Malu sebenarnya untuk diulang, karena aku merasa kejadian yang baru saja aku alami membuat diri ini panik tapi lucu untuk diceritakan kembali. Adanya wabah COVID-19 akhir-akhir ini, semua menjadi serba online. Proses belajar mengajar juga ujian-ujian beralih dari yang biasanya tatap muka menjadi ke situs online. Sehingga hari-hari kedepan baik sekolah maupun kuliah diliburkan sampai batas waktu yang belum dipastikan hingga keadaan membaik seperti sedia kala. Dengan adanya ini, membuat diriku ingin pulang ke rumah sebentar saja, rindu akan kampung halaman. Sebelum pulang, aku menyelesaikan tugas-tugasku terlebih dahulu. Agar ketika pulang nanti sudah tidak ada tanggungan, sehingga hanya mengulang materi kuliah untuk ujian online minggu depan.
Setelah tugas-tugas selesai, aku mempersipakan apa saja yang akan kubawa pulang. Setelah itu, aku memesan gojek dengan tujuan ke stasiun kereta api. Sesampainya di stasiun, sebelum check in tiket kereta api. Aku menggunakan handsanitizer yang tersedia di stasiun. Sekarang giliranku untuk check in tiket, aku scan tiket dengan screenshoot-an yang dikirim temanku, karena saat memesan tiket di hp sendiri mengalami masalah. Terjadilah percakapan antara aku dengan seorang bapak yang memeriksa tiket.
“Silahkan...” kata pak pemeriksa tiket.
“Pak kok nggak bisa ya?” tanyaku kebingungan.
“Boleh saya pinjam hpnya.”
“Ini Pak.”
“Bisa membuka diaplikasinya?”
“Aplikasi saya sedang ada masalah Pak, ini pesan tiketnya dari hp teman saya.”
“Kalau gitu coba diterangin hpnya.”
Karena suasana di stasiun ramai, aku menjadi kebingungan menjawab pertanyaan pak pemeriksa tiket, sehingga pertanyaannya apa menjawabnya apa. Aku menjadi panik karena takut tidak bisa discan tiketnya dan alhasil tertinggal kereta.
“Apa Pak? Ini saya pesan tiket dari hp teman saya.” Mengulang perkataanku tadi dengan mungkin muka yang sudah panik.
Karena tidak mendapatkan jawaban yang pasti dari aku, pak pemeriksa tiket menerangkan sendiri hpku sehingga membuatnya terang. Dan akhirnya terscan juga, syukur.
“KTP-nya?” tanya pak pemeriksa tiket lagi.
“Oh iya Pak, ini.” Menyerahkan KTP ke pak pemeriksa tiket.
“Ini beneran kamu?”
“Ha? Apa pak?”
“Ini beneran KTP kamu?”
“Iya Pak itu KTP saya.”
“Kelahiran tahun berapa?”
“2001 Pak.”
Pak pemeriksa tiket memeriksa dengan teliti, terlihat tidak percaya antara aku dengan yang diKTP.
“Saya kira kamu masih SMP. Ya sudah, ini KTP-nya.” Memberikan kembali KTP-ku.
Akhirnya aku berhasil masuk setelah beberapa menit berdiri menunggu kepastian pak pemeriksa tiket, di keretapun aku masih kepikiran kejadian tadi. Mungkin melihat aku panik, pak pemeriksa tiket mengira aku masih anak usia dibawah 17 tahun. Kata teman-temanku juga, aku memiliki wajah yang masih terlihat seperti anak kecil dan polos sekali, hm. Tapi bukan masalah wajah sih, intinya jangan panik karena itu dapat membuat kepercayaan orang-orang menjadi setengah-setengah.
@Gladistia kembali ke komen saya yg awal :v