Suara gelombang laut yang bergulung menyejukkan suasana hatiku sembari memandangi birunya langit yang bersih. Aku berbaring di atas pasir putih yang bersih sendirian. Tidak ada pengunjung sama sekali. Suasana yang sepi seperti ini adalah suasana yang paling kusuka.
Berbanding terbalik dengan suasana di rumah yang selalu kacau. Kakak kandung laki-lakiku hampir setiap hari membenturkan kepalanya dan berteriak tanpa alasan dan kedua orangtua angkatku yang selalu bertengkar satu sama lain dan juga dengan kakakku.
Setelah 7 tahun hidup, aku akhirnya menemukan kedamaian sejenak. Aku selalu bermimpi hidup di sebuah pulau kecil hanya dengan kakak kandungku. Di sana, kami berdua bisa kabur dari semua kekacauan yang mengelilingi kami.
Tempat dimana kuberbaring sekarang adalah sesuatu yang dekat dengan dunia impianku. Namun, di saat aku senang karena sendirian, ada seseorang yang menghampiriku. Aku tertutupi oleh bayangan orang itu dan merasa jengkel.
“Minggir…” kataku dengan ekspresi yang jengkel.
Orang itu adalah perempuan remaja yang memakai gaun putih pendek dan rambut pendeknya berwarna coklat. Perempuan itu menyingkir setelah kuusir, tetapi malah duduk di sampingku.
“Namaku adalah Juno. Namamu?” tanya perempuan itu sambil memandangi laut biru.
“Aria…” Jawabku sambil memandangi langit.
Juno menoleh ke arahku dan bertanya, “Apa matamu tidak sakit, memandangi langit cerah dengan mata telanjang?”
Aku bisa menjawab pertanyaannya itu tapi aku terlalu malas untuk melakukannya, sehingga aku hanya terdiam.
Aku tidak peduli mataku rusak. Aku memandangi langit biru cerah ini karena ini adalah kesempatan yang sangat langka bagiku.
Melihatku yang mengabaikannya, Juno tertawa kecil lalu berkata, “Ah, bodohnya aku yang memerdulikan matamu… Pandanglah langit ini sepuasnya, karena ini semua berada di dunia mimpimu.”
“…”
Sudah kuduga. Tidak mungkin aku berada di tempat yang seindah ini. Seharusnya aku mendengar suara benturan kepala kakakku dari dinding kamarku.
“Jadi, aku sekarang tertidur, ya…”
Aku pernah membaca buku tentang hal semacam ini. Ada keadaan unik bahwa seseorang dapat mengendalikan mimpinya sendiri.
Akan tetapi, aku mengingingkan kesendirian dalam mimpiku. Entah dari mana, perempuan yang tidak kukenal ini muncul dan menganggu kesunyianku.
Aku pun mulai bertanya kepadanya, “Kalau ini mimpiku, lalu engkau datang dari mana?”
Juno menjawab, “Aku sebenarnya adalah manusia biasa. Namun, aku sudah mati 20 tahun yang lalu. Sekarang aku hanyalah jiwa yang masuk ke dalam mimpimu.”
“Oh, jadi kamu hanyalah hantu yang ingin menakutiku.” Ucapku dengan sedikit senyuman mengejek.
“Jangan jahat begitu, Aria. Apakah aku terlihat menakutkan bagimu?” ucapnya dengan tertawa kecil.
Kemudian, kami berdua terdiam sejenak dan menikmati pemandangan yang ada. Untuk pertama kalinya, aku tidak keberatan ada seseorang yang duduk di sebelahku. Dia menghargaiku dan tidak membuatku merasa tidak nyaman. Sayang sekali, dia hanya ada di mimpiku. Andai saja ada orang lain di luar sana yang mirip sepertinya.
“Aria, kenapa kamu tidak merasa terkejut?” tanya Juno tiba-tiba.
“Terkejut? Kenapa?” balasku dengan sedikit kebingungan terhadap pertanyaannya.
“Apa kamu tidak merasa bingung dengan apa yang terjadi? Aku ini hantu, lo! Boo~” ucapnya sambil bergurai menakutiku.
“Yah, apapun bisa terjadi di alam mimpi. Jadi, aku tidak terkejut sama sekali.” Jawabku.
Juno menoleh ke arahku, lalu berkata, “Aku serius, lo. Di dunia ini, memang ada orang-orang yang memiliki kekuatan unik sepertiku. Aku bisa melihat jiwa-jiwa orang yang mati dan juga aku bisa masuk ke tubuh orang yang hidup ketika aku sudah mati. Dengan kata lain, aku berada di tubuhmu selama 7 tahun ini.”
“Wow…”
Aku sudah benar-benar tidak peduli lagi. Sudah banyak hal-hal aneh yang terjadi di hidupku ini. Kalau dia memang berkata begitu, maka aku akan percaya. Namun, aku tidak akan memerdulikannya.
Lalu, keadaan kembali menjadi sunyi lagi. Hanya suara ombak laut yang terdengar. Karena bosan melihat langit, aku duduk dan memandangi lautan.
Kami berdua hanya terdiam dan memang aku ingin diam. Biarkan aku diam sejenak dalam hidupku ini.
Akan tetapi, Si Juno adalah orang yang tidak bisa diam.
“Bagaimana hidupmu?” tanya Juno.
“Yah, begitulah.” Jawabku singkat.
“Hmm…Kamu benar-benar tidak terlihat seperti gadis kecil berumur 7 tahun. Kamu terlalu murung. Apakah kamu pernah memakan coklat? Aku dengar coklat bisa membuat orang menjadi bahagia.”
“Aku jarang memakan coklat. Kalau aku sudah bangun, mungkin akan kucoba.”
Karena bosan ditanyai terus, aku membalasnya dengan sebuah pertanyaan.
“Juno, bagaimana dunia saat sebelum kamu mati?”
Mendengar pertanyaanku, Juno tertawa sejenak, lalu menjawab, “Benar-benar kacau!”
“Bisa kamu jelaskan?”
“Waktu itu, dunia benar-benar akan hancur. Untung saja aku dapat menundanya.” Jawabnya dengan senyuman palsu yang terpampang di wajahnya.
Aku benar-benar tidak paham. Sejauh yang aku tahu, beberapa dekade ini tidak ada kejadian yang bisa menimbulkan kehancuran dunia.
Kemudian, Juno melanjutkan, “Kita sudahi saja pembahasan itu. Aku tidak nyaman menceritakannya…”
Walaupun begitu, aku masih terpikirkan oleh perkataannya. Dia bilang bahwa dia berhasil menunda kehancuran dunia. Berarti, dunia masih akan hancur?
Sebelum aku sempat bertanya lagi, Juno berkata, “Kamu adalah orang yang indah, Aria. Kamu mengharapkan dunia kecil yang bisa menjadi surga bagimu. Itu sangat bagus…”
Bukankah semua orang mendambakan surga? Itulah pikiran yang muncul di benakku. Apakah Juno tidak mengharapkan surga?
Namun, senyuman yang terukir di wajahnya telah hilang. Dengan tatapan yang kosong, dia hanya memandangi laut dan terdiam. Aku paham bahwa dia mulai merasa tidak nyaman sehingga aku juga ikut diam.
Sebenarnya, aku tidak meragukan perkataannya. Mungkin saja dunia ini dulu akan hancur tetapi tidak ada orang yang mengetahuinya selain dia. Namun, cerita yang dia singgung itu menarik perhatianku dan aku tidak tahan untuk bertanya lebih kepadanya.
Ah…sudah berapa lama aku tidak merasa seperti ini. Aku merasa bahwa dunia ini terlalu membosankan sehingga tidak ada yang menarik perhatianku. Bukan saja membosankan, tetapi juga menimbulkan banyak masalah. Aku berharap bahwa Juno masih hidup dan dapat berteman denganku.
Di saat aku tenggelam di lautan pikiran, waktu telah berjalan dengan cepat dan matahari sudah mulai di telan oleh lautan.
“Yah, mimpiku sudah mau berakhir…” keluhku.
Juno berdiri sebelum aku dan dia berjalan ke depan beberapa langkah.
“Aria, sebenarnya kamu juga memiliki kekuatan yang sama denganku.” Ucapnya.
Dia membalikkan badannya dan memandangku dengan tatapan yang serius.
“Dan juga, kamu bisa membuat dunia impianmu ini. Benar, kamu bisa membuat pulau kecil ini menjadi nyata!”
“…”
Kalimatnya itu membuatku jantungku berdegup kencang. Awalnya, aku terkejut karena dia bilang aku memiliki kemampuan yang sama dengannya. Namun, setelah dia bilang bahwa aku bisa membuat “surga”-ku sendiri…
“…Benarkah?”
“Benar!” seru Juno dengan senyuman yang lebar, “Oleh karena itu, Abaikan dunia tempat tinggalmu! Larilah! Terbanglah menuju dunia mimpi yang jauh!”
“Dunia mimpi yang jauh…”
“Oleh karena itu, berjuanglah, Aria.” Ucap Juno dengan senyuman yang lebar nan hangat. Ucapan itu juga sekaligus menjadi salam perpisahan kami berdua.
“…Sampai berjumpa kembali…”
Bersamaan dengan tenggelamnya matahari, aku keluar dari mimpi itu dan kembali ke realitaku.