Tokyo
Profesor senior yang baru memasuki ruang kelas di senin pagi itu hanya bisa terpaku di depan kelas untuk beberapa saat. Ia mengamati ruang kelas yang biasanya penuh itu kini hanya terisi setengah. Ia melihat jam tangannya, memastikan ia tidak salah waktu, lalu kembali mengamati bangku-bangku kosong di hadapannya.
“Apa ada sesuatu hari ini? Kenapa begitu banyak yang tidak masuk?” profesor itu memutuskan untuk bertanya. Wajahnya terlihat khawatir, terlebih melihat beberapa yang masuk ke kelas itu berwajah pucat.
Sam berusaha menahan kekehannya, ia menempelkan pundaknya pada Chang Min dan berbisik pelan, “Ini semua salahmu.”
Chang Min hampir tidak bisa menahan tawanya. Ia segera berdeham dan berusaha menutupi senyum lebarnya, membuat wajahnya lebih seperti sedang menahan sakit. Ya, ini memang salahnya. Salahnya dan ide pesta tiga hari tiga malamnya yang sukses membuat sebagian besar teman sekelasnya KO.
Chang Min sendiri terlihat kacau. Ia juga masih merasa pusing karena efek alkohol yang ditenggaknya semalam, begitu juga dengan Sam. James yang biasanya duduk di belakangnya bahkan memutuskan untuk tidak masuk kali ini.
Seperti biasa, pelajaran di mulai dan Chang Min, tanpa bisa ia cegah, kembali menatap wajah si tukang tidur yang kembali melamun di bawah paparan matahari. Membuat wajah pucat dan rambut hitamnya terlihat bersinar.
‘Apa dia tidak datang karena kesal? Apa dia membenciku?’ kerutan terlihat di dahi Chang Min, menginat kejadian di basement malam itu. Ia tidak bisa memungkiri perasaan kecewanya karena si tukang tidur itu tidak terlihat sekali pun di pesta kemarin.
“Astaga, rasanya aku ingin muntah.”
Jun Su tersadar dari lamunannya, mendengar erangan teman sekelasnya.
“Sama. Kepalaku seperti ingin pecah!”
Jun Su melihat kedua teman sekelas, yang ia tidak tahu namanya itu, berbicara dengan wajah pucat dan kantung mata tebal. Jun Su melihat ke sekeliling kelas dan baru menyadari betapa sepinya kelas itu. Mata teman-teman sekelasnya merah dan mereka terlihat tidak dalam kondisi yang baik.
‘Wabah penyakit?’ Jun Su mengerutkan keningnya.
Jun Su memutuskan untuk berbalik dan bertanya pada pemuda yang tidak henti-hentinya mengerang sakit.
“Kau baik-baik saja? Ada apa dengan semua orang?” Jun Su bertanya pelan. Merasa aneh karena is benar-benar jarang berbicara pada orang lain.
“Oh, ini semua karena pesta tiga hari tiga malam Shim Chang Min. Kau tidak datang?”
Segera setelah kelas pagi itu usai, seorang gadis yang duduk di deretan belakang berdiri dan mengampiri Chang Min, “Shim Chang Min.”
Chang Min yang masih dalam dunianya sendiri mengamati si tukang tidur itu membereskan bukunya seketika kembali sadar akan sekelilingnya. Ia segera mendongak ke arah gadis itu berdiri di samping Sam.
“Kalau sampai tidak ada yang datang ke pertemuan nanti, itu semua salahmu!” gadis berambut coklat muda itu menaruh kedua tangannya di pinggul.
Chang Min menghela nafasnya. Ia merasa semua orang akan menyalahkannya setelah selesai bersenang-senang di apartment besarnya. ‘Astaga, kenapa aku mengiyakan untuk ikut perkumpulan bodoh ini…’ Chang Min mengutuk dirinya sendiri, berusaha mengingat apa yang membuatnya terikat sebuah komunitas pelajar Korea Selatan ini.
“Kirimkan aku tempat dan waktunya.” Chang Min berkata malas sembari membereskan bukunya.
“Hey, kau harus janji untuk datang! Para penggemarmu sudah menantikanmu. Mereka akan membunuhku kalau kau tidak datang.” Ji Young merengek menatap Chang Min yang terlihat cuek.
Chang Min berdiri dari tempat duduknya dan baru akan pergi saat ia melihat si tukang tidur baru saja meninggalkan kelas itu. Ia segera menoleh dan akhirnya menatap Ji Young tidak dengan pandangan malasnya, “Hey, Ji Young, kau tahu anak yang baru saja keluar itu?”
Ji Young mengerutkan keningnya; bingung sekaligus terkejut dengan Chang Min yang tiba-tiba berubah semangat.
“Anak yang biasanya duduk di situ!” Chang Min menunjuk ke tempat duduk si tukang tidur yang sekarang sudah kosong. Ji Young hanya mengikuti arah telunjuk Chang Min dengan tatapan tidak mengerti. “Dia juga orang Korea, ‘kan? Siapa namanya? Apa dia akan datang ke pertemuan nanti?”
Ji Young menghembuskan nafasnya, “Aku bahkan tidak tahu siapa yang kau maksud.”
“Anak yang selalu melamun di sana!” Chang Min meninggikan suaranya, terlalu bersemangat hingga membuatnya frustasi.
“Entah. Aku tidak pernah memperhatikannya.” Ji Young menatap aneh pada laki-laki tinggi yang terlihat kecewa itu. “Semua pelajar Korea di universitas ini diundang. Mungkin dia akan datang.” Ji Young menambahkan, dan seperti sihir, laki-laki di hadapannya sudah kembali menatapnya dengan bersemangat.
Waktu menunjukkan tepat pukul delapan malam. Chang Min kembali mengecek penampilannya di kaca mobil kesayangannya itu dan berjalan masuk ke restaurant besar yang sudah penuh dengan para pelajar Korea Selatan universitasnya.
Laki-laki tampan yang memiliki postur tubuh seperti model itu segera mencuri perhatian orang-orang yang dilewatinya. Tinggi badannya yang hampir mencapai 190cm dan gaya berpakaian casual yang rapi membuatnya terlihat stylish. Walau pun terlihat cuek dengan poker face andalannya, Chang Min dapat dengan jelas merasakan pandangan orang-orang padanya. Ia menyukainya; menjadi pusat perhatian karena penampilannya yang menawan.
Jun Su kembali terjebak dalam pekerjaan paruh waktunya yang membosankan; kali ini ia harus menata buku-buku yang baru saja selesai dipinjam di perpustakaan kampus itu. Ia melirik tumpukan buku di troli yang harus ditatanya dan menghela nafas. Tangannya sudah pegal, dan ia merasa kakinya juga sudah mulai lemas karena harus naik turun tangga kecil demi mencapai deretan atas rak yang sangat tinggi itu.
Lagi dan lagi, Jun Su memaksakan dirinya untuk tetap melanjutkan pekerjaannya meskipun kakinya sudah terasa seperti jelly. Merasa tidak tahan, Jun Su memijit-mijit kakinya, ‘Melakukan pekerjaan ini di Hamufield sepertinya akan mudah…’ Jun Su tersenyum sedih memandang kakinya yang lembek itu, ia harap kaki kuatnya yang kencang di Hamufield juga dapat muncul di sini.
Jun Su segera menyadarkan diri dari lamunannya dan kembali meraih buku di troli, tetapi seseorang merebut buku besar itu dari tangannya. Jun Su mendongak, dan mendapati rekan kerjanya tersenyum lebar.
“Mulai sekarang, biar aku yang mengurus bagian atas rak.” pemuda dengan tinggi badan lebih dari dua meter itu segera meletakkan buku di bagian atas rak dengan mudah. Ia bahkan tidak membutuhkan tangga.
“Terimakasih.” Jun Su mengeluarkan suara kecilnya yang selalu terdengar lembut.
Kenichi menggeleng dan melambaikan sebelah tangannya, “Aku justru tersiksa kalau harus menata rak bagian bawah.”
Jun Su tertawa kecil membayangkan tubuh besar Kenichi yang harus berjongkok dan menata buku-buku itu di dasar rak.
“Oh ya, kau tidak pergi ke perkumpulan pelajar Korea?”
Jun Su terlihat bingung dan mengerutkan keningnya.
“Seniorku di club basket tidak datang hari ini, katanya karena ada gathering. Dia juga berasal dari Seoul.” Kenichi menjelaskan sembari menata buku-buku itu dengan cepat.
“Aku harus bekerja.” Jun Su memberi alasan, padahal ia bahkan tidak tahu apa-apa mengenai gathering itu.
Kenichi menghentikan pekerjaannya dan menatap Jun Su, “Lain kali ikutlah. Aku tidak keberatan untuk bertukar shift kalau kau ada acara.”
Jun Su tersenyum, ia beruntung rekan kerjanya sangat baik dan mengingatkannya pada orang-orang di Hamufield.
Dua jam berlalu. Chang Min sudah tidak bisa menutupi wajah bosannya lagi. Ia juga sudah tidak meladeni pertanyaan-pertanyaan dan obrolan yang ditujukan padanya; terlihat jelas bahwa ia sedang tidak fokus pada sekelilingnya.
Jung Hwa, senior cantik yang membuatnya setuju untuk datang sudah duduk di hadapannya, tetapi Chang Min justru tidak peduli. Matanya tidak tertuju pada Jung Hwa atau gadis lain di sekelilingnya, melainkan menjelajahi seisi restaurant dan selalu menoleh ke pintu masuk setiap kali ada yang datang. Ia tidak lagi tertarik untuk berkenalan dengan gadis-gadis cantik; ia hanya ingin si tukang tidur itu untuk muncul di hadapannya.
Soo Bin yang menyadari kelakuan aneh Chang Min akhirnya angkat bicara, ia tidak tahan melihat Chang Min yang selalu menggoyangkan kakinya dengan tidak sabaran, seakan menunggu seseorang untuk segera datang, “Mencari siapa?”
“Huh?” Chang Min menggumam tanpa mengalihkan pandangannya dari pintu masuk.
Soo Bin menghela nafas dengan keras, kesal oleh kelakuan teman sekelasnya yang tidak biasa ini.
Chang Min yang menyadari hal itu segera menoleh ke arah Soo Bin dan memamerkan senyum lebarnya, “Maaf.”
Soo Bin tidak bisa marah dengan senyum manis temannya itu. Ia hanya memutar bola matanya, “Siapa lagi yang kau cari?”
Chang Min terlihat ragu untuk beberapa saat, tetapi mengingat Soo Bin juga berada di kelas yang sama, Chang Min memutuskan untuk mencoba, “Kau tahu, anak laki-laki di kelas kita yang selalu duduk di samping jendela, dia orang Korea, ‘kan?”
Soo Bin mengerutkan keningnya, “Yang mana?”
Chang Min menghela nafasnya. Apakah hanya dirinya yang bisa melihat si tukang tidur itu?