Seoul, 2003
Nyonya Kim tersenyum lebar dan menambahkan makanan di piring Ri In. Malam ini Ri In kembali makan malam bersama keluarga Kim, dan seperti biasa, saat Ri In datang Nyonya Kim akan memasak lebih banyak makanan. Siapa pun yang melihatnya akan mengira mereka sedang merayakan ulang tahun seseorang.
“Jun Su, kau sudah menemukan gadis manis seperti Ri In?”
Pertanyaan Nyonya Kim yang tiba-tiba membuat Jun Su teredak. Pertanyaan yang sama sejak hari pertama Nyonya Kim bertemu Ri In. Jun Su tidak pernah terbiasa dengan pertanyaan itu. Semakin hari Jun Su justru semakin merasa bersalah karena selalu menggeleng dan tidak pernah berusaha mencari gadis seperti Ri In. Jun Su sama sekali tidak tertarik dengan itu.
“Jun Su akan mendapatkan jodohnya sendiri nanti. Jangan ganggu dia.” Jun Ho menepuk pelan pundak Jun Su.
“Ada sesuatu yang harus kukatakan.” suara Jun Su segera membuat suara menjadi tenang. Jun Su sangat jarang angkat bicara.
“Aku mendapat beasiswa penuh ke Jepang.”
Suasana menjadi benar-benar hening.
“Beasiswa? Itu bagus. Kau tidak pernah cerita apa pun tentang beasiswa.” Jun Ho berusaha mencairkan kembali suasana yang mendadak canggung.
“Ya, aku mengajukan beasiswa beberapa bulan lalu, dan mereka bilang aku diterima.” Jun Su tersenyum kecil pada Jun Ho, lalu segera kembali menatap piringnya. Jun Su tidak pernah bisa menatap mata orang di Seoul, bahkan mata keluarganya sendiri.
“Jepang?” Nyonya Kim akhirnya angkat bicara. Ia tidak terlihat senang dengan berita itu.
Chang Min membanting tubuhnya di ranjang besar kamarnya. Chang Min tidak bisa menahan senyum lebarnya. Akhirnya ia akan terbebas dari segala tekanan dan tanggung jawabnya di Seoul.
Cabang perusahaan keluarga Shim di Jepang menunjukkan tanda-tanda perkembangan yang baik. Sudah dipastikan Chang Min akan melanjutkan kuliahnya di Jepang dan mengurus perusahaan itu nanti.
Chang Min sudah bisa membayangkan hidupnya di Jepang akan menyenangkan tanpa harus sembunyi-sembunyi untuk keluar rumah dan bermain. Ia juga tidak perlu megontrol kedua adiknya lagi, terutama Ji Hye. Senyum Chang Min sedikit memudar saat ia mengingat Ji Hyo. Adiknya yang satu itu, bagaimana dengan Ji Hyo?
Chang Min menghela nafasnya. Ia harap Ji Hyo akan baik-baik saja.
Tuan Kim membuka pintu kamar Jun Su perlahan. Jun Su dengan kacamata tebalnya terlihat fokus dengan buku di meja belajar.
“Kau benar-benar menginginkan beasiswa itu?”
Jun Su mengalihkan perhatiannya pada Tuan Kim yang berjalan mendekat.
“Kau yakin bisa hidup sendiri di sana?” Tuan Kim terlihat khawatir.
Jun Su mengangguk pelan, masih memandang buku di hadapannya meskipun pandangannya sudah tidak fokus.
Tuan Kim tersenyum dan memegang pundak Jun Su, “Aku akan meyakinkan ibumu untuk membiarkanmu pergi.”
Jun Su segera tersenyum lebar dan memandang ayahnya. Ia sudah membayangkan kehidupannya di Jepang sejak tadi. Ia bisa menghabiskan waktunya memikirkan Hamufield dan terbebas dari pertanyaan-pertanyaan Nyonya Kim.