Hamufield
Jun Su hanya diam, menikmati tidur di atas semak-semak empuk dengan bunga-bunga liar di sekelilingnya. Langit yang ditatapnya tidak secerah biasanya. Serangga sore yang biasa menyuarakan keberadaannya kini tidak terdengar, hanya segerombolan burung hitam yang terbang melewatinya yang membuat suara.
“Apa yang membuatmu murung akhir-akhir ini?” Jae Joong bersandar di pohon tua beberapa meter di belakang Jun Su. “Ceritakan padaku.”
Jun Su tidak bergitu kaget dengan kedatangan Jae Joong. Jae Joong selalu bisa menemukannya. Namun Jun Su hanya diam. Tidak ada yang bisa ia ceritakan...
“Aku tidak melihat ada masalah dengan pekerjaan atau teman-temanmu, atau kau sudah pandai menyembunyikannya?” Jae Joong beranjak dan duduk tepat di samping Jun Su yang masih berbaring dengan tangan sebagai bantalnya.
“Tidak ada masalah... di Hamufield.” suara Jun Su hanya terdengar seperti gumaman kecil.
“Lalu?”
Jun Su hanya diam.
Jae Joong menghela nafasnya cukup keras, “Jun Su yang kutau bukan Jun Su yang pemurung.” Jae Joong ikut membaringkan tubuhnya di samping Jun Su. “Tempat ini sangat nyaman.”
Jun Su hanya menggumam setuju dengan senyum kecilnya.
Seoul
“Tidak! Aku akan mengurus perusahaan di Tokyo.” Chang Min menatap tajam mata ayahnya yang terlihat tidak senang.
“Perusahaan itu hanya untuk latihan, dan kau sudah menyelesaikan semua belajarmu di sana. Ini saatnya untuk mengurus perusahaan utama di Seoul.” suara dingin Tuan Shim terdengar tajam dan menusuk.
“Aku akan mengurus perusahaan di Tokyo.” Chang Min mengulangi perkataannya.
“Berhentilah main-main! Pada akhirnya kau akan mengurus semua perusahaan. Tapi sekarang adalah waktunya mengurus perusahaan utama kita.”
Jun Su menutup kopernya dan segera berjalan turun. Nyonya dan Tuan Kim sudah terlihat siap di bawah.
“Oh, cepat sekali.” Nyonya Kim menghela nafasnya dan mengelus pipi Jun Su. “Setiap ada kesempata untuk pulang, kau harus pulang.”
Jun Su tersenyum dan mengangguk. Suara mobil Chang Min sudah terdengar di luar rumah.
Jun Su tersenyum kecil melihat kedua tangan Chang Min yang memegang kemudi. Tidak ada satu pun cincin di kesepuluh jarinya. Itu membuatnya senang.
“Bagaimana pertunanganmu kemarin?” Jun Su bertanya lebih seperti mengejek.
“Oh ayolah. Aku baru senang memikirkan akan tinggal denganmu lagi di Tokyo dan kau mengungkit ini?”
Jun Su tertawa kecil. Tanpa sadar, senyumnya lebih lebar dari biasanya, dan dengan sengaja mengeraskan suara tawanya; berusaha menutupi sedikit rasa sakit yang ada.