Pangeran tidak tahu dimana letak cermin ajaib itu, meskipun dia sering mendengar tentang cermin ajaib, tapi dia tidak pernah tahu keberadaan cermin ajaib itu. Sudah banyak rakyat Qirollik yang terperangkap di dalam cermin itu. Siapa tidak patuh atau memberontak pada Hesper, maka dirinya akan terhisap masuk ke dalam tongkat sihirnya, dan terjebak di dalam cermin ajaib itu.
Begitu juga Leya, dia tidak tahu dimana letak cermin ajaib itu. Ia tahu benar tentang cermin ajaib. Sebab ia sendiri telah sering melihat Hesper menghisap musuh-musuhnya masuk ke dalam tongkat sihirnya dan para makhluk malang itu berakhir di cermin ajaib.
Leya sangat senang, bahwa cermin ajaib itu harus segera ditemukan. Ini saat yang tepat baginya untuk membebaskan para tawanan yang telah terbelenggu di dalam cermin ajaib. Termasuk ayahnya yang adalah salah satu dari tawanan Hesper itu. Namun saat ini, ia tidak dapat berbuat banyak. Ia menyesal, karena ia sendiri pun tidak tahu di mana keberadaan cermin ajaib itu.
"Ramalan itu mengatakan, apabila darah tak bersalah, kot ajaib dan batu bertuah bersatu, maka akan terjadi pembalikkan keadaan." Lusi terus mengatakan tentang ini, "pangeran aku membutuhkan cermin ajaib, bola ajaib, dan starla."
"Apa kau baru saja mengatakan para starla?" tanya Leya pada Lusi yang sudah beranjak dari tempat duduknya.
"Ya, benar. Tadi mereka berempat terbang menolongku, dengan bantuan para starla," jawab Lusi membenarkan pertanyaan Leya, "dan kami juga memerlukan bola ajaib."
"Untuk apa bola ajaib?" tanya Linda pada adiknya yang terlihat tidak tenang.
"Ayo, cepatlah. Aku tidak main-main, suasana kita tadi sangatlah genting," Lusi meremas-remas tangannya. Ia terlihat cukup panik. "Bola itu akan kita gunakan untuk mengalahkan Hesper. Mungkin kita bisa memintanya pada kot ajaib itu." Lusi melirik pada pangeran yang memegang kot ajaib itu.
"Ya, Lusi. Aku tahu kecemasanmu. Aku mengalaminya bersamamu tadi," pangeran membenarkan ucapan Lusi, "tapi aku tidak tahu dimana keberadaan cermin ajaib itu. Apakah itu ada di dalam istana ini, atau apakah di luar sana. Hesper sudah mati. Darimana kita mengetahui itu?"
"Starla!!!" seru Leya, "aku yakin makhluk transparan itu pernah melihat di mana cermin ajaib itu."
"Benar!" seru pangeran, "pasti mereka tahu. Leya panggil Teofa, dan kawan-kawannya!"
Leya membuat suatu tepukan di tangannya. Tidak membutuhkan waktu yang lama untuk menunggu kehadiran para starla, saat ini para makhluk transparan itu telah membuat keributan di ruang perjamuan itu.
"Kau memang sangat di sukai oleh starla, Leya." Pangeran menutup telinganya, sebab saat ini Vlademir sedang bernyanyi keras di ruangan itu.
"Oh ... oh ... negeri malam ... oh ... oh ... negeri malam ... ramalan terbukti benar ... delapan orang asing akan datang membebaskan negeri malam menjadi terang bersinar ... oh ... oh ... oh ... negeri malam ...." Vlademir lebih terdengar seperti menjerit daripada bernyanyi.
Linda menutup telinganya. Ia belum terbiasa dengan kelakuan para starla ini.
Robi merasa tidak aneh dengan tingkah konyol dari Vlademir.
Bima dan Lusi merasa terganggu dengan suara bising yang dikeluarkan oleh Vlademir.
"Oh, Vlademir, bisakah kau tutup mulutmu?" pinta Lusi.
Ada sesuatu seperti ciuman tepatnya yang mendarat di pipi Lusi, "Aww!!" Lusi kaget, ia meraba pipinya dan menemukan sesuatu yang basah menempel di pipinya.
"Kau pahlawanku, Lusi. Aku sangat menyukaimu." Vlademir menepuk-nepukkan kakinya di sebelah telinga Lusi.
"Oh ... apakah kau baru saja menciumku?" Lusi menggosok-gosokkan pipinya dengan kasar, "jangan mencuri ciuman pertamaku."
Wajah Lusi berubah cemberut.
"Aku tidak menciummu di bibir," bela Vlademir, "kau mau kucium di daerah bibir?" Vlademir tertawa-tawa.
"TIDAKKK!!!" Lusi dan Robi berteriak bersamaan.
Entah apakah ruangan itu kekurangan sirkulasi udara yang lancar atau tidak, Robi juga tidak yakin. Namun saat ini, ia merasakan wajah dan tubuhnya menjadi panas dan gerah. Ia benar-benar geram
Lusi, Linda dan Bima menoleh ke arah Robi. Mereka sedikit heran dengan tingkah aneh dari Robi yang tiba-tiba seperti remaja yang sedang akil baligh.
"Ada apa denganmu?" tanya Bima kepada adiknya itu. Sepertinya Bima benar-benar lupa, kalau adiknya memang sudah besar.
Wajah Lusi memerah, ia sedikit terhibur mengetahui ada sesuatu yang tersembunyi di dalam hati Robi mengenainya.
Vlademir tertawa-tawa melihat kedua remaja yang menjadi dekat akibat terjebak di negeri itu. Mereka terlihat saling menjaga satu sama lain.
"Vlademir, hentikan!" perintah pangeran.
"Vlademir, jaga sikapmu!" perintah Teofa, pemimpin para starla itu.
"Maafkan aku," ucapnya. Ia berbisik di telinga Lusi, "terima kasih telah menolong kami."
Lusi tersenyum, "Dengan senang hati, teman."
"Ada apa, Pangeran?" tanya Teofa.
"Teofa, apakah kau tahu di mana letak cermin ajaib itu?" tanya pangeran.
"Kami, bangsa starla, tentu saja mengetahui dimana letak cermin ajaib itu," jawab Teofa dengan bangga.
"Benarkah?" tanya Leya, Lusi dan pangeran serempak.
"Harus kuberitahu pada kalian semua, kalau kalian ingin mengetahui dimana cermin ajaib itu," Teofa memberi aba-aba, "Pegang tangan seseorang yang ada di sebelah kalian, perjalanan kita mungkin tidak begitu lancar."
"Oh, pasti kami akan baik-baik saja," ucap Lusi dengan senyum terpaksa.
Mereka semua bangkit berdiri. Bima menatap lesu pada piring berisi makanan yang seharusnya telah di santapnya saat ini, kalau bukan karena cermin ajaib itu.
Esta mendorong Leya mendekat ke arah pangeran, mereka berpegangan tangan. Linda memegang tangan Leya, dan Bima memegang tangan Linda. Robi memegang tangan Bima, dan Lusi memegang tangan Robi. Mereka semua telah siap, dan satu ... dua ... tiga ... wusss ....
Para starla menerbangkan mereka menuju lantai yang berada jauh di atas sana.
"Aaaa!!!" jerit mereka bersamaan, "aaaaaaaaaaaaa!!!!" Semua berteriak karena sepertinya Teofa, dan makhluk starla lainnya terburu-buru ingin segera sampai menuju kamar rahasia, tempat cermin ajaib itu berada.
Mereka berenam harus melewati anak tangga yang berkelok-kelok. Dari bagian paling bawah menuju lantai kedua, ketiga, keempat dan seterusnya. Terkadang mereka harus berusaha dengan kekuatan mereka sendiri untuk menghindar dari pegangan tangga yang terbuat dari besi yang cukup menusuk mereka, apabila tubuh mereka tak sengaja menyentuhnya.
Istana itu sangat ... sangat ... besar dan tinggi.
Lusi pusing sekali harus melewati kelokan anak tangga yang dilewatinya saat ini. Mungkin setelah mereka tiba di lantai yang di maksud, Lusi akan mengeluarkan makanan yang baru saja di makannya. Kepalanya tidak dapat berkompromi dengan perut nya.
"Sebentar lagi," Esta memberitahu mereka.
"Yuhuuuuu!!!" teriak Vlademir di sepanjang tangga itu.
Pangeran sendiri tidak yakin, apakah dulu ia pernah berpergian sampai ke bagian atas seperti saat ini atau tidak.
"Kitaaaa ... akan ... berhen ... ti!!!" Teofa memberitahu.
Citttt ... bunyi suara sepatu pangeran seperti sedang mengerem. Ia menghindari tabrakan dengan prajurit yang sedang berjaga di sebelah kanan dan kiri pintu yang sepertinya hendak dimasukinya.
Bruggg!!! Leya menabrak tubuh pangeran. Linda menabrak tubuh Leya. Bima menabrak tubuh Leya. Robi menabrak tubuh Bima dan Lusi menabrak tubuh Robi. Mereka semua terjatuh, karena pendaratan yang sangat tidak nyaman itu.
"OOOHHH!!" Linda mengusap-usap kepalanya.
"Kenapa kalian sangat terburu-buru?" mereka semua komplain dalam waktu yang bersamaan pada para starla itu.
"Maafkan kami, waktu kalian tidak banyak. Keluarkan para tawanan dari dalam cermin, dan cermin itu dapat menjadi alat transportasi waktu. Namun waktu yang kita punya pun tak banyak untuk melintasi perjalanan waktu," Teofa menjelaskan.
"Apa kalian akan ikut dengan mereka?" tanya Leya pada Teofa.
"Tentu saja, Leya," jawab Esta, "kamilah pemilik cermin ajaib itu. Hanya pada cermin ajaib itu kalian dapat melihat wujud kami yang sesungguhnya." Esta membantu Lusi mengusap-usap dahinya yang terbentur punggung Robi.
"Maafkan kami," pinta Vlademir.
"Benarkah kami dapat melihat kalian?" tanya Lusi pada Esta.
"Tentu saja, kalian akan melihat wujud kami yang sesungguhnya." Teofa membalikkan badannya dan mencoba untuk memutar pegangan kunci yang berdebu itu. Sepertinya memang tidak pernah ada yang datang ke kamar itu.
Krek ....
Pintu terbuka. Aroma udara yang lembab menyeruak memenuhi ruangan itu, saat pintu dibuka. Baunya sangat menusuk hidung. Bima terbatuk-batuk, ia menutup hidungnya. Ia tidak tahan dengan udara lembab yang memenuhi ruangan itu. Ruangan itu sangat pengap. Meski ada jendela kecil tanpa kaca yang digunakan sebagai sirkulasi udara di ruangan itu, namun sepertinya pertukaran udara tidak berjalan dengan baik. Jaring laba-laba ada dimana-mana. Bahkan jaring laba-laba mengahalangi jalan pangeran. Pangeran menggerak-gerakkan tangannya untuk menghalau jaring laba-laba yang ada di depannya.
"Itu dia cermin kami," ucap Esta memberitahu semua yang ada di tempat itu. Robi dan Linda cukup terganggu dengan keberadaan jaring laba-laba yang menghadang di depan mereka. Seperti kata Esta, di depan sana terdapat cermin besar yang terletak di tengah-tengah ruangan itu. Cermin itu tertutup kain hitam yang menutupi setiap sudut cermin itu.
Pangeran terus maju hingga ke bagian tengah. Ke tempat dimana cermin ajaib itu berada. Leya dan yang lain mengikutinya.
"Buka saja kain itu," pinta Teofa kepada pangeran.
Bima menolong pangeran untuk membuka kain hitam panjang yang menutupi cermin itu.
Sinar matahari yang masuk melalui jendela kecil itu membuat debu-debu yang berterbangan di udara menjadi terlihat.
Kain hitam itu terbuka. Mereka melihat enam sosok yang seperti diri mereka masing-masing sedang menatap satu persatu dari mereka. Mereka juga melihat tiga sosok peri kecil yang sedang berterbangan di antara mereka. Salah satu peri yang sedang mengitari enam makhluk yang berada di antara mereka itu memakai baju panjang terusan dengan bagian bawahnya berbentuk celana. Peri itu terlihat seperti pria. Dia terlihat lebih tenang di bandingkan makhluk peri yang terlihat seperti pria sedang menari-nari di antara sosok enam makhluk itu. Dan satu-satunya peri kecil yang nampak seperti seorang peri wanita, kini sedang memainkan rambut Leya.
"Hai ...." Leya melambaikan tangannya ke arah teman-teman kecilnya itu.
"Halo ..." jawab Teofa senang.
Lusi baru menyadari bahwa makhluk starla itu hanya lah seukuran telapak tangan orang dewasa. Mereka begitu imut. Begitu kecil. Namun mereka begitu kuat. Mereka mampu untuk mendorong makhluk yang beratnya berkali-kali lipat dari tubuh kecil mereka. Lusi dan teman-temannya ikut memberikan salam kepada teman-teman kecilnya saat ini.
"Hai ..." sapa keempat remaja ini.
Diikuti jawaban ramah dari teman kecilnya, "Hallo ..."
Pangeran tersenyum kepada mereka semua. Teofa berdiri tegak pada telapak tangan sang pangeran.
"Sekarang, apa yang kau inginkan agar kami lakukan pada cermin ajaib milik kami?" tanya Teofa patuh.
Pangeran tersenyum, "Bebaskan semua tawanan yang telah terjebak di cermin ajaib ini karena ulah tongkat sihir Hesper."
Teofa melihat ke sekeliling mereka, "Apakah Pangeran membawa kot ajaib itu?"
Pangeran menoleh pada Leya. Leya mengangguk. Dia mengeluarkan kot ajaib itu. Ia menyerahkannya pada pangeran.
"Ini, kot ajaib itu." Pangeran memberitahu Teofa.
"Kalian bisa menutupi seluruh permukaan cermin besar ini dengan kot ajaib itu." Teofa tahu apa yang harus dilakukan mereka agar para tawanan dapat segera di bebaskan.
Bima dan Robi membantu pangeran. Pangeran memberikan ujung-ujung kot ini pada mereka untuk dibentangkan pada cermin ajaib itu. Dalam sekejap, kot ajaib itu memanjangkan dirinya sendiri untuk dapat menutupi seluruh bagian cermin besar itu.
"Pangeran, apakah kau juga membawa batu bertuah itu?" tanya Teofa lagi.
"Ya," angguk pangeran.
"Bagus. Sekarang peganglah batu bertuah di tangan kananmu. Biarkan batu bertuah itu berpendar di seluruh ruangan ini.
"Baik." Pangeran mengeluarkan batu bertuah dari kantong kanannya. Ia meletakkan batu itu di sebelah kanannya, yang membuat secara perlahan batu ini mulai berpendar terang. Semakin terang. Dan bertambah terang. Cahaya dari batu itu menerangi ruangan gelap itu dengan cahaya yang amat terang. Sebagian yang berada di tempat itu menutupi wajah mereka dengan siku mereka, untuk menghalangi mata mereka dari silaunya cahaya yang keluar dari batu bertuah itu.
Perlahan kot ajaib itu bergerak, seperti ada beberapa makhluk hidup di balik kot itu yang hendak keluar. Tiba-tiba kot ajaib itu kembali seperti ukuran semula. Hal yang terjadi kemudian adalah, satu per satu makhluk hidup keluar dari kot ajaib itu. Manusia kuda keluar dari cermin ajaib itu. Tiga manusia kambing keluar dari cermin itu. Mereka tersenyum, dan mengatakan, "Terima kasih, lama tak jumpa." Leya membuka pintu ruangan itu, dan mempersilahkan mereka untuk keluar dari ruangan itu. Di pintu depan mereka sudah terdapat pasukan kerajaan yang akan membantu para makhluk yang telah terperangkap di cermin itu untuk keluar dari istana.
Jumlah makhluk yang keluar dari cermin ajaib itu sekitar lima ratus seluruhnya. Leya masih menantikan seseorang untuk keluar dari cermin ajaib itu. Ia tersenyum ramah pada satu persatu makhluk yang keluar dari cermin itu. Kepada para raksasa dari Selatan, singa, manusia kerbau, rajawali, para manusia kambing, berang-berang, harimau, dan begitu banyak makhluk dari bangsa namid yang di terperangkap di cermin ajaib ini akibat terhisap tongkat sihir Hesper. Leya melihat ada sosok pria tua yang mulai keluar dari cermin ajaib itu. Leya melihat mata pria tua itu buta. Leya menggenggam tangan pria tua itu.
"Ayah ..." Leya memeluk erat ayahnya yang baru saja keluar dari dalam cermin ajaib ini.
"Le-le-leya ... apakah itu engkau, Nak?" ucap sang ayah pada Leya yang sedang menangis di tubuh tuanya.
"Iya, Ayah. Ini aku Leya, putrimu, Yah." Leya meneteskan air mata. Ia rindu sekali pada ayahnya.
"Leya ... sudah lama ayah tidak melihatmu sejak kau ditangkap oleh Hesper, penyihir jahat itu."
Pangeran menyapa pak tua yang ada di hadapannya saat ini.
"Pak James, ini aku, Arcturus."
"Pangeran ... oh, Pangeran. Benarkah itu kau, Nak?" tanya ayah Leya, "maafkan aku, Pangeran. Maafkan ... aku tertangkap, Pangeran."
Kepala pria tua itu menunduk meminta maaf karena dia sudah tertangkap oleh Hesper.
Pangeran menggenggam tangan tua pak James, "Pak, aku yang seharusnya meminta maaf," pangeran tampak sangat menyesal, "karena aku, engkau tertangkap."
Pak James memeluk pangeran, "Tidak apa, Pangeran. Tidak apa ... inilah yang dapat aku lakukan sebagai tanda pengabdianku pada negeri ini." Ada air mata yang keluar dari mata pria tua itu yang telah menjadi buta.
"Maafkan aku, Pak ... maafkan aku." Pangeran terlihat sangat menghormati bapak tua ini. Setelah Leya dibawa ke istana Hesper, kedua orang tua Leya hidup bersama pangeran dan nyonya tua raksasa. Mereka sudah seperti keluarga, dan menunggu sampai saatnya tiba, untuk mengambil kot ajaib itu dan menyerahkannya pada para manusia terpilih untuk mengemban tugas yang berbahaya.
Kot ajaib itu berhenti bergerak-gerak. Sepertinya sudah tidak ada lagi makhluk yang tertangkap di dalam cermin ajaib ini.
"Tidakkk!!!" pekik Vlademir dengan kuat.
Mereka semua yang berada di tempat itu, memandang pada Vlademir.
"Bisakah kau tidak berteriak, atau melakukan sesuatu tidak mengejutkan lainnya?" tanya Robi yang sudah tidak asing dengan bisikan ataupun jeritan Vlademir, teman kecilnya itu.
"Pusaran waktu itu melemah. Waktu yang kita miliki sangat ... sangat ... tidak banyak," Vlademir memberitahu semua yang ada di situ.