“Tiara”
“Tiaraaa”
“Tiaaa...”
Aku melihat ke arah Amel sebelum mengomeli orang itu. “Apaan sih!”
“Dih! Dipanggil-panggil gak nyaut, kenapa sih? Cinnamon Rollnya keburu abis? Jadi gak bisa bawa pulang?” tebaknya.
“Nggak! Penting banget sampe makanan itu dipikirin.” Aku beralih ke pantry di belakang, merapikan gelas-gelas yang baru saja dicuci. Amel ikut mengekori.
“Mel, kalau gak ada kerjaan, bantuin Adnan deh bikin minuman.”
“Ihh, Tiara. Aku tuh cuma penasaran gimana novel itu?”
“Novel?”
“Novel Love For Cross Line. Kamu bilang udah beres bacanya, gimana tanggapannya?”
“Biasa aja.”
“Masa biasa aja? Novel best seller gitu masa kamu bilang biasa aja.”
“Ya habisnya itu novel cocok dibaca anak sekolahan. Aku yang tua gini udah gak pantes baca gituan.”
“Masa kamu gak kepincut sama Raja Lucas?”
“Nggak! Laki-laki gak berperasaan kayak dia apanya yang bikin kepincut.”
“Kamu gak tau sih, laki-laki cuek kayak Lucas itu di dalam hatinya mah perhatian tahu.”
Aku memandang sengit Amel, bisa-bisanya karakter tanpa hati semacam Lucas bisa memikatnya. Ada apa dengan otaknya?
“Kayak Adnan,” katanya sambil berbisik.
“Hah?!”
“Iya, Adnan. Gitu-gitu banyak banget pelanggan cewek yang merhatiin dia, tahu.”
Aku mencuri pandang pada barista yang sering kulihat itu, tapi tidak sekalipun kami mengobrol panjang lebar seperti yang dilakukan Amel. Laki-laki misterius sepertinya apa yang membuat perempuan sampai tertarik?
“Gak tau ah! Aku pulang dulu, novelnya besok aku bawa, ok?”
“Ia? Yelah… malah kabur.”
“Shift-ku udah beres kali.”
Selesai mengganti seragam pegawaiku, aku menaiki angkutan umum yang jaraknya sekitar lima belas menit dengan macet atau lampu merah, kadang bisa lebih cepat lagi. Jam enam sore aku sudah berdiri di belakang meja resepsionis. Mencatat pasien-pasien yang akan berobat ke klinik, atau membantu beberapa orang tua yang datang sendirian karena aku tidak tega melihat mereka kesulitan bahkan untuk sekadar duduk menunggu antrian.
Pekerjaan di klinik selesai pukul sepuluh malam. Aku tinggal di kawasan kontrakan yang bisa dibilang bersih dan aman, juga khusus perempuan. Kadang-kadang, setelah pulang dari klinik, aku berpapasan dengan Adnan, kami hanya saling melihat dan selanjutnya ia pergi tanpa berbicara apapun padaku, mungkin tempat tinggalnya searah dengan kontrakanku.
Hari itu setelah menyapu dan merapikan kursi-kursi klinik. Aku menuruni anak tangga setelah yakin semua lampu di tempat ini sudah kumatikan. Aku selalu menjadi yang terakhir pulang karena tempat tinggalku juga tidak jauh dari sini.
Aku tidak tahu apa yang salah padaku hari itu, tapi aku kehilangan pijakanku saat menuruni tangga, alhasil aku berguling bebas dengan kepala yang sudah menghantam ujung-ujung anak tangga beberapa kali, aku sampai mati rasa karena benturannya sekeras itu. Tubuhku yang sudah tidak bisa kukendalikan akhirnya tergeletak tak berdaya dengan separuh kesadaranku sudah menghilang. Tangan dan kakiku rasanya kesemutan, cairan kental mengalir di sekitar kepalaku.
Suara teriakan seseorang membuatku mencoba menghentikan pandanganku yang mengabur.
“Diana!!!”
Mataku mengedarkan ke segala penjuru.
“Wahhh! Aku masih di tubuh Diana?!”
“Bagaimana kondisi Nyonya Olivia dan Cecilia?”
Kudengar suara Lucas yang semakin terdengar jelas, aku menutup mataku kembali dan pura-pura tertidur, atau pura-pura sekarat.
Suara pintu terbuka, langkah beberapa orang terdengar oleh indra pendengaranku, kemudian langkah itu tidak terdengar tetapi ada tangan lain yang meraih tanganku.
“Mereka ditemukan di Daerah Perbatasan dengan keadaan yang kacau,” jawab seseorang yang sepertinya itu Alpha. “Apa yang akan kita lakukan, Yang Mulia? Langsung membunuh mereka?”
Membunuh?!
“Biarkan saja mereka terkatung-katung di sana. Peringatkan semua penduduk di Daerah Perbatasan untuk tidak membantu mereka berdua atau aku akan menghukum mereka juga,” tutur Lucas tegas dan dingin sekali.
“Baik Yang Mulia.”
Kemudian aku mendengar suara pintu yang ditutup. Lucas masih menggenggam tanganku.
“Sampai mana aku bercerita? Kalau tidak salah saat aku kembali dari Keluarga Levada dan suruhan Tuan Daniel mencoba mencelakaimu.”
Mencelakaiku? Apa maksudnya?
**
Mungkin hampir seluruh alur cerita yang dijabarkan Lucas sudah kudengar. Ada beberapa hal yang menggangguku, pertama, selama ini ternyata Lucas mencoba melindungiku, dari caranya bercerita ia sepertinya ragu-ragu untuk jujur padaku, ditambah Diana yang ini hanya melihat apa yang memang terlihat di depan mata, aku tidak pandai menilai seseorang atau mengetahui dengan jelas apa yang ada di kepala orang tersebut. Kedua, ternyata Tuan Daniel memang sengaja menjadikanku target untuk menggusur paksa kedudukan Diana, dan Tuan Franz dijadikan alat dengan mengompori jika Dianalah yang menyebabkan kebangkrutan keluarganya. Yang terakhir, ada perasaan canggung yang tumbuh saat aku mendengar suara Lucas. Gimana ya? Dia menceritakan semua itu jelas-jelas kepada Diana asli, tapi yang ada di dalam sini masih Tiara. Aku kurang nyaman mendengar perasaan orang lain begini.
Aku tidak pernah menjadi tempat curhat saat di duniaku dulu, aku juga bukan orang yang repot-repot ingin mencari tahu kehidupan orang lain. Lucas yang selama ini kupikir hanya laki-laki brengsek, ternyata dia juga mencintai Diana, hanya saja dia kurang pandai mengungkapkannya. Aku jadi semakin merasa bersalah padanya.
Tapi dibanding semua itu, yang lebih membuatku penasaran adalah keberadaanku yang masih terjebak di tubuh Diana. Apa mungkin isi cerita di novel itu memang pernah terjadi berabad-abad lalu, terus kenapa aku sampai kembali ke masa lalu dan merasuki tubuh seorang ratu? Di luar kebingunganku itu, setidaknya tubuh ini sudah bisa sedikit digerakkan, kadang-kadang aku berlatih bangun dari posisi berbaring, tapi butuh waktu yang cukup lama karena luka tusukan di perutku masih terasa sakit.
“Aku memang terlalu beruntung untuk kembali hidup setelah pisau tajam menancap di perutku.” Tapi tidak sampai terjebak di tubuh orang lain juga sih.
Tidak ada yang tahu bahwa sebenarnya aku sudah terbangun sekitar dua minggu lalu, tapi selama itu yang kulakukan hanya berbaring dan benar-benar tertidur. Tiba-tiba bangun di tengah-tengah Lucas bercerita, atau saat orang tua Diana yang datang menjenguk sambil sesegukkan, atau Nara yang membersihkan tubuhku dan menggantikan pakaian, rasanya aneh saja, ditambah aku juga memang belum pulih sepenuhnya, jadi kubiarkan saja mereka dengan reaksi yang terdengar menyedihkan ketika melihat kondisi Diana.
Setelah Lucas bergegas pergi dan menyuruh Alpha menjaga di depan pintu kamar, suara benda jatuh terdengar di antara kebisuan malam itu. Aku menunggu Alpha atau mungkin orang lain masuk dan memeriksa apa yang terjadi di dalam, tapi setelah lama menunggu, tidak ada siapapun yang masuk.
Aku membuka mata dengan hati-hati, perlahan-lahan bangun dan menyingkirkan selimut yang menyelimuti tubuhku. Perutku masih terasa nyeri sampai aku harus menahan suaraku untuk tidak menjerit. Memang si brengsek Daniel menghunuskan pisau yang terlalu tajam dan panjang, harusnya yang kupanggil brengsek itu dia! Kakiku mulai menapaki lantai yang dibalut karpet tebal dan lembut, beberapa kali aku terhuyung namun berhasil mempertahankan keseimbanganku. Tiga bulan lebih terbaring di atas kasur, tentu saja tenagaku terkuras habis. Bahkan tangan-tangan ini terlihat kurus, setelah ini aku harus banyak makan dan segera membuka mata dihadapan orang-orang.
Aku berjalan dengan cukup kesusahan sampai di depan pintu kaca yang mengarah langsung ke halaman. Aku memungut benda yang jatuh itu, ternyata lingkaran mimpi yang pernah dipasang oleh Alpha. Kulihat keadaan di luar yang mulai berangin, sepertinya sebentar lagi musim salju akan datang, dan aku kehilangan waktuku di musim gugur.
Lingkarang mimpi ini mengingatkanku pada Nyonya Hellen yang tinggal diperbatasan. Benar! Nyonya Hellen pasti tahu sesuatu soal keadaanku. Beliau sempat mengatakan benda-benda yang biasa aku lihat di duniaku, gedung pencakar langit, pesawat terbang, dan ponsel. Yang dimaksud Nyonya Hellen pasti benda-benda itu, apalagi saat beliau mengatakan soal hukum kekekalan energi. Aku memang bodoh, tapi aku masih ingat sedikit tentang hukum kekekalan energi.
Tapi maksudnya apa?
Suara pintu membuat tubuhku menegang ketika tanpa sadar ada seseorang yang masuk ke dalam kamar. Saat aku menoleh, Lucas sudah berdiri tak jauh dari posisiku. Segera saja aku menunduk, tapi kenapa aku menunduk?! Orang itu sudah melihatku begini. Kenapa aku jadi salah tingkah begini?! Ya ampun!
“Y-Yang Mulia…”
Apa-apaan ucapanku itu!!! Memalukan sekali! Pakai nada suara yang canggung segala! Aku harus bagaimana ini?! Kondisiku yang sebenarnya sudah terbongkar, tapi aku belum memiliki keberanian untuk menghadapi Lucas sekarang.
Lucas memanggilku lalu bergegas menghampiri dan memelukku begitu erat. Aku bisa mencium aroma tubuhnya, juga detak jantungnya yang berdegup kencang. Lucas beberapa kali memanggil namaku sambil mengelus kepalaku dengan lembut. Sementara aku hanya bisa terdiam dan tidak memprotes apapun. Bagaimana mungkin, sekarang aku benar-benar canggung melihatnya. Bayangkan saja, kau pamit pada seseorang, lalu tak lama kau kembali begitu saja, malu bukan?
**
Lucas membaringkanku kembali setelah kakiku benar-benar kehilangan kekuatannya. Ia memperlakukanku sangat berbeda sekarang. Ia memapahku, mengecek bantal yang kupakai, dan menyelimutiku dengan hati-hati kemudian duduk di sampingku sambil terus memandangi. Aku tidak berani melihatnya lama-lama dan kupilih untuk menundukkan kepala. Ia lalu menyentuh tanganku sama lembutnya.
“Bagaimana keadaanmu?” tanyanya jauh dari nada bicara yang biasa aku dengar darinya.
“B-baik,” jawabku masih dengan nada canggung. Rasanya Lucas jauh lebih asing dari orang asing itu sendiri.
“Apa tubuhmu ada yang masih sakit? Atau kepalamu pusing?”
“Tidak, tidak ada.” Hanya jahitan di perutku sepertinya belum juga mengering.
“Sekarang masih malam, istirahatlah. Aku akan di sini menemanimu.”
Justru itu! Bisakah kau keluar saja, aku tidak bisa tidur dengan tenang jika kau di dekatku.
Salam Hangat,
SR
ig: @cintikus
@sylviayenny thank youuuu :)
Comment on chapter #1