Loading...
Logo TinLit
Read Story - Moira
MENU
About Us  

.

.

.

Kau hampir membuatku mati karena khawatir

.

.

.

Siang itu, aku menggantung beberapa pot kecil berisi bunga Mimosa, bunga yang disukai oleh Diana, dan aku setuju soal itu. Bunga ini bentuknya sederhana, tapi punya banyak variasi warna. Walaupun kelihatan kecil, tapi itulah alasan aku pun menyukainya.

Lantai dua Sayap Barat ini tidak dihuni siapapun, juga lantai tiga dan lantai empat di atasnya. Aku hanya meminta Nara juga beberapa pelayan untuk selalu merapikan ruangan-ruangan itu. Tentu saja beda dengan Sayap Timur, keluarga Barton menggunakan semua ruangan di menara itu semaksimal mungkin, lagipula mereka tinggal bertiga, pun sifat mereka yang suka pamer-pamer ria itu, mana mungkin mereka tidak memajang kekayaan mereka di Sayap Timur.

“Yup! Beres,” kataku menuruni kursi yang membantuku menggantung pot-pot di beranda lantai dua.

“Sudah saya bilang, harusnya Yang Mulia diam saja di kamar, biar saya yang mengerjakannya,” ujar Nara untuk kesekian kalinya. Katanya itu tugas dia, tapi aku juga mampu hanya sekadar menggantung pot begini saja.

“Tak apa, aku juga bisa sendiri. Lagipula cuma begini saja, gampang. Oh ya, tolong siapkan makan siang saja. Aku akan ke taman untuk menanam bunga matahari.”

“Lalu bagaimana dengan potnya, Yang Mulia?”

“Aku sudah menyuruh Alpha untuk membawanya.”

“Baik Yang Mulia kalau begitu saya akan mengantar Yang Mulia ke taman dulu.”

“Aduh, taman itu di bawah sana, kau pergi saja, aku bisa sendiri kok!”

“Tapi Yang Mulia, bagaimana jika….”

“Udah, udah, sana. Aku tidak apa-apa.” Aku mendorong tubuh Nara untuk pergi duluan, mungkin Diana yang dulu harus terus bersama Nara. Tapi, yang ada di sini kan bukan Diana, sejak lahir aku sudah hidup sendirian, aku tidak biasa sering dibantu orang.

“Yang Mulia.” Alpha menunjukan pot-pot bunga yang ia bawa dari rumah kaca.

“Bagus,” ujarku.

“Saya tahu Yang Mulia akan menyukainya,” katanya. Aku bisa lihat bagaimana binar di matanya memberikan pernyataan jika ia sedang mencoba merayuku, dengan cara yang dibuat semanis mungkin.

Aku hanya membalasnya dengan senyuman. “Bantu aku menanam benih bunga mataharinya.”

Aku akui, Alpha memang manis dan baik. Bukan hanya pada Diana, tapi pada siapapun, bahkan Lucas sendiri yang memilih Alpha saat di akademi militer dan menjadikannya kaki tangan raja, karena kepribadian Alpha begitu murni, mungkin. Walaupun mungkin penilaiannya bukan dari kepribadian saja, saat terjadi perampokan di pinggir pantai, Alphalah yang menyelesaikan masalah dan menghabisi semua orang. Iya, biar begitu, Alpha seperti mesin tempur yang mengerikan.

“Saya senang dengan Yang Mulia akhir-akhir ini.” Tuh, tuh, mulai lagi dia. “Sejak kecil Yang Mulia tidak senang berinteraksi dengan orang lain, apalagi untuk beraktivitas seperti ini, dulu Yang Mulia benci sekali dengan matahari.”

“Hm?”

Meski Diana senang merawat tanamannya, tapi yang dia lakukan selalu di dalam kamar, bahkan ketika bercocok tanam seperti ini, Diana lebih memilih melakukannya di kamar atau di teras samping kamarnya.

“Iya juga ya.” Karakterku bertolak belakang dengan Diana.

“Tapi perubahan itu membuat nilai tambah di mata saya. Saya menyukai Yang Mulia seperti ini.”

Kami berdua sedang berjongkok saat itu, aku sering mengenakan gaun yang lebih sederhana, kadang-kadang gaun yang pendek karena saat ini sedang musim panas, aku tidak peduli dengan penampilanku, tapi dengan aku yang seperti itu, yang kuharap Alpha tidak jauh lebih dalam mencintai Diana, ternyata berefek sebaliknya. Matanya, juga wajahnya yang selalu tampak tersenyum ramah di hadapanku, dalam posisi kami yang masih berjongkok, Alpha mendapat nilai tambah juga dariku.

“Yang Mulia Ratu.” Suara asing yang memanggilku dengan lengkap membuatku menoleh ke asal suara itu. Cecilia dan Lucas sedang berjalan menghampiriku. Wajahku mengkerut, lalu aku berdiri memandangi dua orang itu. Tumben sekali mereka ke sini!

“Banyak pelayan yang bilang jika halaman Yang Mulia tumbuh subur, saya sengaja mengajak Lucas untuk melihatnya bersama,” bualnya sambil menggandeng lengan Lucas. Aku memandangi si brengsek itu, tapi dia balik memandangiku. Pantas dia kusebut brengsek, dia tidak menghargai Diana istrinya sendiri. Pantas saja Diana tersiksa di sini! Dasar!

“Alpha, setelah selesai, simpan pot itu di tempat yang sering terkena sinar matahari, aku masuk dulu,” kataku mengabaikan mereka berdua.

Alpha yang sejak tadi memberi hormat pun mengangguk lalu merubah posisi pot yang baru saja kami tanami itu. Aku pergi melenggang meninggalkan dua pasangan bucin itu. Bukan karena aku cemburu, aku masih kesal dengan Lucas dan omong kosongnya beberapa hari lalu. Aku benci bagaimana dia merasa sebagai korban yang paling sengsara di dunia ini. Hidupku lebih buruk darinya, apalagi aku terlahir bukan dari keluarga kerajaan.

“Seperti biasa, kepribadianmu buruk sekali, apa ini yang diajarkan keluargamu?” ucap Lucas yang membuatku berhenti membuka pintu kayu itu.

Alasanku berhenti bukan karena ucapan si brengsek itu yang menyakitkan, tapi ucapannya persis seperti kalimat yang ada baca di dalam novel sesaat sebelum Diana kecelakaan.

Tapi tunggu! Di dalam novel, saat Diana akan masuk ke dalam kamarnya lewat teras kamar, di saat itulah ada seseorang yang menjatuhkan pot bunga dari beranda lantai dua. Aku berpikir sejenak, kali ini aku sedang ada di depan pintu kayu yang menembus lorong antara Sayap Barat dan gedung utama. Sementara posisi yang membuat Diana celaka kini ditempati oleh Lucas.

Kenapa ceritanya jadi seperti ini?

Aku melihat ke atas, tak begitu jelas siapa pelakunya, tapi pot bunga yang kugantung sudah tidak ada di tempatnya, melainkan di tangan seseorang yang wajahnya terhalang. Tangannya sudah berada di ujung dinding beranda. Lalu secara otomatis kakiku berlari ke arah Lucas.

“Awas!!!”

Aku mendorong tubuh Lucas hingga kami berdua tersungkur jatuh ke atas rumput diikuti suara benda yang terjatuh dari atas.

“Yang Mulia!”

“Lucas!”

Aku berusaha bangkit dari atas tubuh Lucas, kulihat wajahnya yang kaget karena aksiku, ada darah di pipi kanannya, tapi itu bukan darahnya, melainkan darah yang muncul dari pelipisku yang mengenai pot tadi.

Alpha membantuku berdiri, tapi aku merasakan nyeri di bagian pundak kiriku. Sial! Bahuku juga kena hantaman pot tadi, pantas saja ngilu sekali.

“Yang Mulia, bahumu.” Alpha melihat lebam yang masih baru itu tergambar jelas di bahuku. Warnanya biru cukup besar dengan rona merah di sekitarnya. Aku sedikit menggerakkan lengan kiriku, tapi tidak bisa.

“Jangan banyak bergerak Yang Mulia,” katanya lagi.

“Lucas! Kau tidak apa-apa? Ada darah di wajahmu.” Cecilia terlihat histeris lalu membersihkan darah yang sebenarnya darahku itu dari wajah Lucas.

“Yang Mulia, saya panggilkan dokter.”

Aku menahan lengan Alpha sekuat tenaga, “Bawakan handuk, air dingin, dan obat luka saja. Aku akan pergi ke kamarku.”

“Tapi Yang Mulia….”

“Aku tunggu di kamarku.”

Sebelum aku benar-benar pergi, sekilas aku melihat ke arah Lucas yang dipapah oleh Cecilia. Ada isyarat yang tak terbaca ketika dia menatapku, kemudian tatapan itu terputus sewaktu Alpha memapahku masuk ke dalam istana.

Sewaktu Alpha pergi terburu-buru keluar dari kamarku, pot yang sudah tak berbentuk itu masih berada di tempatnya, tepat di depan teras kamarku. Tanahnya terlempar kemana-mana, lalu bunga mimosanya pun sudah tak berbentuk. Ada hal aneh di sini, kejadian tadi seharusnya dialami Diana hingga ia pingsan karena benturan pot itu mengenai tepat di atas kepalanya, yang terjadi sekarang Lucaslah yang hampir terluka. Berarti ada seseorang yang mulai menyingkirkannya.

Aku yakin Tuan Daniel dalang dibalik operasi menyingkirkan raja, tapi itu nanti, setelah Diana meninggal, Tuan Daniel melakukan kudeta yang sukses membuat Lucas turun tahta dan mati ditangannya sendiri. Memang ganjil kedengarannya, Lucas terkenal sebagai pemimpin yang kejam dan kuat walaupun dia bisa memimpin Kerajaan Xavier dengan baik. Lucas memang tidak mungkin mati semudah itu jika aku memperhatikan wataknya yang kejam dan tak kenal ampun, tapi dia seperti tidak berdaya di tangan Tuan Daniel.

Apa mungkin Lucas terlalu kecewa sehingga ia rela mati begitu saja? Dipikir-pikir aneh juga sih. Tapi yang lebih penting….

“Tetap saja aku yang kena walaupun cuma bahuku! Kenapa juga aku lari menolong si brengsek itu? Padahal biarkan saja dia geger otak selamanya. Duh, sakit banget bahuku.”

 

**

 

Ada hal yang lebih menyebalkan lagi dibanding tertimpa pot bunga. Rapat keluarga kerajaan malam hari di saat aku sedang menahan lebam di bahuku. Entah bagaimana Cecilia bercerita, tapi kejadian tadi membuat heboh seisi istana, namun dengan Lucas sebagai korbannya. Kampret!

“Hal ini tidak bisa dibiarkan begitu saja, bagaimana jika hal buruk terjadi pada Yang Mulia Raja?” Nyonya Olivia terus berceloteh tentang hal itu.

Tidak ada seseorang yang menganggap bahwa hal ini hanya sebuah kecelakaan biasa, padahal aku yakin hanya diriku yang tahu siapa pelakunya, tapi semua orang seolah-olah penonton yang melihat keseluruhan kejadian tadi siang.

“Tapi siapa yang berani melakukan hal ini pada Lucas?” tanya Cecilia.

“Yang Mulia, apakah mungkin ada seseorang yang Anda curigai?” tanya Tuan Daniel.

Duh! Serius deh! Lucas tidak kenapa-kenapa, dan pot jatuh di hadapannya pun tidak akan menjadi sebuah trauma besar bagi dia yang pernah terjun ke medan perang langsung.

“Jadi pertemuan ini untuk membahas apa?” tanyaku yang sudah tidak sabaran ini. Helo? Di sini ada orang yang terluka karena ulah salah satu dari kalian, gila! Akting mereka memang sempurna sekali.

“Yang Mulia Ratu, apa mungkin salah seorang pelayanmu yang melakukannya?” tanya Nyonya Olivia.

“Hah?! Pelayan yang mana? Nara? Dia ada di dapur, juga beberapa pelayan lain. Alpha? Dia bersamaku saat itu,” kataku kesal. “Nyonya Olivia sedang menuduhku atau bagaimana?”

“Tidak, tentu saja tidak. Tapi kenapa Anda terlihat terburu-buru?” Nada Nyonya Olivia memang sengaja membuatku terlihat mencurigakan.

Aku menghela napas, aku sudah mulai berkeringat karena menahan rasa sakit di bahuku. “Kalau memang kalian menuduhku mencoba mencelakai Lucas, lalu bagaimana caranya aku tahu jika Lucas dan Cecilia akan datang ke tempatku? Kalian tahu kan, Lucas tidak pernah sedikit pun mengunjungi istrinya sendiri.”

Nyonya Olivia akhirnya bungkam.

“Sudah cukup! Aku capek! Lagian kenapa kalian berdua muncul di halamanku?! Aneh-aneh saja!”

Seperti biasanya, aku orang pertama yang keluar dari ruang rapat itu. Toh, ujung-ujungnya mereka cuma membuatku terlihat sebagai pelaku. Apa-apaan pula si brengsek Lucas itu, diam saja seperti ia memang terluka parah. Raja drama dia tuh harusnya!

Rebahan di tengah gelapnya ruangan disertai cahaya lampu taman dari balik jendela besar menjadi momen paling nyaman yang bisa kusematkan. Bahuku masih belum membaik, malah semakin sakit dan pegal. Sejak tadi aku mengompresnya dengan handuk dan air dingin, rasa nyerinya sedikit berkurang dan semoga lebamnya pun semakin kecil.

Perlahan kelopak mataku mulai berat, suara yang lebih sunyi dari kotaku dulu menjadi selimut nyaman yang bisa menghipnotisku untuk lebih dalam masuk ke alam mimpi, dan memang berhasil. Sedikit demi sedikit, luka di bahuku mulai tidak terasa, dan aku tidur seperti biasa.

 

Salam hangat,

SR

ig: @cintikus

How do you feel about this chapter?

0 0 1 0 0 0
Submit A Comment
Comments (2)
Similar Tags
IMAGINE
384      273     1     
Short Story
Aku benci mama. Aku benci tante nyebelin. Bawa aku bersamamu. Kamu yang terakhir kulihat sedang memelukku. Aku ingin ikut.
Aldi: Suara Hati untuk Aldi
380      276     1     
Short Story
Suara hati Raina untuk pembaca yang lebih ditujukan untuk Aldi, cowok yang telah lama pergi dari kehidupannya
Two Good Men
554      388     4     
Romance
What is defined as a good men? Is it their past or present doings? Dean Oliver is a man with clouded past, hoping for a new life ahead. But can he find peace and happiness before his past catches him?
Melody Impian
639      437     3     
Short Story
Aku tak pernah menginginkan perpisahan diantara kami. Aku masih perlu waktu untuk memberanikan diri mengungkapkan perasaanku padanya tanpa takut penolakan. Namun sepertinya waktu tak peduli itu, dunia pun sama, seakan sengaja membuat kami berjauhan. Impian terbesarku adalah ia datang dan menyaksikan pertunjukan piano perdanaku. Sekali saja, aku ingin membuatnya bangga terhadapku. Namun, apakah it...
My Noona
6127      1497     2     
Romance
Ini bukan cinta segitiga atau bahkan segi empat. Ini adalah garis linear. Kina memendam perasaan pada Gio, sahabat masa kecilnya. Sayangnya, Gio tergila-gila pada Freya, tetangga apartemennya yang 5 tahun lebih tua. Freya sendiri tak bisa melepaskan dirinya dari Brandon, pengacara mapan yang sudah 7 tahun dia pacariwalaupun Brandon sebenarnya tidak pernah menganggap Freya lebih dari kucing peliha...
Pisah Temu
1057      566     1     
Romance
Jangan biarkan masalah membawa mu pergi.. Pulanglah.. Temu
Malu malu cinta diam diam
513      377     0     
Short Story
Melihatmu dari jauhpun sudah membuatku puas. karena aku menyukaimu dalam diam dan mencintaimu dalam doaku
Call Kinna
7064      2279     1     
Romance
Bagi Sakalla Hanggra Tanubradja (Kalla), sahabatnya yang bernama Kinnanthi Anggun Prameswari (Kinna) tidak lebih dari cewek jadi-jadian, si tomboy yang galak nan sangar. Punya badan macem triplek yang nggak ada seksinya sama sekali walau umur sudah 26. Hobi ngiler. Bakat memasak nol besar. Jauh sekali dari kriteria istri idaman. Ibarat langit dan bumi: Kalla si cowok handsome, rich, most wante...
Melepaskan
463      318     1     
Romance
Ajarkan aku membenci tawamu, melupakan candamu. Sebab kala aku merindu, aku tak bisa lagi melihatmu..
Yang Terlupa
455      259     4     
Short Story
Saat terbangun dari lelap, yang aku tahu selanjutnya adalah aku telah mati.