pula dengan Hana dan Yoga pamit ke kelas. Aku mengajak Abid untuk mengobrol. Akan tetapi dia tidak menunjukkan senyumnya. Pak Jare, guru matematika belum datang di kelas. Jadi aku dan teman-teman berusaha menghibur Abid yang masih terdiam di bangkunya. Aku berusaha melempar canda padanya dengan harapan dia dapat tersenyum, sekecil apapun itu. Abid masih terdiam dengan melipat tangannya di atas meja. Tanpa sengaja aku melihat kedua lengan Abid yang kotor. Aku langsung membersihkan lengannya.

“Kenapa ada tanah di sekitar lenganmu?” tanyaku heran. Kami melihat meja Abid yang kotor karena tanah yang agak liat. Lalu aku juga melihat bekas tanah liat itu di lantai tepat dibawah meja Abid. Aku berjongkok dan berusaha memperhatikan jejak bekas tanah yang liat itu hingga mencapai depan pintu kelas. Aku mencoba berpikir keras. Tanah liat ini seperti tidak asing bagiku. ‘Apakah aku baru saja menemukan jejak si pencuri?’ Lalu beberapa saat kemudian, akal sehatku mengarah kepada seseorang yang sebelumnya berada di tempat yang penuh tanah! Dia adalah…

***

Setiap hari rabu, kelas kami dan kelas 7-C mendapat jadwal olahraga. Pak Handoso, guru olah raga kami yang mengajar kelas kami. Sementara pak Kamil, guru olahraga yang mengajar kelas 7-C. Setiap hari rabu itu juga, aku selalu bercanda dengan Acher. Karena jarak kita yang selalu jauh, maka kami selalu saling mengobrol dengan menggunakan bahasa isyarat melalui jari-jari kita. Teman-teman sekelasku pun mengakui bahwa mereka sangat sulit menerjemahkan bahasa isyaratku dan Acher. Hanya kami berdua yang tahu.

‘Sehabis pemanasan, kami mengambil penilaian lari keliling satu putaran,’ aku mulai melempar pesan pada Acher yang berada tidak jauh di pinggir lapangan. Acher tersenyum sembari menganggukkan kepalanya. Dia juga mulai menggerakkan jari-jarinya.

‘Kelasku mengambil penilaian bertanding sepak bola.’

Mengetahui hal itu, aku langsung tersenyum sambil mengacungkan jempol. Kami sama-sama tertawa. Setelah itu, pak Handoso memanggilku untuk segera berbaris dengan teman-teman yang lain. Pak Handoso mulai menghitung mundur. Aku segera bersiap-siap untuk lari.

“Tiga, dua, satu..!!!” pak Handoso meniup peluitnya. Aku dan teman-teman segera berlari kencang hingga keluar pagar sekolah.

***

Aku berhasil menempati urutan ketiga dari 34 siswa. Berlari sungguh membuatku lelah sekaligus senang setelah mengetahui hasilnya. ‘Aku juara tiga! Yay!’ pekikku dalam hati kegirangan. Saking gembiranya, aku ingin cepat-cepat memberitahu Acher. Namun aku tidak menemukannya di sekitar lapangan. Padahal teman-teman sekelasnya masih ada di lapangan. Aku sedikit terkejut ketika seseorang menepuk bahuku dari belakang.

“Eh, Abid!” tampak senyuman menghiasi bibirnya. Aku agak senang melihat keadaannya. Abid kembali tertawa ramah seperti biasanya.

“Aku dapat urutan ke dua puluh!” serunya sambil terus tertawa.

“Wah, lumayan tuh, Bid!” kataku sambil tertawa menanggapinya. Lalu kami memutuskan untuk duduk dan mengobrol dengan teman-teman lainnya. Tanpa sengaja mataku mengarah ke lapangan sepak bola. Aku melihat Acher yang melambaikan tangan. Aku menunjuk diriku sendiri dan Acher menganggukkan kepalanya.

‘Penilaianku mendapat urutan ketiga, Cher!” aku langsung menggunakan jari-jariku untuk melayangkan pesan padanya.

‘Wuih, Amar memang hebat. Pertahankan ya!’ balasnya. Lalu dia memberikan pesan lagi. Kali ini kalimatnya agak panjang. Aku langsung mengerutkan kening. Aku hampir tidak percaya setelah mengetahui pesan dari Acher.

‘Aku tidak pernah tahu kalau dia punya ipad. Mungkin kamu salah melihatnya,’ Acher berhenti sejenak. Dia tidak membalas pesanku. Lalu dia hanya mengangkat kedua pundaknya. Sepertinya dia agak ragu dengan kata-katanya. Aku menoleh ke arah Abid yang masih bercanda dengan teman-teman lainnya.

***

Aku masih merenung, memikirkan kata-kata Acher tadi. Hal itu membuatku tidak konsentrasi mendengarkan bu Nurma yang kini sedang menerangkan di depan papan tulis. Kemungkinan bu Nurma menyadari bahwa aku kurang memperhatikannya. Beliau menjelaskan sambil sesekali melihat ke arahku. Aku langsung menyimak penjelasan bu Nurma. Aku baru saja menyadari jika bu Nurma sudah menjelaskan tentang teori fungsional dan konflik. Sedangkan halaman buku yang aku buka berisi tentang penjelasan dari teori evolusioner. Dengan segera, aku membuka halaman selanjutnya. Aku langsung menggarisbawahi penjelasan tentang teori fungsional dengan stabilo. Terdengar ketukan dari luar. Bu Nurma menghentikan penjelasan dan membuka pintu kelas. Bu Rika, pak Handoso, dan Siti sedang berdiri di depan pintu kelas.

“Lho, Siti kok bersama dengan bu Rika dan pak Handoso?” gumamku pelan. Aku baru menyadari jika Siti, teman sekelasku, berdiri di samping bu Rika. Mereka memasuki ruangan kelas.

“Maaf, anak-anak. Pelajaran kalian jadi terganggu. Kami ingin menjelaskan bahwa Siti telah kehilangan ipad ketika dia pergi ke toilet. Ipad-nya tidak sengaja tertinggal di dalam kelas, di atas mejanya.”

“Karena seiring waktu banyak para siswa yang kehilangan barang, maka saya dan pak Handoso akan melakukan pemeriksaan mendadak pada seluruh kelas. Kalian bisa menunggu di luar kelas sebentar.”

Aku dan teman-teman lainnya berjalan meninggalkan bangku masing-masing. Baru saja beberapa langkah hendak keluar kelas, aku melihat Acher yang berdiri di dekat pintu kelasku. Dia menggerakkan mulutnya tanpa bersuara, ‘Abid! Abid!’ begitu katanya. Aku langsung teringat kembali pesan yang disampaikan Acher tadi. ‘Aku mengambil air putih di dalam kelas dan berjalan menuju toilet. Aku melewati kelasmu dan sempat melihat Abid yang baru saja meminum air di kelasnya yang sepi. Aku hampir menyapanya, tetapi dia terlihat mencurigakan. Kulihat dia memegang ipad dan memasukkannya di dalam tas. Apa ipad itu miliknya?’ Kata-kata itu sangat menggangguku. Entah kenapa aku langsung menghampiri Abid. Dia baru saja hendak membuka resleting tas dengan kaku.

“Abid, tolong kembalikan ipad Siti,” kataku sedikit penekanan. Dahinya sudah berkeringat. Abid tampak kebingungan.

“Kenapa kalian masih disini?” bu Rika berjalan mendekati kami. Tangan Abid terlihat agak gemetaran. “Abid, tolong serahkan tasnya. Ibu ingin memeriksa tas kamu,” Abid tetap diam tidak berkutik. “Abid,” seru bu Rika lagi.

Pelan-pelan tetapi pasti, Abid menyerahkan tasnya. Bu Rika memeriksa isi tasnya. Kemudian sesuai tebakanku, bu Rika benar-benar menemukan ipad di dalam tas tersebut. Bu Rika membelalakkan matanya, hampir tidak percaya.

“Abid, apakah ini milikmu?” tanya beliau. Namun Abid hanya membisu. Aku sendiri juga tidak tahu harus berbuat apa melihat Abid tertangkap basah mencuri ipad milik Siti. Lalu bu Rika memanggil Siti yang masih berdiri di depan kelas. Sepertinya dia sehabis menangis. Karena matanya tampak memerah dan terlihat sisa-sisa tangis di sudut matanya. “Apakah ipad-mu seperti ini?” Siti memegang ipad tersebut. Dia menyalakan power pada ipad itu. Tak lama kemudian layar ipad itu menyala. Siti terkejut melihat wallpaper di layar tersebut. Wajah Siti terpampang jelas di layar ipad yang dipegangnya.

“Ini milik saya, bu!” serunya. Bu Rika kembali melihat ke arah Abid yang sedari tadi diam terpaku. Keringat menetes dari wajahnya. Raut mukanya juga terlihat sedih.

“Abid, apakah selama ini kamu yang mencuri barang teman-temanmu?” tanya bu Nurma. Abid menggelengkan kepala dengan cepat.

Akhirnya bu Rika memutuskan untuk menggiring Abid ke ruang BK. Teman-teman sekelas yang sedari tadi menengok di depan pintu kelas, juga hampir tidak percaya melihat Abid yang mencuri ipad tersebut. Lalu bu Nurma meminta kami untuk masuk ke kelas. Sementara itu, bu Nurma mengikuti bu Rika dan Abid menuju ruang BK. ‘Tidak! Ini tidak benar! Abid memang mencuri ipad itu, tapi dia bukan orang yang mencuri barang-barang selama ini. Aku harus meluruskannya dan mengatakan keraguanku ini pada bu Rika.’ Aku segera berlari menuju ruangan BK.

***

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
IMPIANKU
27885      4208     14     
Mystery
Deskripsi Setiap manusia pasti memiliki sebuah impian, dan berusaha untuk mewujudkan impiannya itu. Walau terkadang suka terjebak dengan apa yang diusahakan dalam menggapai impian tersebut. Begitu pun yang dialami oleh Satria, dalam usaha mewujudkan segala impiannya, sebagai anak Broken Home. Walau keadaan keluarganya hancur karena keegoisan sang ayah. Satria mencoba mencari jati dirinya,...
Chrisola
1108      643     3     
Romance
Ola dan piala. Sebenarnya sudah tidak asing. Tapi untuk kali ini mungkin akan sedikit berbeda. Piala umum Olimpiade Sains Nasional bidang Matematika. Piala pertama yang diraih sekolah. Sebenarnya dari awal Viola terpilih mewakili SMA Nusa Cendekia, warga sekolah sudah dibuat geger duluan. Pasalnya, ia berhasil menyingkirkan seorang Etma. "Semua karena Papa!" Ola mencuci tangannya lalu membasuh...
Bukan Pemeran Utama
43      42     0     
Inspirational
Mina, Math, dan Bas sudah bersahabat selama 12 tahun. Ketiganya tumbuh di taman kanak-kanak, sekolah dasar, hingga sekolah menengah yang sama. Dalam perjalanan persahabatan itu, mereka juga menemukan hobi yang mirip, yakni menonton film. Jika Bas hanya menonton film di sela waktu luang saat ia tak sibuk dengan latihannya sebagai atlet lari , maka kegandrungan Math terhadap film sudah berubah m...
I Hate My Brother
474      324     1     
Short Story
Why my parents only love my brother? Why life is so unfair??
Navia and Magical Planet
577      398     2     
Fantasy
Navia terbangun di tempat asing tak berpenghuni. Pikirnya sebelum dia dikejar oleh sekelompok orang bersenjata dan kemudian diselamatkan oleh pemuda kapal terbang tak terlihat bernama Wilton. Ah, jangan lupa juga burung kecil penuh warna yang mengikutinya dan amat berisik. Navia kaget ketika katanya dia adalah orang terpilih. Pasalnya Navia harus berurusan dengan raja kejam dan licik negeri ters...
The Boy Between the Pages
1555      933     0     
Romance
Aruna Kanissa, mahasiswi pemalu jurusan pendidikan Bahasa Inggris, tak pernah benar-benar ingin menjadi guru. Mimpinya adalah menulis buku anak-anak. Dunia nyatanya membosankan, kecuali saat ia berada di perpustakaantempat di mana ia pertama kali jatuh cinta, lewat surat-surat rahasia yang ia temukan tersembunyi dalam buku Anne of Green Gables. Tapi sang penulis surat menghilang begitu saja, meni...
Ich Liebe Dich
11855      1827     4     
Romance
Kevin adalah pengembara yang tersesat di gurun. Sedangkan Sofi adalah bidadari yang menghamburkan percikan air padanya. Tak ada yang membuat Kevin merasa lebih hidup daripada pertemuannya dengan Sofi. Getaran yang dia rasakan ketika menatap iris mata Sofi berbeda dengan getaran yang dulu dia rasakan dengan cinta pertamanya. Namun, segalanya berubah dalam sekejap. Kegersangan melanda Kevin lag...
Noterratus
414      289     2     
Short Story
Azalea menemukan seluruh warga sekolahnya membeku di acara pesta. Semua orang tidak bergerak di tempatnya, kecuali satu sosok berwarna hitam di tengah-tengah pesta. Azalea menyimpulkan bahwa sosok itu adalah penyebabnya. Sebelum Azalea terlihat oleh sosok itu, dia lebih dulu ditarik oleh temannya. Krissan adalah orang yang sama seperti Azalea. Mereka sama-sama tidak berada pada pesta itu. Berbeka...
Renata Keyla
6812      1576     3     
Romance
[ON GOING] "Lo gak percaya sama gue?" "Kenapa gue harus percaya sama lo kalo lo cuma bisa omong kosong kaya gini! Gue benci sama lo, Vin!" "Lo benci gue?" "Iya, kenapa? Marah?!" "Lo bakalan nyesel udah ngomong kaya gitu ke gue, Natt." "Haruskah gue nyesel? Setelah lihat kelakuan asli lo yang kaya gini? Yang bisanya cuma ng...
Catatan 19 September
26970      3508     6     
Romance
Apa kamu tahu bagaimana definisi siapa mencintai siapa yang sebenarnya? Aku mencintai kamu dan kamu mencintai dia. Kira-kira seperti itulah singkatnya. Aku ingin bercerita sedikit kepadamu tentang bagaimana kita dulu, baiklah, ku harap kamu tetap mau mendengarkan cerita ini sampai akhir tanpa ada bagian yang tertinggal sedikit pun. Teruntuk kamu sosok 19 September ketahuilah bahwa dir...