Loading...
Logo TinLit
Read Story - Aria's Faraway Neverland
MENU
About Us  

“…Kenapa aku ada disini?”

Masih ada tersisa waktu 10 menit sebelum kelas dimulai kembali. Aku belum sempat memakan bekalku yang dibuatkan oleh ibu tiriku sebelum dia pergi. Namun, seseorang yang bernama Emma ini tiba-tiba mengajakku ke atap sekolah tanpa alasan yang jelas.

Awalnya aku menolak, tetapi dia memaksa. Alasan aku menolaknya adalah karena atap sekolah merupakan area yang dilarang oleh pihak sekolah. Tentu saja akan berbahaya jika anak-anak bermain di tempat seperti ini. Jadi, pintu menuju atap dikunci. Anehnya, Emma memiliki kunci untuk mengaksesnya.

“Ahh! Segarnya!” seru Emma yang mengambil nafas dalam-dalam. Senyumnya sangat lebar menunjukkan kepuasannya untuk berada disini. Dari reaksinya, bukan pertama kalinya dia kesini.

Aku hanya duduk di dekat pintu sambil membuka bekalku, sedangkan Emma berjalan-jalan menikmati udara terbuka.

“Kamu benar-benar menyukai tempat ini ya, Emma.” Ucapku sambil memakan bekalku.

“Yep.” Balasnya.

Anak ini benar-benar menakjubkan. Setiap tindakan dan ucapannya entah mengapa membuatku jengkel. Dia mengajakku ke tempat yang dilarang ini dan sekarang dia hanya berjalan memutar saja. Di sini tidak ada tempat teduh, sehingga tidak nyaman bagiku untuk makan di tempat seperti ini. Anak ini telah mengganggu waktu istirahatku.

“Jadi, kenapa kamu mengajakku ke tempat ini?” tanyaku.

“Karena ibuku meyuruhku.” Jawabnya yang sambil berjalan memutar tanpa memandangku.

“Ibumu?”

“Yep. Kata ibu kamu membutuhkan seorang teman, makanya aku mengajakmu kesini.”

“Ibumu? Ibumu mengenalku?” tanyaku kebingungan karena aku tidak pernah berkenalan dengan ibu dari teman-teman sekelasku.

“Tentu saja. Ibuku adalah guru kita berdua. Namanya adalah Bu Mary.” Jelasnya.

Tunggu dulu…

Aku memang kurang pandai mengingat nama, tapi aku masih mengingat nama itu samar-samar.

“Dia…”

Di saat aku masih berusaha mengingatnya, Emma menambahkan, “Ibuku peduli denganmu. Katanya dia beberapa kali memanggilmu ke ruang guru untuk menanyai kabarmu.”

OH!

Kabut yang di otakku seketika bersih. Memang hanya ada satu guru yang beberapa kali memanggilku ke kelas. Akan tetapi..

“EH!?”

“Ah, akhirnya kamu ingat.”

Aku tidak mengira bahwa dia sudah mempunyai seorang anak perempuan. Dilihat dari wajah dan tubuhnya, kukira dia masih muda dan perawan. Ah…ternyata dia awet muda.

Emma sempat bertanya kenapa aku sangat terkejut, dan aku juga sedikit bingung untuk menjelaskannya.

“Umm..ibumu masih terlihat sangat muda, jadi kukira dia masih belum menikah…”

Aku berusaha sedikit jujur, tetapi aku tidak yakin bahwa anak seumuranku lainnya paham dengan hal seperti ini.

Ekspresi kebingungan terpajang di muka Emma, tetapi dia memutuskan untuk tidak menggalinya lebih lanjut.

“ ‘Ada beberapa hal yang tidak perlu kamu pahami’. Aku pernah diberitahu oleh mentorku seperti itu.” Ucapnya tanpa konteks. Namun, entah kenapa melalui ucapan yang singkat itu, aku dapat sedikit memahami Emma.

Dia, pada dasarnya, adalah seorang anak kecil. Namun, dia diberkahi dengan kecerdasan yang di atas rata-rata. Sejak dia membawaku tempat ini, dia sedikit kehilangan arah atas apa yang dia lakukan. Dia bilang bahwa dia mengajakku ke tempat ini karena ibunya menyuruhnya. Akan tetapi, perintah ibunya bukanlah untuk membawaku ke atap sekolah, melainkan adalah untuk menemaniku. Dengan kata lain, tempat yang seharusnya tidak bisa dimasuki oleh siapapun ini, adalah tempat “bermain”-nya.

Dia kesepian, begitulah pikirku.

Dia hanya menuruti perintah ibunya. Sejak kesini, dia hanya berputar-putar saja. Aku menghargai usahanya untuk “menemani”-ku, tetapi maupun aku dan dia tidak tahu harus apa. Jika ini diteruskan, maka keadaan jadi canggung.

Ini buruk.

Aku tidak memiliki topik pembicaraan yang menyenangkan. Aku tidak tahu hal-hal yang sedang ramai di kalangan anak-anak. Jujur saja, aku hanya ingin memakan bekalku dengan tenang, tetapi aku harus mencobanya.

“M-mentor? Kamu punya seorang mentor?” tanyaku. Aku mendengar bahwa dia mengutip perkataan mentornya, dan aku memutuskan untuk menjadikan itu sebagai topik pembicaraan.

“Yep. Dia mengajariku berbagai hal walaupun aku tidak memahami sepenuhnya. Perkataan-perkataan mentorku jauh lebih sulit dipahami daripada fisika!” jawabnya dengan nada sedikit jengkel.

…Ha?

Kenapa dia tiba-tiba menyinggung fisika? Aku hanya tahu sedikit tentang fisika, kalau tidak salah hal itu mulai dipelajari pada saat SMP. Jangan-jangan, apakah dia sudah memahami fisika pada jenjang itu, dan mungkin pada jenjang yang lebih tinggi?

Sudah terlihat kalau Emma mengagumi mentornya walaupun dia juga jengkel di saat yang sama. Padahal hanya kusinggung sedikit tentang mentornya, dia langsung bercerita lebih banyak.

Mentornya adalah seorang gadis berumur 11 tahun. Dari ceritanya, “mentor”-nya itu hanyalah sosok seorang kakak baginya, tetapi Emma menyebutnya dengan sebutan yang aneh. Mentornya terkadang mengunjungi Emma dan mengajaknya bermain. Mengagumkannya, mentornya bisa dibilang cukup bijak untuk anak seumurannya. Salah satu perkataannya sudah disebutkan oleh Emma, yaitu “Ada beberapa hal yang tidak perlu kamu pahami”.

Emma bercerita sambil berjalan berputar tanpa melihatku. Aku hanya mendengarkannya sambil menghabiskan bekalku. Karena Emma yang bercerita terus menerus tanpa berhenti, aku dapat menghabiskan bekalku tepat 2 menit sebelum kelas masuk lagi.

“Kamu punya mentor yang baik sekali ya, Emma.” Responsku sambil menutup bekalku dan berdiri.

Satu hal yang kupastikan benar adalah, Emma benar-benar seorang anak kecil. Kesan pertamaku terhadapnya adalah dia memiliki kemampuan bersosial seperti orang dewasa, tetapi aku yakin itu adalah suruhan dari ibunya atau saran dari mentornya. Dia tidak memahami maksudnya, tetapi dia tetap melakukannya.

Setelah kupuji mentornya, Emma menjawab, “Yep. Dia baik sekaligus menjengkelkan. Dia juga bilang bahwa selalu murung itu tidak bagus, lo.”

Aku sedikit tertawa mendengarnya. Perkataannya barusan itu tulus dari hatinya sendiri. Dia melihatku hampir setiap hari murung dan menasihatiku untuk tidak murung. Hal itu sedikit lucu bagiku.

Emma melanjutkan, “Mentorku berkata bahwa hanya kita sendiri yang dapat membuat kita bahagia. Dengan kebahagiaan itu, dunia di sekitar kita akan menjadi lebih indah.”

Dari sekian banyak ceritanya tentang mentornya itu, hal yang barusan dia katakan itu benar-benar menarik perhatianku. Bukan karena aku merasa tersentuh karenanya, melainkan karena perkataan itu mengingatkanku pada sesuatu.

Emma menghentikan langkahnya, lalu memandangi langit biru diatas.

“…Terlalu banyak biru.” Komentarnya.

“Kamu tidak menyukai langit?” tanyaku.

“Yep, karena langit membuatku iri. Warna favoritku adalah biru. Melihat langit yang sangat luas dan berwarna biru membuatku sangat iri. Aku disarankan mentorku untuk ke atap sekolah ini dan sesekali memandangi langit dengan jelas.” Jawabnya.

Dia menurunkan pandangannya, dan berjalan menuju pintu untuk membukanya.

“Ayo kita kembali ke kelas, Aria.” Ajaknya sambil membuka pintu perlahan.

“Tunggu dulu.”

“Hm?”

Masih ada perasaan yang mengganjal di hatiku mengenai perkataan mentornya itu. Oleh karena itu, aku bertanya kepada Emma, “Perkataan mentormu, ‘Dengan kebahagiaan itu, dunia di sekitar kita akan menjadi lebih indah’, apa maksudnya?”

“Bukankah sudah jelas?”

Entah kenapa…entah kenapa aku sedikit takut untuk mendengar jawabannya. Tanpa sadar, aku melangkahkan kakiku mundur saat Emma hendak menjawabnya.

Emma berkata, “Keadaan di sekitar kita dipengaruhi oleh diri kita sendiri,”

Aku melangkahkan satu kaki ke belakang…

Emma melanjutkan, “Oleh karena itulah…”

Aku menggigit bibirku karena takut untuk mendengarnya.

“Kita adalah Tuhan bagi diri kita sendiri.”

Sesaat setelah Emma menyelesaikan perkataannya, penglihatanku mulai kabur dan aku mulai melihat banyak cahaya hijau di sekitarku.

Ini…

Ini adalah cahaya-cahaya sama seperti kulihat bersama Peter. Ini adalah jiwa orang-orang yang telah meninggal. Kenapa tiba-tiba aku melihatnya di saat seperti ini?

Di saat yang sama, kesedihan yang besar serta amarah tiba-tiba merasuki diriku. Penglihatanku makin kabur dan cahaya hijau yang disekitarku makin terlihat jelas.

Perasaan apa ini…?

Hanya kepedihan hebat yang kurasakan sekarang. Aku merasa seperti beribu-ribu tahun kesedihan berkumpul menjadi satu di dalam diriku. Perasaan ini…sangat tidak enak.

Tidak lama kemudian, suara tangisan terdengar di dalam kepalaku. Suara tangisan tersebut berasal dari seorang perempuan. Juga terdengar suara samar permintaan tolong darinya. Permintaan tolongnya yang sangat terdengar putus asa itu juga membuatku iba kepadanya. Namun, semua yang kudengar itu berasal dari kepalaku.

Kesedihan yang kurasakan itu juga terus bertambah hingga aku tidak dapat menahannya. Hanya ada satu hal yang kupikirkan sekarang, yaitu bahwa aku ingin keluar dari semua ini.

“Aria?”

Panggilan dari Emma membuatku terbangun dari mimpi buruk itu. Aku sudah tidak mendengar suara lagi dan tidak melihat cahaya hijau lagi. Namun, kesedihan yang merasuki diriku masih membekas sehingga air mata pun tak tertahankan.

Aku menangis.

 

Author's Note:

Saran dan Kritik sangat dihargai. Jika ada typo boleh juga komentar agar saya perbaiki.

Also ini juga chapter yang paling low-effort. Kalau misal ada yang tidak konsisten tolong beritahu wkwk.

Fake Existence (2/2)

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
The Investigator : Jiwa yang Kembali
2034      845     5     
Horror
Mencari kebenaran atas semuanya. Juan Albert William sang penyidik senior di umurnya yang masih 23 tahun. Ia harus terbelenggu di sebuah gedung perpustakaan Universitas ternama di kota London. Gadis yang ceria, lugu mulai masuk kesebuah Universitas yang sangat di impikannya. Namun, Profesor Louis sang paman sempat melarangnya untuk masuk Universitas itu. Tapi Rose tetaplah Rose, akhirnya ia d...
Dear, My Brother
807      519     1     
Romance
Nadya Septiani, seorang anak pindahan yang telah kehilangan kakak kandungnya sejak dia masih bayi dan dia terlibat dalam masalah urusan keluarga maupun cinta. Dalam kesehariannya menulis buku diary tentang kakaknya yang belum ia pernah temui. Dan berangan - angan bahwa kakaknya masih hidup. Akankah berakhir happy ending?
Bersua di Ayat 30 An-Nur
947      467     3     
Romance
Perjalanan hidup seorang wanita muslimah yang penuh liku-liku tantangan hidup yang tidak tahu kapan berakhir. Beberapa kali keimanannya di uji ketaqwaannya berdiri diantara kedengkian. Angin panas yang memaksa membuka kain cadarnya. Bagaimana jika seorang muslimah seperti Hawna yang sangat menjaga kehormatanya bertemu dengan pria seperti David yang notabenenya nakal, pemabuk, pezina, dan jauh...
Because I Love You
1391      771     2     
Romance
The Ocean Cafe napak ramai seperti biasanya. Tempat itu selalu dijadikan tongkrongan oleh para muda mudi untuk melepas lelah atau bahkan untuk menghabiskan waktu bersama sang kekasih. Termasuk pasangan yang sudah duduk saling berhadapan selama lima belas menit disana, namun tak satupun membuka suara. Hingga kemudian seorang lelaki dari pasangan itu memulai pembicaraan sepuluh menit kemudian. "K...
Wabi Sabi
145      105     2     
Fantasy
Seorang Asisten Dewi, shinigami, siluman rubah, dan kucing luar biasa—mereka terjebak dalam wabi sabi; batas dunia orang hidup dan mati. Sebuah batas yang mengajarkan jika keindahan tidak butuh kesempurnaan untuk tumbuh.
Under a Falling Star
1066      625     7     
Romance
William dan Marianne. Dua sahabat baik yang selalu bersama setiap waktu. Anne mengenal William sejak ia menduduki bangku sekolah dasar. William satu tahun lebih tua dari Anne. Bagi Anne, William sudah ia anggap seperti kakak kandung nya sendiri, begitupun sebaliknya. Dimana ada Anne, pasti akan ada William yang selalu berdiri di sampingnya. William selalu ada untuk Anne. Baik senang maupun duka, ...
Secarik Puisi, Gadis Senja dan Arti Cinta
1220      814     2     
Short Story
Sebuah kisah yang bermula dari suatu senja hingga menumbuhkan sebuah romansa. Seta dan Shabrina
Kinara
4909      1712     0     
Fantasy
Kinara Denallie, seorang gadis biasa, yang bekerja sebagai desainer grafis freelance. Tanpa diduga bertemu seorang gadis imut yang muncul dari tubuhnya, mengaku sebagai Spirit. Dia mengaku kehilangan Lakon, yang sebenarnya kakak Kinara, Kirana Denallie, yang tewas sebagai Spirit andal. Dia pun ikut bersama, bersedia menjadi Lakon Kinara dan hidup berdampingan dengannya. Kinara yang tidak tahu apa...
Bukan kepribadian ganda
9613      1864     5     
Romance
Saat seseorang berada di titik terendah dalam hidupnya, mengasingkan bukan cara yang tepat untuk bertindak. Maka, duduklah disampingnya, tepuklah pelan bahunya, usaplah dengan lembut pugunggungnya saat dalam pelukan, meski hanya sekejap saja. Kau akan terkenang dalam hidupnya. (70 % TRUE STORY, 30 % FIKSI)
Let Me Go
2687      1122     3     
Romance
Bagi Brian, Soraya hanyalah sebuah ilusi yang menyiksa pikirannya tiap detik, menit, jam, hari, bulan bahkan tahun. Soraya hanyalah seseorang yang dapat membuat Brian rela menjadi budak rasa takutnya. Soraya hanyalah bagian dari lembar masa lalunya yang tidak ingin dia kenang. Dua tahun Brian hidup tenang tanpa Soraya menginvasi pikirannya. Sampai hari itu akhirnya tiba, Soraya kem...