Tokyo
Chang Min sedikit mengerang sembari mengendurkan otot-ototnya, namun ia segera tersenyum mendapati wajah polos yang sudah menemani tidurnya lebih dari sebulan terakhir ini. Pagi ini, seperti pagi-pagi lalu, Chang Min kembali menikmati waktunya memandangi wajah chubby yang masih tertidur lelap itu. Merasa gemas dan iseng, Chang Min menyentuhkan jemarinya perlahan ke bibir si tukang tidur yang tidak tertutup rapat itu. Chang Min tertawa kecil, merasakan sensasi jelly di telunjuknya sementara pemilik bibir itu sama sekali tidak bergerak. ‘Dasar tukang tidur…’
Chang Min masih belum melepaskan pandangannya pada si tukang tidur itu saat ia mendengar ponselnya bergetar. Ia segera meraih ponsel itu, masih dengan posisi tidurnya.
Dari: James
Aku sudah tidak ingat kapan terakhir kali kita berpesta. Bagaimana kalau malam ini?
Untuk: James
Aku tidak bisa.
Dari: James
Why man?!
Untuk: James
I’m not living alone anymore.
Chang Min tersenyum kecil membaca tulisannya sendiri. Ia yang sudah menanti-nantikan masa untuk tinggal sendiri, justru meminta seseorang untuk tinggal bersamanya sebagai hadiah ulang tahun.
Dari: James
Oooh! Girl?
Untuk: James
Hmm… no. Not a girl.
Chang Min membiarkan ponselnya tergeletak di kasur. Ia kembali menatap laki-laki yang masih lelap dalam tidurnya itu. Senyum Chang Min segera mengembang, merasakan ketenangan yang sama tiap kali ia menatap wajah polos itu.
Jun Su menatap jalanan gelap di hadapannya. Sudah lebih dari dua jam Chang Min membawanya pergi setelah makan malam, tetapi laki-laki itu masih menolak untuk memberitahu ke mana mereka akan pergi.
Tidak banyak perakapan selama perjalanan itu, tetapi Jun Su tidak ingin tidur dan pergi ke Hamufield. Ia justru menikmati kesunyian ini dengan pemuda itu. Hanya Chang Min yang bisa membuatnya nyaman meski tanpa obrolan yang berarti.
Jun Su melihat sekelilingnya dengan bingung saat pemuda itu tiba-tiba menepikan mobilnya di daerah pegunungan yang sepi dan gelap itu.
“Turunlah, kita sudah sampai.” Chang Min tersenyum padanya sebelum keluar dari mobil itu.
Masih tidak mengerti dengan keadaan ini, Jun Su merapatkan jaket tebalnya dan keluar dari kehangatan di dalam mobil, mengikuti Chang Min yang sudah duduk bersandar pada bagian depan audi silver itu.
Udara dingin segera menusuknya, tetapi dengan cepat, ia kembali dapat merasakan pipinya memanas saat Chang Min menatapnya dengan senyum manis.
“Berhantilah berjalan menunduk, mulai sekarang coba lihat ke atas.” Chang Min mengalihkan pandangannya pada langit di atas mereka, dan Jun Su mengikuti arah pandangan laki-laki itu.
Untuk beberapa saat, Jun Su tidak bisa bernafas, terlalu kagum oleh pemandangan yang dilihatnya. Langit itu bukanlah hitam pekat seperti yang selalu ia bayangkan; campuran warna biru tua hingga ungu violet terpapar luas di sana, dipenuhi oleh titik-titik cahaya bintang yang berkelip. Tidak ada kata yang bisa Jun Su ucapkan untuk memuji pemandangan ini. Untuk pertama kali dalam hidupya, ia melihat dunia ini dapat lebih indah dari Hamufield.
Chang Min mengalihkan pandangannya, menatap wajah Jun Su yang masih terpaku mengagumi pemandangan langit penuh bintang itu. Senyum dan wajah bahagia itu, dan mata sayu yang berubah menjadi hidup dan berbinar, bagi Chang Min, hal itu lebih indah dari langit di atasnya.
Jun Su mengalihkan pandangannya, baru akan berterimakasih pada Chang Min saat ia kembali terdiam. Kali ini oleh pandangan matanya yang bertemu dengan mata Chang Min. Waktu seakan berhenti, dan berjalan begitu lambat, tetapi tidak ada satu pun dari mereka yang rela melepas pandangan dari satu sama lain.
Perlahan, tanpa ada kata yang terucap, Chang Min membungkuk perlahan, mendekatkan wajahnya pada wajah pemuda di sampingnya. Bibir yang semula dingin kini menjadi hangat oleh sentuhan satu sama lain. Dalam keheningan di antara perbukitan tinggi, dalam kesunyian malam, di bawah langit penuh bintang, keduanya tenggelam dalam perasaan pada satu sama lain. Biarlah jutaan bintang yang menjadi saksi, tanpa menghakimi.