Read More >>"> Aria's Faraway Neverland (3. Peter) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Aria's Faraway Neverland
MENU
About Us  

Sejak saat itu, aku belum pernah bertemu dengan Juno lagi. Walaupun sebelum tidur aku sudah berdoa kepada Tuhan yang mungkin ada atau tidak ada, aku masih belum bertemu dengan Juno. Hal pertama yang ingin kusampaikan kepadanya adalah betapa bodohnya sarannya itu. Coklat tidak bisa membuat seseorang bahagia, khususnya aku. Rasanya juga tidak manis seperti gula. Ada sedikit rasa pahit yang membuatku sangat jengkel. Hal kedua yang ingin kulakukan adalah…hanya bercakap-cakap dengannya.

Aku mungkin adalah orang yang selalu menghindari teman sekelasku, tetapi aku juga membutuhkan teman bicara. Satu-satunya teman bicaraku hanyalah Juno. Memori perbincangan kami berdua di sebuah pulau kecil tidak bisa hilang dari otakku. Waktu itu benar-benar berkesan bagiku. Pulau itu…adalah realisasi dari dunia impianku.

Setelah mengetahui bahwa tempat itu ada, aku selalu ingin kembali kesana. Namun, aku terjebak di sebuah penjara bernama “sekolah”. Tempat ini adalah epitomi dari ketidakbebasan. Berjam-jam aku harus mendengarkan orang dewasa di depan yang berbicara layaknya orang bodoh. Walaupun aku sudah memilih tempat duduk di ujung belakang kelas, aku masih tidak bisa mengalihkan perhatianku terhadap guruku. Kuakui, dia benar-benar pandai dalam menangkap perhatian muridnya.

“Aria, apakah kamu mengerti?” tanya guruku yang memastikan semua muridnya paham.

Aku tidak menjawab lalu mengalihkan pandanganku. Guruku hanya melihatku dengan tatapan yang sedikit tajam, kemudian melanjutkan kelasnya.

***

“Aria, apakah kamu bertengkar dengan orangtuamu?”

Tentu saja, setelah memberikan reaksi seperti itu di kelas, aku dipanggil ke ruang guru olehnya. Awalnya, kukira aku akan dimarahi, ternyata tidak. Guruku malah menanyaiku tentang berbagai hal. Bagiamana kesehatanku, bagaimana keadaaan kakakku, dan barusan dia menanyakan apakah aku bertengkar dengan orangtuaku.

“Tidak…” jawabku singkat.

Dia hanya terdiam, memikirkan apa yang salah denganku. Beliau menghembuskan nafasnya, lalu berkata, “Jika ada apa-apa, ceritalah saja. Kalau perlu, aku bisa menemui kedua orangtuamu.”

Aku sedikit terkejut mendengar itu, lantas aku bertanya, “…Kenapa?”

Sekali lagi, guruku terdiam sejenak. Beliau menatapku dengan tatapan yang tajam, seakan-akan dia ingin melihat apa yang dibalik mataku ini, apa isi dari pikiranku.

Aku…tidak suka tatapan itu. Entah mengapa, tatapan seperti itu mengingatkanku tentang berbagai hal yang buruk, walaupun aku tidak ingat pernah mengalami hal semacam itu.

Tanpa kusadari, tubuhku bergetar. Guruku yang melihatku seperti ini langsung merasa bersalah. Namun, aku tidak ingin dirinya merasa bersalah, oleh karena itu aku berpura-pura sedang tidak tahan menahan kandung kemihku yang sedang penuh.

“Ehmm…apa aku boleh ke toilet?” ucapku dengan suara yang bergetar.

Guruku mengijinkan aku untuk pergi ke toilet. Aku pun langsung keluar dari ruangan itu sambil berlari. Namun, aku sangat bersyukur dapat keluar dari situasi itu.

Aku sangat benci dan takut dengan situasi seperti itu.

***

“Huh…”

Aku menghela nafas panjang karena lega bisa kembali ke dalam kelas. Kali ini, guru yang sama masuk ke dalam kelas dan bersiap untuk mengajar lagi.

Beliau melanjutkan penjelasannya dengan metode yang sama seperti biasanya. Oleh karena itu, aku juga berusaha keras untuk tidak memerhatikannya. Aku berusaha agar mata kami tidak bertemu satu sama lain. Solusi yang aku gunakan adalah menggambar di secarik kertas sambil mendengarkan penjelasannya.

Apa yang kugambar? Aku sama sekali tidak tahu. Yang kulakukan hanyalah menggambar apa yang ada di pikiranku sekarang. Entah mengapa aku menggambar seekor domba yang sedang mengenakan topi di kepalanya. Aku sedikit tertawa, lalu melanjutkan untuk menambah beberapa detail.

Beberapa saat kemudian, guruku melontarkan sebuah pertanyaan dan mempersilahkan seorang murid untuk mengangkat tangannya dan menjawabnya. Tentu saja aku tidak tertarik dengan hal seperti itu dan melanjutkan aktivitasku.

Namun, hal yang tidak terduga terjadi. Teman sekelas yang duduk di samping kananku menarik tanganku dan mengangkatnya ke atas.

“Aria bisa menjawabnya!” serunya

“O-Oi! Lepaskan!” bentakku sembari menarik tanganku dari genggamannya.

Tentu saja perhatian guru kami tertuju pada kami berdua. Akan tetapi, beliau paham dengan situasinya dan merespon dengan sedikit tersenyum, “Oh, Peter? Apakah kamu tahu jawabannya?”

“Eh…Eh!?” tentu saja anak yang menjahiliku sangat terkejut ketika ditanyai jawabannya.

Oh, jadi namanya adalah Peter..Rasakan itu!! Batinku

Walaupun tadi beliau memberiku kesan yang tidak enak, tetapi sekarang aku berpihak pada guruku. Aku sangat berterima kasih kepadanya karena telah menghancurkan Peter.

Tentu saja, Peter tidak tahu jawabannya dan berhasil mempermalukan dirinya sendiri di hadapan orang lain.

***

“Kenapa kamu tidak menjawabnya, Aria!?” seru Peter yang menyalahkanku karena tidak menjawab pertanyaan guru.

Kami berdua dihukum untuk membersihkan kelas sepulang sekolah karena telah membuat gaduh di tengah pelajaran. Dari muka guruku tadi, sudah kelihatan jelas bahwa beliau menghukum kami berdua atas dasar kejahilan semata. Aku ingin menarik kata-kataku yang mengatakan bahwa aku berpihak kepada beliau.

Cih…dasar ular…

Aku berusaha untuk menyapu kelas secepat mungkin agar bisa cepat pulang. Namun, konsentrasiku terganggu setiap saat karena ocehan Peter yang tidak bisa berhenti mengeluh dan menyalahkanku.

Jujur saja, aku baru menyadari keberadaannya di kelas hari ini. Aku tidak pernah melihat, mendengar, atau bahkan merasakan hawa keberadaannya di kelas. Kalau memang dia semenjengkelkan ini, sudah pasti aku cepat menyadarinya.

“Omong-omong, gambaranmu tadi cukup konyol.” Peter tiba-tiba menghentikan keluhannya dan malah mengganti topik tentang gambaranku tadi.

“Heh!?” aku terkejut karena kukira gambaranku tadi sudah cukup bagus. Memang aku jarang menggambar, tapi menurutku untuk first-try, gambaran seperti itu sudah cukup bagus.

“Jika kamu senang menggambar, maka jadilah seniman.” Ucap Peter.

Sebuah perkataan yang tidak diduga keluar dari mulut Peter. Dia tiba-tiba memberikan saran untuk karir masa depanku yang padahal dia barusan mengejek gambaranku. Cara berpikirnya benar-benar acak sekali.

“Apa maksudmu? Cepat selesaikan tugasmu agar kita bisa cepat pulang.” Jawabku dengan tegas.

Suasana menjadi hening sesaat, yang terdengar hanyalah suara sapuan dari sapu kami yang berusaha menyingkirkan kotoran di lantai. Aku melihat dirinya sesaat dan dia sudah kelihatan sedikit tenang.

Tiba-tiba, Peter berkata, “Kalau kamu menjadi seniman, kamu bisa menggambar seumur hidupmu. Kamu gemar menggambar, bukan? Dengan begitu, kamu bisa bahagia.”

Aku paham dengan maksud perkataannya, tetapi dia mengambil asumsi terlalu awal bahwa aku sangat suka dengan menggambar.

Lalu, kujawab, “Aku tidak suka menggambar, apalagi kalau aku harus melakukan itu seumur hidup. Lebih baik jika aku melakukan hal lainnya yang lebih menarik.”

Dengan spontan, Peter bertanya, “Lantas, apa itu? Apa kegiatan yang bisa membuatmu bahagia?”

“Tidak tahu…aku belum menemukannya.”

Percakapan di antara kami berdua menjadi sedikit canggung. Seakan-akan Peter tertarik sekali untuk membuatku bahagia. Aku tidak tahu maksudnya.

“Kalau kamu sudah menemukannya, cepat lakukan. Aku tidak tahan melihat anak yang selalu murung di dalam kelas.” Ucapnya.

Mendengarnya, aku terkejut. Saking terkejutnya, aku menghentikan kegiatan menyapu dan mataku terbelalak. Peter yang melihatku terpatung bertanya, “Ada apa?”

Aku tidak bisa menahan senyumanku. Tiba-tiba, dadaku sedikit merasa hangat setelah mendengar perkataannya itu. Kemudian, aku menjawabnya, “Tidak apa-apa. Tenang saja, aku pasti menemukan sesuatu yang bisa membahagiakanku.”

“Bagus.” Jawabnya singkat.

Jadi begitu…

Dia menjahiliku saat kelas karena dia ingin melihatku heboh. Dia ingin mengeluarkanku dari sangkarku ini dengan alasan jengkel melihatku yang selalu sedih.

Mungkin…dia bisa menjadi temanku.

Setelah itu, kami berdua melanjutkan kegiatan kami untuk membersihkan kelas hingga selesai. Kami menutup pintu kelas dan berjalan keluar menuju gerbang sekolah.

Aku benar-benar tertarik dengan anak yang bernama Peter ini. Walaupun singkat, tetapi perbincangan di antara kami berdua tidak membuatku tidak nyaman. Mungkin aku bisa banyak bercerita kepada Peter.

“Apakah kamu suka menonton kartun, Aria?” Tanya Peter selagi kita berjalan berdampingan.

“Hanya beberapa… Kenapa?”

“Hmm… Jadi, orangtuaku suka mengoleksi kartun-kartun pada masa kecilnya dan aku sangat suka menontonnya. Domba yang kamu gambar tadi itu adalah salah satu dari kartun yang dikoleksi oleh orangtuaku. Kira-kira…umm…sekitar 20 tahun yang lalu sejak kartun itu pertama rilis. Menurutku sih, tidak terlalu lucu juga. Masih ada lebih banyak kartun yang lebih lucu dari kartun itu.” Ujarnya.

“…20 tahun?”

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Diskusi Rasa
1078      625     3     
Short Story
Setiap orang berhak merindu. Tetapi jangan sampai kau merindu pada orang yang salah.
Azzash
263      213     1     
Fantasy
Bagaimana jika sudah bertahun-tahun lamanya kau dipertemukan kembali dengan cinta sejatimu, pasangan jiwamu, belahan hati murnimu dengan hal yang tidak terduga? Kau sangat bahagia. Namun, dia... cintamu, pasangan jiwamu, belahan hatimu yang sudah kau tunggu bertahun-tahun lamanya lupa dengan segala ingatan, kenangan, dan apa yang telah kalian lewati bersama. Dan... Sialnya, dia juga s...
DestinaRE: The Destination
78      60     5     
Fantasy
Naito Midoriya awalnya hanya pemuda biasa yang menjalani kesehariannya hanya pergi kuliah pagi-pagi, kemudian pulang saat sudah tidak ada jadwal. Tidak suka merepotkan diri, mottonya hanya kuliah, lulus tepat waktu, dan dapat pekerjaan layak. Tapi semua berubah sejak hari di mana dia mendengar suara aneh. Dunianya dalam sekejap terbalik, berpindah ke tempat dimana tidak ada kedamaian. Situasi dun...
The Past or The Future
392      310     1     
Romance
Semuanya karena takdir. Begitu juga dengan Tia. Takdirnya untuk bertemu seorang laki-laki yang akan merubah semua kehidupannya. Dan siapa tahu kalau ternyata takdir benang merahnya bukan hanya sampai di situ. Ia harus dipertemukan oleh seseorang yang membuatnya bimbang. Yang manakah takdir yang telah Tuhan tuliskan untuknya?
Another Word
572      324     2     
Short Story
Undangan pernikahan datang, dari pujaan hati yang telah lama kamu harap. Berikan satu kata untuk menggambarkannya selain galau.
The Killing Pendant
2364      917     2     
Mystery
Di Grove Ridge University yang bereputasi tinggi dan terkenal ke seluruh penjuru kota Cresthill, tidak ada yang bisa membayangkan bahwa kriminalitas sesepele penyebaran kunci jawaban ujian akan terjadi di kelas angkatan seorang gadis dengan tingkat keingintahuan luar biasa terhadap segala sesuatu di sekitarnya, Ophelia Wood. Ia pun ditugaskan untuk mencari tahu siapa pelaku di balik semua itu, ke...
fall
3831      1154     3     
Romance
Renata bertemu dua saudara kembar yang mampu memporak-porandakan hidupnya. yang satu hangat dengan segala sikap manis yang amat dirindukan Renata dalam hidupnya. satu lagi, dingin dengan segudang perhatian yang tidak pernah Renata ketahui. dan dia Juga yang selalu bisa menangkap renata ketika jatuh. apakah ia akan selamanya mendekap Renata kapanpun ia akan jatuh?
The Red String of Fate
572      394     1     
Short Story
The story about human\'s arrogance, greed, foolishness, and the punishment they receives.
Magelang, Je t`aime!
602      450     0     
Short Story
Magelang kota yang jauh itu adalah kota tua yang dingin dan tinggal orang-orang lebut. Kecuali orang-orang yang datang untuk jadi tentara. Jika kalian keluar rumah pada sore hari dan naik bus kota untuk berkeliling melihat senja dan siluet. Kalian akan sepakat denganku. bahwa Magelang adalah atlantis yang hilang. Ngomong-ngomong itu bukanlah omong kosong. Pernyatanku tadi dibuktikan dengan data-d...
KAU, SUAMI TERSAYANG
602      406     3     
Short Story
Kaulah malaikat tertampan dan sangat memerhatikanku. Aku takut suatu saat nanti tidak melihatku berjuang menjadi perempuan yang sangat sempurna didunia yaitu, melahirkan seorang anak dari dunia ini. Akankah kamu ada disampingku wahai suamiku?