Loading...
Logo TinLit
Read Story - Woozi's Hoshi
MENU
About Us  

Sekolah Menengah Atas

 

Ji Hoon meletakkan tasnya di barisan paling belakang, meski sama seperti dulu; ia masih memiliki tubuh yang lebih kecil dibanding teman laki-laki sekelasnya. Ia tidak bisa menahan helaan nafasnya ketika melihat bangku kosong di sampingnya; siapa yang akan duduk di sana sekarang? Sembilan tahun menjadi teman sebangku Soonyoung, Ji Hoon tidak bisa berpikir bagaimana ia bisa menjalani hari-harinya bersama teman sebangku yang baru.

“Hai,” seseorang dengan wajah tampan, meski di balik kacamata tebalnya, menyapa Ji Hoon dengan canggung. “Kursi lain sudah penuh, aku bisa duduk di sini?”

“Tentu.” Ji Hoon mempersilakan teman barunya untuk duduk di sampingnya. Ia merasa tercekik dengan suasana canggung mereka; dan Ji Hoon benar-benar berharap Soonyoung bisa kembali menjadi teman sebangkunya.

“Wonwoo. Jeon Wonwoo.” calon teman baru Ji Hoon memperkenalkan diri dengan canggung, “Ji Hoon. Lee Ji Hoon.” dan Ji Hoon memperkenalkan diri dengan tidak kalah canggung.

Keduanya tidak tau bagaimana mereka bisa begitu canggung hanya dengan duduk sebangku, membuat kelas yang seharusnya sedikit santai menjadi terasa aneh. Ji Hoon bersumpah bel istirahat yang berbunyi siang itu menjadi suara yang paling ia tunggu sepanjang masa sekolahnya. 

“Woozi-woozi!” suara ceria Soonyoung segera terdengar, dan Ji Hoon menemukan sahabat konyolnya itu di balik jendela kelasnya; tersenyum lebar dan melambaikan tangan. Melihat Soonyoung, Ji Hoon tersenyum lebar tanpa ia sadari; begitu lega dan senang. Perasaan Ji Hoon hampir sama dengan saat pertama ia melihat Soonyoung; seperti bunga matahari mekar di bawah terik matahari, membuat Ji Hoon hanya bisa menatap Soonyoung dan melupakan dunia di sekitarnya untuk beberapa saat. Meski dengan jurusan yang berbeda, setidaknya Soonyoung masih berada di sekolah yang sama dengannya.

Hari-hari SMA berlalu dengan menyenangkan bagi Ji Hoon dan Soonyoung. Ji Hoon dengan fokus dan rajin, selalu membuat lagu dan berlatih vokal, sementara Soonyoung berlatih segala jenis gerakan dan membuat koreo untuk berbagai genre lagu. 

Bagi Ji Hoon, memilih untuk memperjuangkan mimpi dan bakatnya adalah pilihan terbaik, dan bagi Soonyoung… Soonyoung tidak tau apakah ia mengikuti mimpinya, atau mengikuti mimpi Ji Hoon, tetapi yang ia tau, Soonyoung bahagia dengan hari-harinya di sekolah. Soonyoung tidak pernah menyesal dengan keputusannya untuk mengikuti Ji Hoon. Ia tau ia tidak bisa menjadi komposer musik seperti Ji Hoon, tetapi ia bisa menjadi choreographer untuk lagu-lagu Ji Hoon. Mungkin… bagi Soonyoung, Ji Hoon adalah orang yang membentuk mimpinya. 

 

***

 

Tahun ketiga Sekolah Menengah Atas datang dengan sangat cepat bagi Ji Hoon. Ia benar-benar merasa baru kemarin dirinya berkenalan dengan Wonwoo, dan sekarang mereka sudah menjadi teman akrab. 

Siang ini, jam di dinding berjalan lebih lambat dari biasanya. Ji Hoon terus melirik jarum jam itu dan terus memainkan pena di tangannya dengan tidak sabar, membuat Wonwoo tertawa kecil dan menggelengkan kepala. Ji Hoon terlihat seperti anak perempuan yang tidak sabar bertemu pacarnya; kenyataannya, Wonwoo tau benar kenapa Ji Hoon segera ingin pelajaran terakhir mereka berakhir. 

Dan tepat saat bel terakhir berbunyi, Ji Hoon segera meraih tasnya dan berlari keluar, membuat teman-teman sekelasnya melihat Ji Hoon dengan tatapan aneh. 

“Hey, Lee Ji Hoon! Tunggu!” Wonwoo membereskan barangnya dengan tergesa, dan berusaha berlari secepat mungkin mengejar Ji Hoon. Damn. Meski bocah itu memiliki kaki yang jauh lebih pendek darinya, Wonwoo tetap merasa kesulitan mengejar Ji Hoon.

Ji Hoon mengabaikan nafasnya yang terasa semakin pendek, hanya fokus untuk berlari ke halaman sekolah tempat pertunjukan tengah semester anak-anak jurusan performance sedang berlangsung. 

Salah satu tim sedang perform di panggung, dan teman-teman sekolahnya sudah berkumpul di depan panggung untuk menikmati pertunjukan itu. Di saat seperti ini, Ji Hoon bersyukur memiliki tubuh relatif pendek; ia bisa menyelinap di antara anak-anak SMA itu dan muncul di barisan terdepan. Atau mungkin, itu adalah skill yang berhasil ia kuasai karena terlalu sering menonton pertunjukan Soonyoung. Oh, Ji Hoon berharap ia belum melewatkan performa tim Soonyoung. 

Satu tim, dua tim… Ji Hoon belum juga menemukan tanda-tanda Soonyoung akan muncul. ‘Sabar Ji Hoon… Sabar…’ dan dengan itu, Ji Hoon terus menunggu di sana. Menonton tim di hadapannya dengan tidak fokus. 

“Hoshi!” Ji Hoon segera berteriak keras; tidak peduli bagaimana ia terdengar seperti fanboy yang posesif, saat akhirnya Soonyoung dan timnya naik ke atas panggung. 

Soonyoung tidak pernah melewatkan suara itu, dan Soonyoung tidak pernah gagal menemukan Ji Hoon di antara penonton lainnya. Dengan senyum yang membuat matanya menghilang seperti bulan sabit yang bersinar, Soonyoung melambaikan tangannya pada Ji Hoon. Dan lima menit selanjutnya, Ji Hoon kembali terpana dengan pertunjukan Soonyoung.

 

***

 

Soonyoung tidak berhenti memukul pelan punggungnya, membuat Ji Hoon mengangkat alis, “Masih pegal?”

“Hmm.” Soonyoung memanyunkan bibir, tidak berhenti untuk berusaha membuat nyeri di punggungnya menghilang. 

“Kau selalu mengeluh pegal akhir-akhir ini, apa kau terkilir? Jatuh saat latihan?” 

Soonyoung tersenyum lebar dan menggeleng, Ji Hoon dan kecemasannya membuat Soonyoung senang. Mungkin karena Ji Hoon tidak pernah menunjukan perhatian pada apa pun atau siapa pun selain musik. Atau mungkin hanya dengan fakta bahwa Ji Hoon mencemaskannya… Sesederhana itu. Semua hal sederhana Ji Hoon dapat membuat Soonyoung senang.

 

***

 

“Demam lagi?” Wonwoo menaikkan nada suaranya, sementara Ji Hoon hanya mengangguk. Soonyoung. Mereka membicarakan Soonyoung yang tidak terlihat duduk bersama Jun dan rombongannya di kafetaria sekolah yang ramai.

Jun yang menyadari kehadiran Wonwoo dan Ji Hoon segera melambaikan tangan dengan semangat, dan seperti biasa, mereka menghabiskan waktu makan siang bersama. Hanya kali ini, Ji Hoon tidak bisa benar-benar menikmati makan siangnya.

Soonyoung… Harus bagaimana lagi ia harus mengomel agar bocah itu bisa menjaga dirinya lebih baik?

 

***

 

Ji Hoon tidak bisa terlihat lebih bersemangat lagi. Bocah yang selalu memilih untuk bermalas-malasan di kasur itu kini melompat kesana dan kemari, membuat Soonyoung tertawa dan amazed. Sejak kapan Ji Hoon bisa memiliki energi seperti itu? Ji Hoon bahkan tidak melompat sesenang itu saat lagu buatannya mendapat nilai tertinggi di sekolah. 

Dan reaksi senang itu seakan membuat Soonyoung benar-benar bangga dengan keputusannya; keputusannya untuk berkata ‘ya’ saat Ji Hoon memintanya memasuki universitas musik yang sama. Universitas musik idaman Ji Hoon; dimana senior mereka, Seungcheol, sudah lebih dulu berada di sana. 

Hanya dengan reaksi Ji Hoon, Soonyoung sudah yakin bahwa keputusannya tidak salah.

 

***

 

Ji Hoon merindukan Soonyoung. Ia benci untuk mengakui itu; tetapi ia juga tidak bisa mengelak dengan perasaannya. Soonyoung terlalu sibuk dengan latihan dan koreografi; sangat sibuk hingga ia jarang memiliki waktu untuk Ji Hoon. Tetapi yang lebih Ji Hoon permasalahkan adalah; bocah itu selalu kelelahan dan semakin sering tidak masuk sekolah.

Jadi hari ini, Ji Hoon memutuskan untuk kembali berkunjung ke rumah Soonyoung meski ia tau sahabatnya itu mungkin membutuhkan istirahat lebih. Sudah dua hari Soonyoung kembali absen karena demam.

Soonyoung terlihat tidur dengan pulas di ranjangnya, membuat Ji Hoon tersenyum kecil. Anak itu bisa juga terlihat calm. Saat Soonyoung membuka mata, ia selalu aktif dan cerewet. 

Berjinjit pelan ke arah Soonyoung, Ji Hoon mengamati Soonyoung lebih dekat; berhati-hati untuk tidak membangunkan sahabat sejak kecilnya itu. Keringat dingin terlihat membasahi keningnya, dan wajah pucat Soonyoung membuat dada Ji Hoon nyeri. 

Dengan lembut, Ji Hoon menyingkirkan rambut yang menutupi mata Soonyoung; ia baru menyadari betapa lembut dan tebal rambut Soonyoung. Ji Hoon menghabiskan sepanjang sisa harinya di sana; mengamati Soonyoung yang hanya tertidur pulas, hingga ia terpaksa membangunkan Soonyoung untuk makan malam.

 

***

 

Hari minggu datang lagi, tetapi itu sama saja dengan hari-hari lain: calon musisi muda Lee Ji Hoon masih harus menyelesaikan lagunya. Ji Hoon terlalu fokus pada pekerjaannya; tidak menyadari bagaimana Soonyoung merasa nervous sepanjang hari. Soonyoung terus mengamati Ji Hoon, terus berusaha membangun kepercayaan diri dan keberanian untuk mengatakan itu pada Ji Hoon…

“Ji Hoon…” dan meski dengan nada yang serius, Soonyoung tetap tidak bisa menatap Ji Hoon saat ia mengatakannya, “aku akan kuliah di Amerika.”

 

***

 

Kecewa? Ya. Marah? Mungkin. Tetapi Ji Hoon tidak mau itu menjadi alasan atas kerenggangan persahabatannya dengan Soonyoung.

Ji Hoon merasa Soonyoung benar-benar menghindarinya, menjauh darinya, sejak Soonyoung menyatakan keputusannya untuk kuliah di Amerika. Apakah respon Ji Hoon terlalu berlebihan bagi Soonyoung?

Ji Hoon menghela nafas; ia kembali berpikir yang tidak-tidak. Ia masih merasa bersalah untuk terdengar tidak supportive dengan keputusan Soonyoung. Itu adalah keputusan Soonyoung untuk mendapat masa depan yang lebih cerah, tetapi yang Ji Hoon katakan bukanlah ‘Aku akan mendukungmu.’ seperti yang selalu Soonyoung katakan untuknya. Yang Ji Hoon ingat, ia justru mempertanyakan Soonyoung, “Kau yakin?” “Kenapa?” “Korea juga tidak kalah dengan Amerika.” Oh, betapa Ji Hoon membenci dirinya sendiri sekarang.

Dan dengan hari yang semakin cepat berlalu, hari-hari SMA mereka juga akan berakhir sebentar lagi. Ji Hoon tidak ingin menyia-nyiakan sisa waktunya dengan Soonyoung. Aneh. Betapa ia merasa berkejaran dengan waktu untuk berada bersama Soonyoung, sementara selama ini ia tidak pernah menganggap waktunya dengan Soonyoung begitu berharga. Karena yang selalu Ji Hoon bayangkan adalah; Soonyoung akan selalu bersamanya. Selalu… 

Dan ketika Ji Hoon selalu berpikir betapa konyolnya Soonyoung, kali ini Ji Hoon merasa dirinya begitu konyol.

Jadi disinilah Ji Hoon, berdiri di depan pintu kamar Soonyoung, dan mengetuknya dengan jantung yang berdebar kencang. Selama lebih dari sepuluh tahun berteman dengan Soonyoung, ini adalah pertama kalinya Ji Hoon mengetuk pintu kamar Soonyoung. Biasanya ia akan langsung menghambur masuk seperti itu adalah kamarnya sendiri. Bagaimana hubungan mereka dapat menjadi serenggang ini dengan cepat?

“Ji… Hoon?” Soonyoung terlihat berantakan; Ji Hoon pasti membangunkan Soonyoung dengan ketukan pintunya. 

“H-hai…” Ji Hoon benci dengan kecanggungan yang aneh ini, tetapi ia tidak bisa membuat ketegangannya menghilang. Tidak, sampai Soonyoung tiba-tiba menariknya dalam pelukan hangat. 

Soonyoung merindukannya… Sangat… Dan Ji Hoon tidak pernah merasa selega itu.

 

***

 

Wisuda kali ini, Ji Hoon tidak merasa sebahagia wisuda-wisuda sebelumnya. Mungkin karena ia tau, setelah ini, ia harus membiasakan diri untuk tidak berada di dekat Soonyoung…

Tetapi Ji Hoon tetap tersenyum lebar; seperti Soonyoung yang juga masih tersenyum lebar padanya. Jarak tidak akan begitu berpengaruh ‘kan? Setidaknya setahun sekali Soonyoung pasti akan pulang, dan mereka akan menghabiskan waktu seperti biasanya. Dan setidaknya ia akan menghabiskan berjam-jam di sambungan telepon… Setidaknya, itu adalah keinginan Ji Hoon.

 

***

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Sisi Lain Tentang Cinta
786      441     5     
Mystery
Jika, bagian terindah dari tidur adalah mimpi, maka bagian terindah dari hidup adalah mati.
Black Roses
32870      4720     3     
Fan Fiction
Jika kau berani untuk mencintai seseorang, maka kau juga harus siap untuk membencinya. Cinta yang terlalu berlebihan, akan berujung pada kebencian. Karena bagaimanapun, cinta dan benci memang hanya dipisahkan oleh selembar tabir tipis.
ATHALEA
1393      625     1     
Romance
Ini cerita tentang bagaimana Tuhan masih menyayangiku. Tentang pertahanan hidupku yang akan kubagikan denganmu. Tepatnya, tentang masa laluku.
Teori dan Filosofi
958      576     4     
Short Story
Kak Ian adalah pria misterius yang kutemui di meja wawancara calon penerima beasiswa. Suaranya dingin, dan matanya sehitam obsidian, tanpa ekspresi atau emosi. Tapi hal tak terduga terjadi di antara dia, aku, dan Kak Wijaya, sang ahli biologi...
Memorabillia: Setsu Naku Naru
7191      1900     5     
Romance
Seorang laki-laki yang kehilangan dirinya sendiri dan seorang perempuan yang tengah berjuang melawan depresi, mereka menapaki kembali kenangan di masa lalu yang penuh penyesalan untuk menyembuhkan diri masing-masing.
Kepak Sayap yang Hilang
112      105     1     
Short Story
Noe, seorang mahasiswa Sastra Jepang mengagalkan impiannya untuk pergi ke Jepang. Dia tidak dapat meninggalkan adik kembarnya diasuh sendirian oleh neneknya yang sudah renta. Namun, keikhlasan Noe digantikan dengan hal lebih besar yang terjadi pada hidupnya.
KLIPING 2
1004      634     2     
Inspirational
KLIPING merupakan sekumpulan cerita pendek dengan berbagai genre Cerita pendek yang ada di sini adalah kisah kisah inspiratif yang sudah pernah ditayangkan di media massa baik cetak maupun digital Ada banyak tema dengan rasa berbeda-beda yang dapat dinikmati dari serangkaian cerpen yang ada di sini Sehingga pembaca dapat memilih sendiri bacaan cerpen seperti apa yang ingin dinikmati sesuai dengan...
Kapan Pulang, Dean?
535      398     0     
Short Story
Tanpa sadar, kamu menyakiti orang yang menunggumu. Pulanglah...
Baniis
672      419     1     
Short Story
Baniis memiliki misi sebelum kepergian nya... salah satunya yaitu menggangu ayah nya yang sudah 8 meninggalkan nya di rumah nenek nya. (Maaf jika ada kesamaan nama atau pun tempat)
Mentari dan Purnama
512      340     1     
Short Story
Mentari adalah gadis yang dikenal ceria di kalangan teman-temannya. Tanpa semua orang ketahui, ia menyimpan rahasia yang teramat besar. Mentari berteman dengan seorang hantu Belanda yang berkeliaran di sekolah! Rahasia Mentari terancam ketika seorang murid baru blasteran Belanda bernama Purnama datang ke sekolah. Apakah kedatangan Purnama ada hubungannya dengen rahasia Mentari?