Loading...
Logo TinLit
Read Story - Lusi dan Kot Ajaib
MENU
About Us  

Robi memandang sekitarnya, "Sepertinya kita terlalu lama untuk mengambil air. Oh, ya, apakah sungai yang kami lihat di atas, hanyalah ilusi atau semacam ..."

"Jebakan. Ya, itu jebakan. Berhati-hatilah di hutan ini banyak sekali jebakan," Esta memberitahu kawan barunya.

"Akan kami ingat. Lalu bagaimana kami kembali ke atas dan bertemu dengan pangeran?"

"Kalian sudah siap, mari kita berangkat."

Robi dan Lusi saling berpandangan. Berangkat?

Esta mengambil tangan Lusi dan mengatupkannya ke tangan Robi yang ada di sebelahnya, "Ayo berdiri. Kita akan segera keluar dari sini."

"Kita akan terbang?" tanya Robi pada Esta yang sedang membuat tangannya berpegangan dengan tangan teman perempuannya. 

"Ya, itu mengasyikan. Kita akan terbang," nada riang Vlademir seperti memutari kepala Robi, "jangan beritahu pada Trappy bahwa kalian bertemu dengan kami."

"Kami tidak bertemu dengan kalian, kami tidak bisa melihat kalian," ujar Robi dengan tertawa pelan, "kami hanya mengobrol dengan kalian."

Wajah Lusi merona, dia sedang berpegangan tangan dengan remaja laki-laki yang ada di depannya.

"Iya, kan, Lusi?" tanya Robi yang membutuhkan pembenaran atas ucapannya.

Lusi tidak mendengar apa yang dikatakan Robi, matanya sibuk melihat tangannya yang saling bergandengan dengan tangan anak laki-laki itu.

"Tunggu," pinta Teofa, "di atas kami akan memberikan kepada kalian minuman, berikan minuman khusus pada horgat itu, dan setelah ia tidak sadarkan diri, kami akan membawa kalian untuk bertemu pangeran."

"Minuman apa itu?" tanya Lusi pada Teofa yang sedang memimpinnya untuk terbang sampai ke permukaan tanah.

"Bir," bisik Esta di telinga Lusi, "bangsa horgat suka sekali dengan bir."

"Kau akan tahu nanti dari reaksi wajahnya," sahut Teofa yang sudah siap untuk pergi ke atas, "kalau kalian siap teriak aaaaaaaaaa."

Tanpa berhitung mundur atau berhitung maju, para makhluk starla ini menarik dan mendorong mereka dengan sangat, sangat cepat untuk segera sampai ke permukaan tanah.

"Aaaaaaaaaaa ...." Ini memang reaksi yang normal bila kamu tanpa diberi aba-aba menerima kejutan di tarik atau di dorong atau bahkan ... terbang!

"Wuuuhhhh, ini menyenangkan," Lusi merasakan angin yang lembut menerpa wajahnya di sepanjang terowongan yang sempit dan gelap itu. Ia menikmati perjalanannya. 

"Aaaaaaaa ..." Robi masih meneriakan kata ini. Udara menggetarkan setiap kata yang keluar dari mulut Robi.

Di tengah kegelapan malam, mereka menikmati perjalanan mereka yang singkat itu.

Wusss ....

Sudah terlihat cahaya bulan menerangi bagian atas. Sebentar lagi akan sampai.

Lusi melihat tangannya sedang menggenggam tangan anak laki-laki yang ada di depannya. Baru di dalam kehidupannya, Lusi dapat melihat bahwa dirinya diterima oleh temannya.

Tap ....

"Wowwww!!! Keren!!! Sangat keren!" Kedua remaja itu telah menjejakkan kedua kakinya di atas tanah," kalian sangat keren!"

Robi sangat takjub dengan petualangan terbangnya di sepanjang terowongan sempit jebakan para starla itu.

"Ini." Teofa memberikan minuman rahasia untuk Trappy.

"Aku mempunyai botol minum." Lusi mengambil botol minum dari tasnya.

"Em ... aku tidak mempunyai minuman untuk kalian." Teofa tampak menyesal karena tidak dapat memberikannya minuman untuk para teman barunya, "kita bisa mampir ke tempat kami setelah ini."

Lusi menaikkan alisnya, terdengar gemuruh dari dalam perutnya. Ia kelaparan.

Robi mengambil minuman itu dan membawanya pelan-pelan agar tidak jatuh. Bagaimana membuat agar Trappy dapat meminum ini. Pikirnya.

Mereka berempat harus segera kabur dari makhluk itu.

**

Jalanan di depan mereka di penuhi dengan semak belukar yang tinggi-tinggi. Rumput-rumput itu sepertinya harus sudah mulai di potong. Mungkin sedikit sekali yang bekerja untuk membabat rumput-rumput ini. Karena di tempat ini, tidak pernah ada siang.

Bima dan Linda sudah menunggu di depan mereka.

"Lama sekali, kalian." Linda menggaruk-garukkan rambutnya menunggu kedatangan adiknya dan juga Robi.

"Cukup sulit untuk mengambil air di sungai itu, eh?" tanya Trappy yang terlihat tidak sabar.

"Dapat dikatakan seperti itu," jawab Lusi pada makhluk itu."

Robi berjalan di depan mereka, ia telah membagi minuman yang hendak di berikannya pada Trappy ke beberapa tempat agar terlihat mereka semua mendapatkannya. Lusi dan Robi bersiap untuk memainkan drama mereka.

Robi memberikan minuman kepada Trappy, makhluk itu menerimanya dengan pandangan tak suka. Lusi memberikan minuman yang di khususkan untuk Trappy itu pada Linda dan Bima.

"Ini untuk kalian," Lusi hendak memberikan alas daun yang berisi minuman itu pada Linda dan Bima, namun badannya tidak seimbang. Kemudian Lusi jatuh, air minum yang ada di pegangannya pun ikut terjatuh.

"Oh tidak ... oh tidak ... maafkan aku ... maafkan aku," Lusi meminta maaf atas kecerobohannya.

Trappy senang dengan tindakan ceroboh dari Lusi, dia menatap Linda. Linda menatap Trappy. Sesuatu di dalam mata Trappy seolah-olah berkata, "Benar, kan, hanya kamu yang pintar di tempat ini?"

Trappy meneguk minuman itu sambil tersenyum. Rencana makhluk itu berhasil.

Linda kesal, karena Lusi telah menumpahkan minuman yang telah di bawanya dengan sangat lama. Ia telah menunggu cukup lama dan kini minuman yang ditunggunya telah tumpah.

Bima mengeringkan air yang ada di bajunya, ia berdiri.

Ia melihat ada sesuatu yang aneh pada diri Trappy. Sebentar makhluk horgat itu telah tertidur nyenyak.

"Bagus. Kita tidak punya banyak waktu, mari kita pergi dari tempat ini," Robi memberitahu pada mereka semua.

"Apa? Tidak!" cegah Linda.

"Ayo, Kak. Kita tidak punya banyak waktu. Makhluk itu akan segera bangun." Lusi menarik tangan kakaknya.

"Tidak, kita harus ke kera-" Linda hendak menunjuk ke arah istana kerajaan Qirollik, namun itu akan segera ketahuan, "oh, ya, benar. Kita harus pergi dari sini."

"Kau tidak sedang berpikir untuk pergi bersama horgat ini, kan?" tanya Lusi pada kakaknya. 

"Hahaha," tawa aneh keluar dari mulut Linda, "tidak ... tentu tidak."

"Ayo, kak." Robi menggenggam tangan kakaknya. "Ayo, Teofa."

Bima dan Linda saling memandang satu sama lain. Teofa?

Tiba-tiba kaki mereka berempat terangkat dari tanah. Robi menggenggam tangan Bima, Bima menggenggam tangan Linda, Linda menggenggam tangan Lusi. Mereka terbang dengan cepat melewati semak-semak belukar yang tinggi.

Angin malam menerpa lembut wajah tiap-tiap remaja ini.

"Apa ini?" Linda terkejut. Badannya menembus angin malam yang ada di depannya. Matanya membelalak. Dia senang sekali dengan udara malam ini.

"Woooooowwww ... yuhuuu!!!" teriak Bima yang merasakan dirinya terbang di atas padang rumput di dalam hutan yang gelap itu.

Mereka berempat melewati padang rumput yang luas meghampar di depan mereka. Melewati hutan yang berkelak-kelok. Sesekali mereka harus mengatupkan mulut mereka karena mereka akan menabrak pepohonan yang ada di depan mereka. Jalan yang mereka lalui kadang berkelok-kelok.

Wuuuu ....

Waaaa ....

Wuuuu ....

Waaaa ....

Mereka harus menahan degup jantung mereka, saat mereka terkejut melihat benda di depan mereka, tiba-tiba adalah pohon-pohon tinggi dengan jarak yang sebentar lagi akan bertabrakan dengan mereka. Namun salah satu dari starla yang mendorong mereka dengan kuat itu, akan segera mengarahkan tubuh mereka ke arah yang lain agar mereka tidak tertabrak.

Satu kata yang dapat mereka katakan. MENAKJUBKAN!!!

Tiba-tiba angin tidak lagi berhembus dengan kencang di wajah mereka. Mereka merasakan, kaki mereka akan segera mendarat tidak lama lagi. 

Sepertinya para starla itu sudah mulai mendarat. Robi menginjakkan kakinya secara perlahan ke tanah. Bima mengikuti adiknya untuk menurunkan kakinya dan menginjakkannya ke tanah, tubuhnya masih terasa gontai. Linda mengikuti Bima yang ada di depannya. Ia masih merasakan ketidakseimbangan. Tubuhnya hampir mau jatuh ke depan, kalau tidak segera di pegang oleh Lusi.
Lusi mendaratkan kedua kakinya ke tanah.

Di depan mereka ada sebuah pohon oak tua yang besar. 

"Masuklah ke sini," pinta Teofa pada Robi. Bima dan Linda mencari-cari sumber suara yang sedang berbicara pada mereka.

"Mereka tidak terlihat," sahut Lusi memberitahu Linda dan Bima.

Linda terkejut. Mereka sedang menuruti permintaan dari makhluk yang bahkan keberadaannya sendiri tidak jelas.

Pohon itu tidak memiliki pintu atau lubang atau semacamnya, namun Teofa meminta mereka untuk memasuki pohon itu.

Di sekeliling pohon oak besar itu, terdapat pohon-pohon oak besar lainnya yang tidak berpenghuni. Hanya pohon oak itu saja yang menjadi tempat tinggal para starla.

Robi melangkahkan kakinya, memasuki pohon oak itu. Ia menarik tangan kakaknya yang ragu untuk ikut masuk bersamanya. Linda dan Lusi terkejut, saat melihat tubuh Robi dan Bima menghilang di depan pohon oak besar itu.

"Giliran kalian," Esta memberitahu Lusi untuk masuk ke dalam pohon oak itu.

Linda melompat, "Siapa itu?" tanyanya, kepalanya memutar, mencari-cari sumber suara itu.

Lusi tertawa pelan, "Tenang saja, mereka tidak jahat, mereka teman kita. Mereka tidak seperti Trappy, horgat yang jahat itu."

Lusi mengulurkan tangannya ke arah Linda untuk memasuki pohon itu,

Linda menerima uluran tangan dari adiknya. Dia tidak suka teman barunya di katakan jahat oleh adiknya sendiri.

Trappy tidak salah pilih. Matanya memang sangat tajam. Makhluk itu bisa tahu siapa yang benar-benar memiliki kecerdasan di dalam kepalanya. Tidak salah, kalau Trappy berkata bahwa dirinya dan Bima lah yang terpilih dalam ramalan itu. Kelak mereka berdua akan menjadi anak-anak kesayangan Hesper, penguasa negeri itu. Dirinya dan Bima akan menjadi putri dan pangeran di kerajaan itu. Mereka berdua akan memerintah kerajaan itu dengan adil. Rakyat akan menyukai pemerintahan mereka. Oh, tidak ... itu tidak salah sama sekali. Makhluk itu sungguh bisa melihat siapa yang layak. Dan ramalan itu memang benar.

Linda melirik ke arah tas yang panggul oleh Lusi. Lusi masuk ke dalam pohon oak itu. Linda mengikuti dari belakang.

"Wooowww ... apakah benar ini pohon oak yang baru saja kita masuki?" Lusi bertanya penuh kekaguman.

Di dalam pohon oak itu, (kalau itu memang benar-benar adalah pohon!) itu tidak sama sekali mirip dengan sesuatu yang di sebut pohon. Bangunan itu lebih mirip dengan goa terang yang bercahaya. Indah sekali. Terang, yang di yakini oleh Lusi berasal dari tubuh para makhluk starla itu yang tidak tahu ada berapa jumlah mereka di tempat ini.

"Silahkan duduk, silahkan duduk," ucap makhluk starla lainnya yang langsung menarik tangan Linda untuk duduk di ruang tengah mereka. Ruangan itu sungguh nyaman. Bersih dan teratur. Linda menoleh ke arah Lusi dan Robi, "Bisakah kalian jelaskan apa ini?"

Robi dan Lusi pun seperti sedang berjalan di tuntun oleh sesuatu yang tidak terlihat. Ada dua makhluk starla yang sedang menarik tangan mereka untuk duduk di samping Linda dan Bima.

"Mau apa kita di sini?" tanya Lusi ramah pada salah satu makhluk starla itu.

"Mau apa? Haha ... tentu saja kalian harus makan terlebih dahulu." jawab starla yang lebih muda pada Lusi.

"Kami tidak tahu makanan apa yang kalian suka, tapi kami menebak bahwa manusia akan suka dengan ini." Tiba-tiba makanan muncul di depan meja keempat remaja itu.

"Waww ... apakah ini makan malam?" tanya Robi.

"Kau akan selalu makan malam di negeri Qirollik," sahut starla yang lain.

"Maksudmu, besok pagi kami tidak akan sarapan dan makan siang?" tanya Bima yang hendak menyantap makan malamnya.

Perutnya sudah berbunyi sejak tadi. Ia sangat lapar.

"Sarapan? Tidak akan pernah datang pagi di negeri ini," Esta berbisik di telinga Bima.

"Maksudmu bahwa tempat ini selalu akan malam?" tanya Bima lagi yang mengurungkan niatnya untuk menyantap roti bakar yang ada di depannya.

"Bisakah kami mendengarkan kalian sembari kami menikmati makan malam kami?" pinta Lusi, "maaf kalau aku tidak sopan, tapi perutku lapar sekali."

Robi memberikan sepotong ayam di piring Lusi.

Lusi menatap potongan ayam di piringnya dengan tidak sabar, dia menatap penuh harap kepada ruangan kosong di depannya, "Bolehkah?"

Para makhluk starla yang berada di tempat itu terkekeh, "Silahkan ... silahkan."

Robi memberikan tanda kepada kakaknya dan juga kepada Linda untuk segera menyantap makan malam mereka.

"Aku pikir kalian harus segera makan, karena Trappy bisa saja sudah sadar saat ini, dan melaporkan kalau kalian sudah melarikan diri," Teofa memberikan saran pada teman-teman barunya saat ini.

"Terima kasih banyak untuk jamuan kalian," sahut Lusi. Ia sudah tidak sungkan untuk memakan makanan yang ada di hadapannya, "lezat sekali. Terima kasih banyak."

Linda dan Bima memulai makan malam mereka. Robi mengambil lauk yang ada di depannya, dan mulai memakan makan malam mereka. Terasa aneh di kelilingi oleh makhluk tak kelihatan yang saat ini sedang memperhatikan cara makan kalian.

"Setelah ini apakah kita akan pergi ke tempat pangeran?" tanya Lusi pada pemandangan kosong di depannya.

"Pangeran? Pangeran yang mana?" tanya Linda tidak mengerti. Dia hanya diberitahu bahwa Bima lah kelak yang akan menjadi pangeran.

"Pangeran, tentu saja pangeran Arcturus," jawab Esta. Linda nampaknya sangat penasaran tentang adanya pangeran lain selain Bima.

Jadi Bima harus mengalahkan pangeran Arcturus?

"Pangeran Arcturus adalah satu-satunya pangeran yang layak memerintah negeri ini." Vlademir seperti biasa, dia terdengar seperti menari-nari di samping telinga para remaja ini, gesekan kakinya yang saling menyentuh satu sama lain, terdengar sangat menyenangkan.

Wajah Linda memerah panas. Dia tidak tahan mendengar ada seorang pangeran lain yang akan memerintah negeri ini. Raja Hesper pasti akan menyukai dirinya dan Bima. Ia akan menolong Bima untuk mendapatkan gelar pangerannya, dan dia sendiri akan menjadi putri.

"Kasihan pangeran Arcturus. Kedua orang tuanya di bunuh oleh Hesper." Suara starla lainnya terdengar sedih.

"Kita harus mempercepat langkah kita, kot ajaib itu harus segera dipertemukan dengan batu bertuah milik pangeran. Maka, Hesper, Serenity dan dua abdi Hesper lainnya akan kehilangan kekuatan mereka di negeri ini," Teofa tampak terburu-buru dalam menjelaskan tentang ini.

"Setelah ini kita tidak akan dapat terbang, terlalu berbahaya untuk melayang di udara menuju kediaman pangeran," Esta memberitahu.

Makan malam para remaja ini sudah hampir selesai. Bima tertawa melihat nasi di samping bibir Lusi yang masih tersisa.

Linda melihat Lusi yang di tertawakan oleh Bima, namun perhatian anak perempuan ini bukanlah pada nasi yang ada di wajah Lusi, perempuan itu memperhatikan setiap gerak-gerik Lusi. Dia mencari waktu yang tepat untuk mengambil tas Lusi.

"Apa kau selalu makan seperti itu?" tanya Robi yang mengingat pertemuannya dengan Lusi tadi pagi, "aku melihat remahan roti di mulutmu tadi pagi."

Lusi mengusap bibirnya dengan cepat. Baru kali ini dia sangat malu, ternyata cara makannya tidak menampilkan cara makan seorang putri sama sekali.

"Lusi, perhatikan caramu makan meskipun kau sangat lapar sekali," Linda memberitahu bagaimana cara makan yang benar. Dia mengambil satu demi satu makanan yang ada di piringnya dengan terhormat.

Ya, beginilah cara putri menyantap makanannya. Dia meyakinkan dirinya sendiri.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 1 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags