Mengapa cinta bisa membuat seseorang kehilangan akal sehatnya padahal prosesnya sesederhana itu? Hanya berawal dari mata yang mulai terpikat, lalu berakhir pada hati yang perlahan terikat.
Langit di malam itu tampak berwarna hitam legam, dengan suara gemuruh yang di iringi oleh kilatan cahaya berbentuk abstrak yang menjulur dari atas langit. Syaqila Tsabina, seorang gadis sederhana yang memiliki pemikiran yang jauh dari kata normal.
Syaqila atau yang akrab di panggil Qila itu tengah berkutat dengan laptopnya. Jari-jarinya tak berhenti menekan satu persatu huruf yang terdapat pada keyboard laptopnya. Setelah cukup lama berfikir dengan keras, dia akhirnya membiarkan jari lentiknya menuangkan isi dari fikirannya. Bukan makalah ataupun skripsi yang tengah dia kerjakan, melainkan pesan berantai yang hendak dia kirim kepada para dosen di kampusnya.
“Kepada bapak / ibu yang terhormat. Kami dari pihak BMKG ingin menginformasikan bahwa pada hari minggu tanggal 30 juli akan terjadi badai besar yang bisa menghilangkan segala kenangan dan juga masalalu kalian. Sayangi nyawa dan ingatan kalian, jangan keluar rumah meskipun kalian memiliki acara yang harus di datangi. Kami menyampaikan salam dari bawah laut, terimakasih. -Neptunus-”
Syaqila bernafas lega setelah berhasil mengetik sebuah pesan yang menurutnya cukup masuk akal. Kalau bukan karena besok adalah pernikahan mantan terindahnya, dia tidak mungkin memaksakan diri untuk merangkai kata-kata dengan tujuan agar tidak ada dosen yang datang dan memberkati pernikahan mereka.
“Udah tinggal kirim. Eh, perlu di kirim ke pak Kafa juga ngga yah?" gumamnya sembari menimang-nimang baik buruknya jika dia mengirim pesan itu.
Syaqila menggigit bibir bawahnya, dia berdecak sebal karena setelah di hitung-hitung ternyata lebih banyak resikonya, jika Syaqila bersikeras mengirim pesan tersebut kepada guru killer satu itu. Tapi tak lama kemudian senyuman licik terbit di bibirnya.
“Kirim aja deh. Ngga ada yang tahu juga, siapa pengirim pesan itu”.
Setelah menekan tombol send dan akhirnya pesan siarannya itu terkirim, Syaqila menaruh laptopnya lalu bersiap untuk tidur dengan hati yang bergembira. Dalam fikirannya ia membayangkan jika Lana, yang tidak lain adalah sepupu yang menusuknya dari belakang itu akan merasa sedih karena tidak satu pun dosen yang datang untuk merestui pernikahannya dengan Juna yang notabennya adalah mantan pacarnya.
°°°°
Di pagi buta Syaqila terbangun karena suara nyaring dari alarm ponsel yang sengaja di aturnya tadi malam. Bukan karena rasa antusias untuk menghadiri acara itu yang membuat dia bangun sepagi itu, tapi karena dia harus melaksanakan rencana selanjutnya dalam tempo yang sesingkat-singkatnya.
“Blangsak banget hidup gue. Di tinggal pas lagi sayang-sayangnya, terus sekarang harus merasakan sakitnya luluran cuma biar Juna nyesel ninggalin gue” gumamnya sembari melakukan ritual yang tak pernah ia kerjakan sebelumnya.
Tok! Tok! Tok!
Seseorang mengetuk pintu kamar mandi Syaqila.
“Siapa?” Tanya Syaqila tanpa berniat bangkit dari bathub.
“Ini mba Lana. de, mba mau pakai kamar mandi punya mba” teriak Lana dari luar pintu kamar mandi.
Syaqila terkekeh geli “Eh iya. baru inget ini rumahnya Lana. Kan di rumah gue mana ada bathub, kadang suka lupa diri” gumamnya.
Syaqila membilas tubuhnya dengan secepat yang dia bisa, dia terkadang lupa jika dia bukanlah pengantin wanitanya.
“Udah, makasih buat kamar mandi dan lulurnya” ucap Syaqila sembari keluar dari kamar mandi, tanpa menunjukkan senyumannya sedikitpun, karena ia tengah dalam mode marah saat ini.
Lana memindai tubuh Syaqila dari ujung kepala sampai batas kakinya, dia terbengong dan wajahnya nampak begitu terkejut “Lo pakai lulur mba? Drastis banget jadi putihan gitu”.
“Iya. Kenapa, masalah? Lo ngambil pacar gue aja gue terima, kenapa lo keberatan padahal gue cuma minta lulurnya doang?” ucap Syaqila berniat untuk menabuh genderang perang antara dia dan sepupunya.
“Otak lo makin geser” ucap Lana yang kemudian beranjak masuk ke dalam kamar mandi.
Setelah selesai memakai gaun terbaik yang Syaqila miliki, dia segera mengambil posisi duduk di kursi paling depan, bermaksud agar Juna dapat melihatnya dengan jelas. Syaqila sempat tersenyum puas saat melihat Juna memandangnya dengan tatapan terkejut, namun di detik berikutnya dia merasa bahwa dirinya adalah orang terbodoh di dunia. Bagaimana bisa dia lupa jika dia juga lah yang paling depan menyaksikan mantan kekasihnya itu menjabat tangan pamannya dan meminta Lana menjadi istrinya.
“Definisi, sakit tapi ngga berdarah sih” gumamnya sembari menepuk pelan dadanya, berusaha menghilangkan sakit itu.
“Sah?”
“Sah!!!” Sorak sorai para tamu undangan dan juga para keluarga yang mulai ricuh.
“Tidak sah. Pengen rasanya gue bilang begitu” ucap Syaqila, yang sayangnya hanya mampu dia gumamkan.
“Oh jadi kamu yang mengirim pesan berantai itu ke semua dosen?”
Syaqila terkejut bukan main, saat mendengar suara bariton yang tegas dan menguarkan aura Teorema Pythagoras dan algoritma itu. Syaqila menoleh ke penunggu kursi di sebelahnya, guna memastikan apakah orang yang ada di dalam fikirannya juga ada di sampingnya.
“Pak Kafa!!” teriak Syaqila, terlonjak.
Kafa yang tadinya menatap lurus ke arah pelaminan pun mengalihkan pandangannya ke arah Syaqila, karena ekor matanya menangkap bayangan Syaqila yang menatap kaget kearahnya. Dengan tatapan mata hazel yang setajam samurai, Kafa berhasil memberikan efek tengah menguliti lawan bicaranya.
Belum sempat Syaqila menyangkal tuduhan yang berdasar itu, justru Kafa telah menanyakan hal selanjutnya yang cukup menakuti dirinya.
“Kamu tahu ngga kalau pesan kamu itu bisa di laporkan sebagai penipuan?”.
Syaqila menggeleng pasrah, dosen itu sudah mengetahui dengan baik jika Syaqila lah yang mengirim pesan berantai itu “Ngga pak. Buktinya bapak dateng, berarti ngga termakan isi pesan dari saya dong” ucapnya dengan nada sedihnya, seolah merasa usahanya telah gagal.
Kafa menggeleng tidak percaya karena sifat aneh mahasiswinya yang satu itu.
“Itu karena otak para dosen itu cerdas”
Syaqila melihat ke arah sekelilingnya dan mengamati para tamu undangan yang hadir satu per satu “Alhamdulillah, ngga ada dosen yang lain. Eh, berarti dengan kata lain bapak lagi menyombongkan diri dan menjatuhkan dosen yang lainnya dong! Wah si bapak parah, ngga boleh loh pak meninggi dengan cara menjatuhkan orang lain”
Kafa mengusap wajahnya kasar “Ngga gitu juga maksud saya. Dosen lain lagi rapat, jadi saya yang di utus kesini sebagai perwakilan. Tapi mereka tahu kalau pesan kamu itu hanya bualan belaka”
Syaqila menganggukkan kepalanya pertanda mengerti, sekaligus tidak ingin memperpanjang masalah dengan dosen yang terkenal menyebalkan itu. Untuk sesaat Syaqila terdiam, sembari mengamati dengan teliti keseluruhan dari seorang Kafa Almi Xavier, sang dosen matematikanya.
“Kalau di lihat-lihat bapak ganteng loh. Body nya oke, terlalu muda juga buat di panggil bapak, style bapak juga keren. Kekurangannya cuma sifatnya aja sih yang blangsak, suka banget nyusahin murid. Tapi lumayanlah ngga malu-maluin kalau di ajak kondangan. Emm,,,Jadi mulai sekarang saya deklarasikan bahwa bapak adalah kandidat calon pacar saya” putus Syaqila dengan kepolosan wajahnya.
Kafa membelalakan matanya cukup lebar, tatapan yang semula tajam itu berubah menjadi tatapan yang syarat akan kebingungan.
“Mental kamu ini bermasalah apa gimana sih?” tanya Kafa pada akhirnya.
Syaqila berdecak sebal, namun di detik berikutnya ia merubah ekspresinya menjadi berpura-pura sedih “Itu yang berdiri di pelaminan itu mantan saya pak, dan mempelai wanitanya itu sepupu saya sendiri. Jadi nikmat Tuhan manakah yang saya dustakan?”
Kafa mengalihkan pandangannya ke arah pelaminan, namun dengan pandangan yang menelusuri masuk ke dalam kenangannya yang dulu. Kafa merasa iba dengan Syaqila, karena dulu dia pun pernah berada di posisi yang sama dengannya. Dengan kata lain, Kafa cukup mengerti perasaan Syaqila saat ini.
Kafa menoleh ke arah Syaqila dan menatapnya dengan lembut, di lihat gadis itu tengah mengucapkan beberapa kalimat yang nyatanya tak dapat di tangkap oleh gendang telinga Kafa. Telinganya seakan menutup karena fokusnya hanya tertanam pada wujud seorang Syaqila Tsabina.
Syaqila menjentikan jarinya di depan wajah Kafa, karena menyadari Kafa tengah melamun dan mengabaikan perkataannya.
Kafa yang tersadar pun, sontak menjadi salah tingkah sendiri “Eh, apa kamu bilang?”
Syaqila menghela nafas “Saya tadi bilang...saya ini mukanya biasa aja, tapi banyak yang bilang kalau saya ini imut. Hidung saya juga minimalis, tapi bibir saya seksi, jadi masih ke tolong lah. Kalau di lihat memang ngga ada yang spesial sih dari saya, kecuali tinggi badan 167 cm saya yang begitu di kagumi. Tapi tolonglah pak...tolong ini mah, tolong ijinkan saya mengetuk pintu hati bapak yang jomblo akut ini”
Kini wajah datar Kafa tak menunjukkan perubahan apapun, sepertinya dia mulai terbiasa dengan sifat abstrak yang Syaqila miliki.
“Kamu itu masih remaja, juga baru saja patah hati, jangan langsung menyimpulkan bahwa kamu mau mengetuk pintu hati saya”
Syaqila menarik kursinya agar lebih dekat dengan Kafa. Mimik wajah yang sudah Kafa tahan agar tetap datar pun akhirnya mulai berubah dan menunjukkan tiga garis panjang meliuk-liuk yang tercetak jelas di dahinya.
“Mau ngapain?” ucap Kafa takut-takut.
Syaqila mengedipkan matanya sembari tersenyum jahil “Pengen lebih dekat aja sama bapak. Karena wajah dan tubuh saya biasa aja, jadi bapak tidak mungkin tertarik. Jadi, saya akan terus menempel sama bapak biar mudah di ingat dan akhirnya jatuh cinta karena terbiasa”
Kafa bergidik ngeri “Siapa nama kamu?”
Syaqila tersenyum menunjukkan sederet gigi putihnya. Gummy smile milik Syaqila memang menjadi daya tarik utama karena memberikan kesan yang imut dan seksi secara bersamaan “Syaqila Tsabina, fakultas ekonomi dan bisnis. Kenapa pak? Udah setuju nih ceritanya”
Bukannya menanggapi, Kafa justru mengabaikan godaan mahasiswi anehnya itu.
“Hari ini kamu buat tugas makalah tentang Teorema Pythagoras, dan besok kamu bawa menghadap saya langsung ke kantor saya” ucap Kafa yang kemudian pergi begitu saja meninggalkan Syaqila yang terdiam membatu dengan wajah kesalnya.
“Dasar dosen ngga jelas! efek kelamaan jomblo sih, jadinya seneng banget ngerjain orang” gerutu Syaqila, sembari sesekali menyumpah serapah Dosen tampannya itu.