Seoul
Kediaman keluarga Shim yang biasanya tenang mendadak dipenuhi dengan suara panik Nyonya Shim. Suara Tuan Shim yang selalu tenang dan tegas kini terdengar pecah dan bingung. Beberapa asisten rumah tangga berlarian ke sana dan kemari, menuruti perintah Nyonya Shim.
Ji Hyo dan Ji Hye terbaring lemas di ranjang saat dua orang asisten rumah tangga masuk dengan tergesa. Tanpa mengatakan apa pun, seorang dari mereka segera menggendong Ji Hyo dan seorang lainnya membawa tas besar berisi pakaian ganti dan obat-obatan Ji Hyo yang sudah wanita paruh baya itu siapkan beberapa waktu lalu.
Ji Hye hanya bisa menatap orang-orang yang bergegas pergi dari kamarnya tanpa bisa mengatakan apa pun. Mendadak, kamarnya segera sepi, dan beberapa menit kemudian, Ji Hye bisa mendengar suara mobil orang tuanya, lalu suara itu lenyap dan ia hanya tinggal dalam kesunyian.
Air mata segera membasahi pipi Ji Hye saat ia sadar; mereka semua meninggalkannya. Tidak hanya Ji Hyo yang sakit. Ia juga. Ia merasa badannya tidak enak. Kepalanya pusing dan ia mereasa mual. Tetapi tidak ada seorang pun yang peduli.
Chang Min merasakan ada yang ganjil. Chang Min berdiri diam di ruang tengah dan segera melemparkan tasnya ke sofa. Matanya memandang sekeliling; tidak ada suara atau tanda-tanda ibunya akan menyambut anak sulungnya yang baru saja pulang.
Chang Min beranjak ke dapur, berharap makan malam akan segera siap karena ia benar-benar lapar setelah menyelesaikan latihan anggarnya. Chang Min hanya bisa menghela nafas dengan keras dengan apa yang dilihatnya; dapur itu kosong dan tidak ada tanda-tanda aktifitas memasak sama sekali.
Seorang asisten rumah tangga yang belum lama bekerja untuk keluarga Shim menyapa Chang Min yang hanya berdiri dengan kedua tangan di pinggulnya. Chang Min melirik wanita di akhir kepala duanya itu dengan ujung matanya yang terlihat kesal. “Eomma dan Appa belum pulang?”
Asisten rumah tangga itu sedikit terlonjak dengan suara dingin Chng Min dan membuatnya tergagap untuk menjawab tuan mudanya, “Tu- Tuan dan Nyonya, baru saja pergi.” Asisten rumah tangga itu menyadari Chang Min masih menatapnya dengan tajam, menginginkan jawaban lebih, “Mereka mengantar Ji Hyo ke rumah sakit.”
Chang Min hanya mengangguk pelan tanpa mengubah ekspresinya. Ia tidak terkejut dengan situasi seperti ini. Mereka sudah terlalu sering membawa Ji Hyo ke rumah sakit hingga Chang Min bahkan tidak merasa khawatir lagi.
“Buatkan aku makan malam.” Hanya itu yang Chang Min katakan sebelum ia berbalik menuju kamarnya di lantai dua, tidak peduli untuk menunggu jawaban asisten rumah tangganya.
Asisten rumah tangga itu masih berdiri diam di tempatnya hingga punggung Chang Min tidak terlihat lagi. Ia masih tidak menyangka Chang Min tidak kalah dingin dengan Nyonya Shim.
Chang Min baru akan membuka pintu kamar saat ia menatap pintu kamar adik kembarnya yang tertutup. Ia menimbang-nimbang untuk sesaat sebelum akhirnya memutuskan untuk berjalan ke arah pintu itu dan membukanya perlahan.
Ji Hye terbaring sendirian di kamarnya. Gadis itu terlihat memandang ke luar jendela kamarnya.
“Hey, kau sudah makan malam?” meskipun pertanyaan Chang Min menunjukkan rasa sayangnya, suara Chag Min tetap terdengar dingin. Chang Min tidak pernah bisa menunjukkan perasaannya.
Ji Hye tidak merespon pertanyaan Chang Min untuk beberapa detik, sebelum akhirnya menggeleng pelan. Gadis kecil itu masih menatap jendela di kamarnya, membelakangi Chang Min yang masih berada di luar kamarnya.
Chang Min mengerutkan keningnya dan hanya menatap punggung Ji Hye untuk beberapa saat; menyadari adiknya itu tidak bersikap seperti biasa. Chang Min memutuskan untuk masuk dan berjalan mendekat. Ia mengangkat kedua alisnya saat melihat Ji Hye menangis dalam diam.
Ji Hye hanya memanyunkan bibir pucatnya dan berusaha membendamkan wajahnya pada bantal yang sudah basah oleh air mata. Ia tidak ingin Chang Min atau siapa pun melihatnya menangis.
“Kau kenapa?” nada suara Chang Min terdengar lebih seperti sedang kesal.
Kali ini Ji Hye sama sekali tidak merespon.
Chang Min yang menyadari wajah pucat Ji Hye itu meletakkan telapak tangannya pada jidat Ji Hye. “Demam.” Chang Min menggumam pelan.
Tanpa mengatakan apa pun lagi, Chang Min hanya menghela nafas dan berjalan keluar dari kamar itu. Ia menuruni tangga dengan cepat, kembali menuju dapur.
“Buatkan bubur untuk Ji Hye.” suara dingin Chang Min kembali membuat asisten rumah tangga yang sedang memasak itu terlonjak; tidak menyadari kehadiran Chang Min. “Dan siapkan obat demam.”
Chang Min bisa mendengar suara perutnya yang berbunyi keras. Ia merasa lebih lapar setelah mandi. Dengan buru-buru, Chang Min menuruni tangga sambil berusaha mengeringkan rambutnya dengan handuk putih yang menggantung di lehernya.
Makan malamnya sudah siap, tetapi pandangannya terfokus pada semangkuk bubur dan beberapa obat di sampingnya. Chang Min menarik kursinya untuk duduk dan menikmati makan malamnya, tapi ia justru kembali menghela nafas. Ia idak duduk dan menikmati makan malamnya, yang Chang Min lakukan adalah membawa bubur dan obar-obatan itu ke kamar Ji Hye.
Mangkuk bubur yang sudah setengah kosong itu tergeletak di meja sebelah ranjang Ji Hye. Segelas air putih berada di antara genggaman tangan kecil Ji Hye yang duduk bersandar pada bantalnya.
Chang Min yang duduk di ranjang adiknya itu terlihat sibuk membaca instruksi pada bungkus obat di tangannya, tidak menyadari Ji Hye yang tengah menatapnya, ‘Kenapa selalu hanya Ji Hyo? Kenapa selalu Ji Hyo yang mendapat perhatian? Kenapa hanya Ji Hyo yang tidak pernah dimarahi?’, tetapi tidak ada suara yang keluar dari mulut kecilnya. Ia hanya bisa memanyunkan bibirnya, mencoba mencegah air mata untuk kembali mengalir meskipun itu tidak berhasil.