Read More >>"> Hamufield (Bab 58) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Hamufield
MENU
About Us  

Seoul

 

Chang Min tersenyum lebar melihat Ji Hyo yang memasuki ruangannya.

“Ini laporannya.” Ji Hyo menyerahkan beberapa berkas pada Chang Min.

“Jadi ini hasil kerja adikku? Aku akan tetap menyuruhmu mengulangnya kalau ini tidak benar.” Chang Min menatap Ji Hyo dengan pandangan menggoda.

Ji Hyo tertawa kecil dan mengangguk pelan, “Tentu, aku pasti akan mengulangnya Boss!”

Chang Min segera membuka berkas itu dengan semangat, cukup penasaran dengan hasil kerja Ji Hyo yang semakin meningkat itu.

Ji Hyo menarik nafasnya dalam-dalam, ada hal lain yang mengganjalnya belakangan ini, “Oppa,”

Chang Min mendongak, menatap Ji Hyo yang sudah memandangnya dengan serius.

“Aku rasa ada baiknya untuk memperlakukan Jun Su lebih baik lagi.” Ji Hyo melepaskan tatapannya dari Chang Min, merasa terlalu gugup untuk melihat mata kakaknya itu.

Chang Min cukup terkejut dengan perkataan Ji Hyo yang tiba-tiba. Ia tidak pernah menyangka Ji Hyo memikirkan hubungannya dengan Jun Su.

“Maksudku, Oppa tahu ‘kan keluarga kita tidak pandai memperlakukan satu sama lain.” Ji Hyo berdeham. Ia ingin berkata lebih, ingin mengungkapkan isi pikirannya, tetapi tidak bisa, “Aku akan kembali bekerja.”

Chang Min hanya bisa terdiam melihat Ji Hyo yang sudah menghilang di balik pintu ruangannya. Perkataan adiknya itu segera membuatnya memikirkan Jun Su dan kebiasaan lamanya yang mulai muncul lagi baru-baru ini.

 

 

“Mom?” gadis kecil berambut panjang itu berjalan pelan dengan suara yang bergetar. Ibunya tidak menjawab.

Ia tidak pernah berjalan sendirian ke luar kamarnya di tengah malam, namun suara-suara gaduh membuatnya terbangun dan tidak bisa tidur.

Kamar orang tuanya terbuka lebar dan cahaya lampu terlihat menyelinap keluar dari sana.

Gadis kecil itu berjalan mendekat dan hanya bisa mematung di ambang pintu. Cahaya lampu tidak hanya menampilkan rambut kemerahan gadis kecil itu, tapi juga lantai kamar yang ternoda merah oleh darah.

 

“Yang aku tahu, ayahku dipenjara setelah membunuh ibu. Aku tidak pernah melihatnya lagi.” mata Cassie terlihat menerawang. “Tapi, sejak saat itu, aku selalu terbangun di Hamufield.”

“Kurcaci,” Jun Su dan Cassie mengatakannya bersamaan dan tertawa kecil.

“Kau juga melihat kurcaci saat kau bangun?” Cassie memperlihatkan deretan giginya yang putih.

Jun Su mengangguk masih dengan senyum di wajahnya. “Oh ya, aku, maaf soal orang tuamu.”

Cassie kembali tertawa kecil, “Itu sudah sangat lama.” Cassie menghirup dalam-dalam nafasnya. “Aku tinggal di panti asuhan sejak saat itu. Tapi tidak ada satu pun yang percaya tentang ceritaku di Hamufield. Tidak ada yang mengerti bahasa kita di sana. Orang-orang justru menganggapku gila. Mereka pikir itu karena aku melihat mayat ibuku.”

Jun Su hanya mengangguk kecil, mengerti dengan keadaan itu.

“Bagaimana denganmu? Orang-orang di sekitarmu tau tentang Hamufield?”

Jun Su tersenyum dan menggeleng. “Sejak awal aku berada di Hamufield, aku tidak pernah mengatakannya pada siapa pun.”

Mata Cassie yang sudah besar semakin membulat, “Benarkah?”

Jun Su mengangguk, bersamaan dengan suara ponsel Cassie yang berbunyi.

“Ah, apa-apaan ini? Waktu berlalu terlalu cepat!” Cassie menggerutu ketika ia harus kembali menangani pasien.

“Jangan buat pasienmu menunggu lebih lama. Terimakasih sudah menyempatkan makan siang denganku.”

Cassie menatap Jun Su dengan tatapan bingung, “Apa-apaan ini? Jangan buat aku geli. Baik di Hamufield ataupun Seoul, kau tidak cocok menjadi seorang gentleman.”

Jun Su tertawa dengan komentar Cassie sebelum melemparkan death glare pada gadis itu.

“Ayo bertemu di Hamufield, dan kita bisa bebas mengobrol.” Cassie tersenyum lebar dan mengedipkan sebelah matanya sebelum beranjak menjauh.

Jun Su kembali tertawa kecil dengan tingkah gadis itu.

 

 

Hari sudah gelap saat Chang Min memasuki rumahnya. Kaki panjang Chang Min membuatnya selalu berjalan dengan cepat sembari mengendurkan dasi di lehernya.

“Chang Min,”

Langkah Chang Min terhenti saat ibunya muncul.

“Bisakah kau katakan pada Jun Su untuk tidak membawa teman-temannya ke rumah?”

Chang Min mengertukan dahinya. “Jun Su membawa temannya kemari?”

“Tidak, tapi dia pergi menemui temannya hari ini. Aku hanya tidak ingin ia datang membawa temannya lain kali.” Nyonya Shim menghembuskan nafas panjangnya. “Sebentar lagi makan malam akan siap.”

Untuk sejenak, Chang Min hanya mematung di tempatnya.

‘Teman? Jun Su tidak punya teman...’

 

 

Jun Su terlihat ceria malam ini. Tidak seperti malam-malam biasanya. Chang Min akan senang dengan kenyataan itu kalau saja Jun Su tidak pergi menemui temannya hari ini.

“Aku dengar kau pergi bertemu temanmu hari ini.” Chang Min berusaha membuat suaranya terdengar biasa saja.

Jun Su menutup buku yang dibacanya dan mengangguk pada Chang Min.

“Siapa? Kau tidak pernah menceritakan padaku tentang teman-temanmu.” Chang Min berjalan mendekat dan duduk di samping Jun Su, menyelimuti kaki panjangnya dengan selimut tebal tempat tidur itu.

“Namanya Cassie. Dia teman lamaku. Aku tidak menyangka bisa bertemu dengannya lagi.” Jun Su tersenyum lebar. Ia benar-benar terlihat senang.

“Oh,” Chang Min hanya mengangguk kecil. Ia yakin tidak pernah mendengar nama itu sebelumnya. Tidak dari Jun Su.

“Aku tidur dulu. Selamat tidur.” Jun Su segera menyelimuti tubuhnya dan terlelap, sementara Chang Min masih duduk diam.

Chang Min menatap Jun Su yang sudah benar-benar tenggelam dalam tidurnya. Ini aneh... Atau mungkin tidak. Entahlah...

Untuk beberapa saat, Chang Min hanya diam memandangi laki-laki itu. Akhir-akhir ini, ia semakin merasa hubungan mereka merenggang. Jauh berbeda dengan dulu, saat mereka masih tinggal berdua di Tokyo. Tapi Chang Min tidak bisa menyalahkan Jun Su, ia tahu itu juga salahnya yang selalu sibuk dengan pekerjaannya.

Malam ini, Chang Min kembali melihat wajah cerah Jun Su. Ia baru menyadari bahwa sudah lama ia tidak melihat senyum bahagia laki-laki itu.

‘Cassie... siapa?’

 

 

Hamufield

 

Ruang penyimpanan wine milik keluarga Cassie tidak pernah gagal membuat Jun Su terkagum. Berbagai macam jenis wine tertata rapi di rak-rak kayu yang membuat basement itu terlihat seperti lorong-lorong kecil yang indah.

“Aku rasa kau belum pernah mencoba yang ini.” Cassie mengambil sebotol wine di hadapannya dan memamerkan botol merah itu pada Jun Su. Gadis itu segera beranjak ke meja kecil di ujung ruangan dan membuka botol itu.

“Ibumu masih ingin bertemu keluarga Chang Min?” Cassie kembali membuka topik itu sembari menuangkan wine untuknya dan Jun Su.

Jun Su tersenyum tipis dan mengangguk. Gadis ini selalu tahu apa yang mengganjal pikirannya.”Ibuku menanyakan itu setiap hari, benar-benar membuatku gila.”

Cassie tersenyum simpatik sembari memberikan segelas wine pada pemuda di hadapannya itu, “Keluarga kalian belum pernah bertemu satu sama lain?”

Jun Su memainkan gelas wine di tangannya, memperhatikan cairan merah itu bergejolak di dalamnya, “Awalnya aku tidak tahu kenapa keluarga Chang Min selalu punya alasan untuk menolak. Sekarang saat semuanya sudah jelas, aku rasa mereka memang tidak sebaiknya bertemu.”

Cassie hanya bisa terdiam, memandang Jun Su yang tenggelam dalam pikirannya sendiri. ‘Apa Chang Min menyadari itu…?’

 

 

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Maaf katamu? Buat apa?
676      418     0     
Short Story
“Kamu berubah. Kamu bukan Naya yang dulu.” “Saya memang bukan Naya yang dulu. KAMU YANG BUAT SAYA BERUBAH!”
Goddess of War: Inilah kekuatan cinta yang sesungguhnya!
6336      1598     5     
Fantasy
Kazuki Hikaru tak pernah menyangka hidupnya akan berubah secepat ini, tepatnya 1 bulan setelah sekembalinya dari liburan menyendiri, karena beberapa alasan tertentu. Sepucuk surat berwarna pink ditinggalkan di depan apartemennya, tidak terlihat adanya perangko atau nama pengirim surat tersebut. Benar sekali. Ini bukanlah surat biasa, melainkan sebuah surat yang tidak biasa. Awalnya memang H...
Your Moments
7599      2154     0     
Romance
Buku ini adalah kumpulan cerita mini random tentang cinta, yang akan mengajakmu menjelajahi cinta melalui tulisan sederhana, yang cocok dibaca sembari menikmati secangkir kopi di dekat jendelamu. Karena cinta adalah sesuatu yang membuat hidupmu berwarna.
Jalan Tuhan
491      340     3     
Short Story
Percayalah kalau Tuhan selalu memberi jalan terbaik untuk kita jejaki. Aku Fiona Darmawan, biasa dipanggil fia, mahasiswi kedokteran di salah satu universitas terkemuka. Dan dia, lelaki tampan dengan tubuh tinggi dan atletis adalah Ray, pacar yang terkadang menjengkelkan, dia selalu menyuruhku untuk menonton dirinya bermain futsal padahal dia tahu, aku sangat tidak suka menonton sepak bola ata...
When the Winter Comes
54597      7545     124     
Mystery
Pertemuan Eun-Hye dengan Hyun-Shik mengingatkannya kembali pada trauma masa lalu yang menghancurkan hidupnya. Pemuda itu seakan mengisi kekosongan hatinya karena kepergian Ji-Hyun. Perlahan semua ini membawanya pada takdir yang menguak misteri kematian kedua kakaknya.
About Us
2365      931     2     
Romance
Cinta segitiga diantara mereka...
Fallen Blossom
521      331     4     
Short Story
Terkadang, rasa sakit hanyalah rasa sakit. Tidak membuatmu lebih kuat, juga tidak memperbaiki karaktermu. Hanya, terasa sakit.
Creepy Rainy
404      268     1     
Short Story
Ada yang ganjil ketika Arry mengenal Raina di kampus. Fobia hujan dan bayangan berambut panjang. Sosok berwajah seperti Raina selalu menghantui Arry. Apakah lelaki itu jatuh cinta atau arwah mengikutinya?
Army of Angels: The Dark Side
30968      5152     25     
Fantasy
Genre : Adventure, Romance, Fantasy, War, kingdom, action, magic. ~Sinopsis ~ Takdir. Sebuah kata yang menyiratkan sesuatu yang sudah ditentukan. Namun, apa yang sebenarnya kata ''Takdir'' itu inginkan denganku? Karir militer yang telah susah payah ku rajut sepotong demi sepotong hancur karena sebuah takdir bernama "kematian" Dikehidupan keduaku pun takdir kembali mempermai...
She Is Falling in Love
471      281     1     
Romance
Irene membenci lelaki yang mengelus kepalanya, memanggil nama depannya, ataupun menatapnya tapat di mata. Namun Irene lebih membenci lelaki yang mencium kelopak matanya ketika ia menangis. Namun, ketika Senan yang melakukannya, Irene tak tahu harus melarang Senan atau menyuruhnya melakukan hal itu lagi. Karena sialnya, Irene justru senang Senan melakukan hal itu padanya.