Loading...
Logo TinLit
Read Story - Temu Yang Di Tunggu (up)
MENU
About Us  

Dia atau aku adalah pilihanmu.

~

Setelah kejadian semalam aku dan Devan menjadi begitu canggung, kami tak bertegur sapa atau bahkan hanya sekedar melirik pun tidak kami lakukan. Kami menjadi salah tingkah jika tidak sengaja dipertemukan oleh keadaan, entah itu di dapur ataupun di meja makan seperti saat ini.

"Kalian kenapa?" Tanya mami, yang membuat kami akhirnya mengangkat kepala dan menatap mami.

"Devan mi?" Tanya Devan memastikan, sembari menunjuk dirinya sendiri.

Mami mengangguk membenarkan. "Iya, sama Tata juga kenapa?"

Kami berdua saling melempar pandangan, sambil memperhatikan apa yang salah dari penampilan kami.

"Devan sama Tata baik-baik aja kok mi, ngga ada yang aneh dari penampilan kita" ucap Devan setelah memastikan.

Mami menggelengkan kepala "Bukan penampilan, tapi sikap kalian yang aneh"

Mami berfikir sejenak karena mendapat respon wajah malu-malu dari aku dan Devan.

"Jangan-jangan kalian udah...ehem yah?" tanya mami dengan tatapan penuh selidik.

Davin yang tidak lain adalah adik Devan datang dan langsung masuk ke dalam pembicaraan kami. "Ngga mi. Kemaren Davin denger Devan di kamar mandi do something what a normal man will do if they can't hold back their desires"

Uhuk!!

Devan tersedak oleh makanan yang masih dia kunyah. Dengan sigap aku menyodorkan segelas air putih kehadapannya, dia meminum air itu hingga tandas dengan telinga yang memerah.

"Nyebut nama Aulia Renata lagi" ucap Davin yang di hadiahi sebuah jitakan oleh mami.

"Walaupun kamu sekelas sama Tata, tapi dia itu kakak ipar kamu Vin" peringat mami.

"Tapi karena informasi yang kamu berikan luar biasa, jadi kamu mami kasih uang tambahan" sambung mami dengan senyuman yang memiliki sejuta makna.

Devan menyudahi acara sarapan nya. Dari telinga dan pipinya yang memerah, maka dapat kusimpulkan bahwa dia sedang merasa sangat malu saat itu.

"Emang kamu ngga ngijinin Ta?" tanya mami yang entah mengapa membuatku tersedak.

"Uhuk! Maksudnya mi?" tanyaku setelah meminum segelas air yang Devan berikan padaku.

Mami tersenyum jahil "Hak nya Devan, emang kamu belum mau kasih?"

Aku berfikir sejenak, ini sebenarnya sedang membahas apa sih? Mengapa di sekolah tidak ada pelajaran mengenai kata-kata tabu dalam rumah tangga.

"Kak Devan ngga minta" jawabku, setelah berfikir namun masih tak mengerti apapun karena sebenarnya aku hanya berfikir logis mengenai pertanyaan mami, jika mami bertanya aku belum memberi sesuatu ke Devan berarti jawaban yang tepat adalah Devan tidak memintanya kan?

Devan menoleh kearahku dengan cepat dan antusias "Emang boleh Ta?"

Aku mengerutkan keningku bingung, kenapa jawabanku menjadi seperti hadiah utama yang membuat Devan sangat bersemangat.

"Boleh" ucapku asal.

"Itu kamu yang bilang yah, saya ngga maksa loh" ucap Devan dengan berapi-api , seperti bukan dirinya yang terbiasa dingin dan bermulut pedas.

Melihat respon berlebihan yang Devan tunjukan, mami langsung menjewer telinga Devan yang membuat dia mengaduh kesakitan.

"Enak aja. Pokoknya sebelum kamu bisa mencintai Tata dan melupakan Luna, kamu belum bisa nyentuh Tata" kini taring mami baru saja terlihat sepertinya.

Devan merengek "Lama dong mi"

Aku dan Davin hanya bisa tertawa tanpa mengetahui apapun, tapi aku yakin Davin sudah mengerti dengan semuanya. Aku tidak menyangka jika Devan memiliki sisi manja seperti itu.

Di sela pertarungan antara mami mertua serta suamiku, aku mengambil kesempatan ini untuk bertanya tentang Luna ke Davin.

"Vin, emang lo ngga ke sekolah?" tanyaku basa-basi.

"Ngga Ta, gue juga ngga boleh keluar. Kata kakek kalo lo bego, gue juga harus bego" jawab Davin seadanya.

"Idih, gue mah rangking satu terus. Ngga sekolah sebulan ngga bikin otak gue jadi di dengkul kayak lo. Eh, btw kak Luna mau dateng hari ini kan?"

Davin mengangguk "Iya, jam 4 sore mungkin dia udah dateng. Ayah sama mama juga dateng jam segituan" jelas Davin yang kurespon dengan anggukan kepala pertanda mengerti.

***


Hari sudah semakin sore, tapi jam 4 yang kutunggu - tunggu tak kunjung datang. Sekarang masih pukul 1 siang lewat 15 menit, tapi rasa bosan sudah menyerangku. Kulirik Devan tengah berbaring di sampingku sembari menekan semua tombol yang ada pada remote TV di kamar kami. Aku yakin dia tengah gugup dan bingung harus bagaimana, hari ini dia harus memutuskan hubungan dengan kekasih yang sangat dia cintai itu.

"Hish ini film ngga ada yang seru banget sih!" gerutu Devan.

Aku memutar otak, aku ingin memberi sedikit hiburan yang bisa membuatnya lebih tenang sedikit.

"Kak, ke taman komplek yuk. Mau beli kue cubit, sama es krim" usulku yang di jawab anggukan kepala oleh Devan.

"Tumben mau" gumamku yang ternyata di dengar oleh Devan.

"Saya suami kamu juga atm berjalan kamu, kalo ngga ada saya kamu mau bayar pake apa?" alibinya sembari memakai hoodie putih miliknya.

"Padahal dia bisa kasih dompetnya aja ke saya" batinku.

Setelah melewati beberapa blok rumah, kami sampai di sebuah taman yang cukup sejuk karena banyak pepohonan yang rindang di sana. Aku menarik lengan Devan dan mengajaknya untuk duduk di bangku taman yang berada di bawah pohon.

"Kak Devan tunggu disini, saya mau beli kue cubit sama es krim dulu" titahku, yang langsung di setujui oleh Devan.

Aku berjalan ke arah penjual kue cubit yang berada jauh dari tempat duduk kami, sesekali aku menoleh ke arah Devan yang tengah berusaha memakai earphone di kedua telinganya. Entah mengapa, tapi perasaanku tiba-tiba buruk saat itu.

"Cewek, kok sendirian aja" ucap seseorang yang di kenal sebagai salah satu member dari geng nakal di komplek Heaven ini. Ini buruk, bahkan ketua RT dan RW pun tidak berani meringkus mereka karena kekuasaan yang mereka miliki di kota ini, jadi tolong katakan bagaimana aku bisa kabur kali ini?

Aku membelalakan mataku saat seluruh member geng itu hadir semua dan mengerumuniku.

"Assalamualaikum abang-abang semuanya, maaf tapi saya harus beli kue cubit" ucapku sembari menunjuk ke arah penjual kue cubit yang ternyata sudah pergi lebih dulu, karena tak ingin mendapat masalah dari sekelompok laki-laki dewasa yang memanfaatkan background keluarga mereka untuk menindas seseorang.

Salah satu dari gerombolan preman itu menahan lenganku yang tertutup kaos panjang.
"kamu menggoda banget"

Ya kan, mereka memang lebih pantas di panggil preman daripada member dari sebuah geng.

Aku takut sekaligus merasa risih, karena batasan yang telah dia langgar. Tapi jika di lihat dengan teliti dari penampilan wajah nya yang tampan serta gaya berpakaian nya yang modis, dapat di pastikan bahwa dia bukan laki-laki sembarangan.

"Maaf, tapi saya sudah bersuami dan kalian bukan mahram saya, jadi kalian tidak boleh menyentuh saya. Lagipula dari segi mananya saya menggoda kalian? Saya berpakaian tertutup dan juga menggunakan hijab meskipun tidak syar'i, tapi setidaknya saya sudah menutupi aurat saya". Ucapku dengan segenap rasa banggaku.

Di depan banyak orang aku memang memiliki image seperti seorang gadis yang dewasa dan alim, tapi hanya sebenarnya hanya sahabat serta keluargaku yang mengetahui sifat asliku, yaitu aku adalah seorang gadis yang selalu ingin di manja.

Sekelompok preman itu tertawa, yang membuatku semakin merasa ketakukan setengah mati

"Terus kita perduli? Ngga lah yah" ucap pria yang masih setia menahan salah satu lenganku.

"Ya Allah tolong bantu hamba, peringatkanlah kak Devan ya Allah" do'aku dalam hati.

Dua orang dari preman itu mulai memegangi kedua lenganku atas perintah dari laki-laki tampan yang tadi menahan lenganku. Aku tak bisa melakukan apapun selain menangis dan berdoa dalam hati. Aku tidak mengerti mengapa taman begitu sepi di siang menjelang sore seperti saat ini.

"Lebih baik kalo kamu berhenti melawan, kami juga ngga akan kasar" ucap laki-laki itu sembari tertawa.

"Ini aurat saya, saya menjaganya dengan baik untuk suami saya" ucapku dengan sisa dari rasa percaya diriku.

Laki-laki itu mencengkram kedua pipiku "udah ngga berdaya, tapi masih sombong"

"Jangan sentuh pipi saya" ucapku sembari menangis.

Cup!

Laki-laki itu, laki-laki yang terlihat sepantaran dengan Devan itu mengecup pipiku yang membuatku mematung seketika, hancur sudah apa yang kujaga hingga saat ini. Meskipun itu hanya sebuah kecupan, tapi entah berapa bara panas yang aku bebankan kepada orangtuaku.

Bruk!!

Kedua preman yang memegang tanganku jatuh tersungkur di hadapanku.
"Berani lo nyentuh istri gue!"

Suara bariton yang kuharapkan kehadirannya sedari tadi itu akhirnya datang dengan berani nya. Namun aku tak bisa berbuat apa-apa selain berdiri mematung dan menatap kosong kearah depan.

"Pak tangkep mereka, penjarakan kalau bisa" ucap Devan yang membuat segerombolan preman itu kabur, sepertinya Devan sempat meminta bala bantuan dulu tadi.

Devan berdiri di hadapanku dan membenarkan hijabku.

"Ta?" panggilan Devan kali itu sungguh lembut, namun tubuhku tak ingin aku bereaksi karena rasa trauma yang menggerogoti kemampuan motorik ku.

Karena tak mendapatkan respon dariku, Devan melepaskan jaketnya dan memakaikannya ke tubuhku.

"Ta, ngomong dong Ta" ucap Devan sembari menatap mataku.

Mataku masih saja menerawang jauh, aku hanya bisa meneteskan air mata. Jiwaku sepertinya sudah pergi jauh meninggalkan ragaku tanpa tujuan.

Aku hanya merasakan tubuhku terangkat dan melayang. Kupikir itu hanya semacam sensasi dari khayalanku yang berfikir lebih baik jika nyawaku di cabut saat ini, tapi nyatanya itu bukan sensasi melainkan kenyataan bahwa Devan menggendong tubuhku ala bridal style.

"Ta, kamu harus baik-baik aja. Maafin kakak yang ngga dateng tepat waktu" ucap Devan sembari menggendongku menuju ke rumah orangtua Devan.

"Ta, please ngomong. Apa aja yang mereka perbuat sama kamu? Biar kakak yang bersihin" ucap Devan sebelum membuka pintu rumah.

Aku yang merasa mendapat pertolongan akhirnya terbebas dari kematian motorik sesaat yang sempat kualami karena rasa trauma. Aku mengalungkan tanganku ke leher Devan sembari menenggelamkan wajahku di ceruk leher Devan seraya mencari keamanan di sana, aku menangis sejadinya yang membuat Devan semakin panik dan khawatir.

"Mi, buka pintunya" teriak Devan, tangannya memang tak bisa membuka knop pintu karena dia masih setia menggendong tubuh rapuhku.

Cklek!!

Begitu pintu terbuka Devan langsung bergegas masuk.

"Tata kenapa Van?" tanya mami, namun Devan tak menggubris pertanyaan itu, Devan hanya fokus padaku dan mulai berjalan melewati ruang tamu dan mulai menaiki anak tangga satu persatu.

"Van?" panggilan dengan suara super lembut itu mampu menghentikan langkah Devan yang memburu, aku yakin betul itu adalah suara Luna.

Sekarang aku merasa takut kecewa, akankah Devan meninggalkanku dan memilih menemani Luna yang ternyata datang lebih awal, atau memilih untuk melanjutkan langkahnya dan lebih mementingkan aku?.

Devan berbalik, namun masih setia menggendong tubuhku. Aku hanya bisa menyembunyikan wajahku lebih dalam lagi. Ini cukup sakit karena faktanya Devan lebih memilih Luna, aku hanya perlu menunggu kepada siapa tubuhku akan di pindah tangankan.

"Vin" panggil Devan kepada adiknya. Aku hanya bisa pasrah, sebentar lagi tubuhku pasti akan di berikan kepada Davin.

Davin menghampiri Devan sembari memberikan kedua tangannya, seolah sudah tahu bahwa dia harus membawaku ke kamar aku dan Devan di atas.

"Mau ngapain?" tanya Devan yang membuat semua yang terdapat di ruangan itu terkejut, termasuk aku dan Davin.

"Lo nyuruh gue gantiin lo buat gendong Tata ke kamar kan? Karena lo mau nemenin Luna" tebak Davin.

Sakit. Hanya hal itu saja yang kurasakan saat Davin memperjelas maksud kakaknya.

Aku mendongak menatap Devan dengan air mata yang masih mengalir, dan juga isakan tangis yang memang tak ingin berhenti sejak tadi. Aku menatap Devan hanya untuk memastikan ekspresinya, Devan menatapku juga namun dengan tatapan lembut dan seulas senyuman manis.

Devan kembali mengalihkan pandangannya dan menatap seluruh orang yang terdapat di ruangan itu "Gue ngga bilang gitu. Gue cuma minta tolong antar Luna dengan selamat ke rumahnya" ucap Devan yang memutar tubuhnya lagi dan melanjutkan langkahnya menuju ke kamar atas.

Aku senang, karena aku lebih di prioritaskan oleh Devan saat ini.

"Tapi untuk masalah Luna gimana Van?" pertanyaan mami lagi-lagi mengintrupsi langkah Devan.

Rasa sedih mulai menggerogoti hatiku, karena mungkin saja itu cara Devan untuk mengulur waktu agar tidak jadi memutuskan hubungannya dengan Luna.

Tapi tanpa kusangka, Devan ternyata memilih untuk tidak berbalik, dia hanya diam di tempat sembari melirik kearah ruang tamu di mana Luna tengah duduk.

"Maaf Lun sebelumnya saya ngga jujur ke kamu, karena saya takut kehilangan kamu. Tapi Tata adalah istri sah saya, jadi lebih baik kita sudahi saja hubungan kita" ucap Devan. Tanpa perlu repot menunggu jawaban dari Luna, kali itu Devan lebih memilih mengantarku ke kamar.

***


Devan membaringkan tubuhku di ranjang kami, dia melepaskan hijabku dan mengganti pakaianku dengan piyama. Tak ada rasa malu diantara kami saat itu, karena perasaanku yang tengah hancur karena peristiwa dengan preman tadi yang membuatku kehilangan rasa malu terhadap Devan.

"Kamu tunggu sini, kakak masakin air anget dulu di bawah buat bersihin tubuh kamu"

Ucapan Devan mengenai tubuh membuat aku teringat pada kejadian tadi yang membuatku meneteskan air mata lagi. Dengan sigap Devan menyeka air mataku.

"Hey jangan nangis yah, semua baik-baik aja kok" ucapnya yang kemudian pergi ke kamar mandi dan kembali dengan sebaskom air dingin.

"Kayaknya kamu ngga bisa di tinggal, jadi terpaksa kakak bersihin pakai air dingin yah" ucap Devan sembari mengelapi tubuhku dengan telaten.

Devan juga mengolesi obat pada memar yang terdapat di pergelangan tanganku dengan telaten dan hati-hati, takut menyakitiku.

Setelah selesai Devan ikut naik ke ranjang dan setengah berbaring di sisiku, dengan punggung yang ia sandarkan pada 2 batal yang dia susun.

"Tubuh kamu udah kakak bersihin, luka kamu juga udah kakak obatin. Sekarang kamu cuma perlu ngomong, apa yang buat kamu masih sedih kayak gini" ucap Devan sembari mengelus rambutku.

Aku menangis sejadinya, dan memeluk perut Devan yang sejajar dengan kepalaku karena dia dalam posisi sedikit terduduk.

"Tata udah jaga cuma buat suami Tata kelak, tapi preman tadi udah ngerebut itu kak. Itu yang buat Tata nyesel banget dan kecewa juga sedih serta marah" ucapku di sela tangisku.

Devan sedikit terkejut, terlihat dari tubuhnya yang mulai mengang seketika "Emang apa yang di rebut?"

"Preman itu dengan lancang cium pipi Tata kak" ucapku dengan mata terpejam karena merasa jijik.

Devan terdiam dan begitu hening yang membuatku membuka mata, namun betapa terkejutnya aku saat aku membuka mata justru wajah Devan sudah mendekat ke wajahku.

Cup!
Devan mengecup pipi kiriku, yang membuatku mematung "Ini buat menghapus noda preman tadi"

Cup!
Devan mengecup pipi kananku, yang membuatku menatapnya bingung "Ini untuk pertanda kakak sebagai suami kamu sudah lebih unggul dari preman tadi"

Cup!
Devan mengecup keningku, yang membuatku merasakan rasa hangat mengalir ke dalam diriku "Ini untuk tanda pengingat bahwa kamu istri kakak"

Cup!
Devan mengecup bibirku, sekilas namun begitu mebuatku terkejut "Ini untuk pelengkap, sekarang kakak udah menandai setiap sudut wajah kamu. Yang berarti kakak udah lebih unggul di banding laki-laki manapun yang ada di dunia ini". Ucap Devan, sembari membenarkan posisinya seperti semula.

"Dan..." Devan menjeda ucapannya sejenak, matanya terlihat sayu dan mulai meneliti wajahku satu persatu di mulai dari kening hingga berakhir pada bibirku.

Devan mendekatkan wajahnya ke arahku lagi, dia mengecup bibirku sekali lagi yang mebuatku berkedip-kedip guna memastikan bahwa ini nyata. Tapi lama kelamaan kecupan itu berubah menjadi lumatan yang begitu lembut dan perlahan, aku tidak mengerti apapun jadi aku hanya menerima perlakuan Devan.

Devan menghentikan lumatannya, berusaha memberiku ruang untuk menghirup oksigen sebanyak-banyaknya.

"Boleh yah?" tanya Devan dengan mata sayu dan suara parau nya yang terdengar seperti bukan diri Devan yang dingin lagi.

"Apa kak?" tanyaku, yang justru tak di gubris oleh Devan. Devan kembali melumat bibirku sedangkan tangannya sibuk membuka kancing piyamaku satu per satu.

Tunggu! Apa ini? Aku bahkan belum menyetujuinya.

Cklek!

"Dev aku..." suara pintu kamar yang terbuka dan suara seorang perempuan mengejutkan kami, membuat kami menghentikan aktifitas kami dan langsung terduduk melihat ke sumber suara.

Di luar pintu, kami melihat keluarga kami dan juga Luna berdiri dengan ekspresi menganga seolah tak percaya. Devan menoleh ke arahku yang sudah tak mengenakan hijab serta piyama yang kancingnya terbuka, dengan sigap Devan menyelimuti tubuhku.

"Kenapa ngga ketok pintu dulu!" protes Devan salah tingkah, seperti maling yang tertangkap basah.

"Yah...gagal punya cucu cepet deh" gerutu papi dan ayah, setelah mengakhiri keterkejutannya.

"Tau tuh! Si Luna main grasak-grusuk aja sih. Padahal tadi kita itu berusah berhentiin dia" kesal mami.

Luna yang masih mematung tidak percaya dengan apa yang baru saja dia lihat tidak menggubris sindiran yang keluarga Devan layangkan untuknya.

"Terus ngapain masih di situ? Mau nonton sampai jadi bayi?" ketus Devan, entah mengapa dia berani berkata seperti itu di hadapan Luna.

"Iya iya maap, santuy atuh broh. Suruh siapa ngga di kunci" ucap Davin sembari menutup pintu kamar kami lagi.

Setelah mendengar derap langkah kaki mereka yang semakin menjauh, Devan menimpa tubuhku lagi.

"Kakak mau ngapain?"

"Lanjutin apa yang belum kita selesaikan" ucap Devan dengan mata yang gusar, tak ingin menatap mataku.

Aku tahu hati Devan tak menginginkan ini, buktinya tubuh Devan tak memiliki reaksi yang sama seperti sebelum Luna datang. Aku tahu Devan merasa bersalah, tapi dia tidak bisa menampik bahwa dia laki-laki normal yang memiliki kebutuhan biologis.

Aku mengehentikan Devan yang hendak mencium bibirku lagi.

"Saya tahu tadi kakak bilang begitu untuk bikin Luna benci kakak, padahal kakak masih sayang sama kak Luna. Jadi maaf kak, tapi saya ngga bisa ngasih hak kakak kalau yang kakak fikirkan itu kak Luna" ucapku sembari memalingkan tubuhku ke arah samping, yang membuat Devan menjatuhkan tubuhnya di sampingku.

Dan pada akhirnya kami tertidur saling memunggungi dengan beban fikiran kami masing-masing.

TBC  Vote + Comment yah yeorobun, biar author semangat trus update secepatnya :)

Curhat dikit, sebenernya aku itu rada ngga percaya diri sama hasil tulisanku.  Kadang aku juga mikir untuk ngga lanjutin nulis cerita ini karena kek nya ngga ada yg suka sama ceritaku :(

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (8)
  • Madesy

    lanjut donk.. gak sabar nihhh

    Comment on chapter Sisi lain
  • Sean_Ads

    Aha! My lovely new story ^^

    Comment on chapter Pertemuan Yang Tak Bermuara Pada Temu
  • margareth_sartorius

    The best version of yours

    Comment on chapter Pertemuan Yang Tak Bermuara Pada Temu
  • minata123

    Romance komedi seleraku

    Comment on chapter Pertemuan Yang Tak Bermuara Pada Temu
  • avalolly

    Lanjutkeun!!

    Comment on chapter Pertemuan Yang Tak Bermuara Pada Temu
  • landon123

    Such an awesome work, Fighting gurll!!
    Gue harap lo ga berhenti tengah jalan cuma karena ga ada pendukung baru, cerita lo seru ko jadi harus PD dan jangan kehilangan mood'y

    Comment on chapter Pertemuan Yang Tak Bermuara Pada Temu
  • Tarikhasabis

    Suka banget sama gaya penulisan kakak, kaya semi baku gitu, jadi bikin nyaman di baca dan ceritanya juga menarik banget. Aku suka banget sama cerita yang alurnya sakit dulu baru bahagia. Pokok nya nyesek momentnya kerasa banget di cerita ini, salam hangat dari Tarikha untuk author tercinta. Ngomong-ngomong kapan update lagi kak? Trus cerita Vanilla ice cream apa nggak niat untuk di lanjut? Padahal aku penasaran loh

    Comment on chapter Pertemuan Yang Tak Bermuara Pada Temu
  • neogara

    Bagus! Enak di baca. Lanjut terosssss... Semangat nulisnya

    Comment on chapter Pertemuan Yang Tak Bermuara Pada Temu
Similar Tags
Premium
RESTART [21+]
8165      2999     22     
Romance
Pahit dan getir yang kurasa selama proses merelakan telah membentuk diriku yang sekarang. Jangan pernah lagi mengusik apa yang ada di dalam sini. Jika memang harus memperhatikan, berdirilah dari kejauhan. Terima kasih atas semua kenangan. Kini biarkan aku maju ke depan.
Love after die
456      309     2     
Short Story
"Mati" Adalah satu kata yang sangat ditakuti oleh seluruh makhluk yang bernyawa, tak terkecuali manusia. Semua yang bernyawa,pasti akan mati... Hanya waktu saja,yang membawa kita mendekat pada kematian.. Tapi berbeda dengan dua orang ini, mereka masih diberi kesempatan untuk hidup oleh Dmitri, sang malaikat kematian. Tapi hanya 40 hari... Waktu yang selalu kita anggap ...
BlueBerry Froze
3436      1071     1     
Romance
Hari-hari kulalui hanya dengan menemaninya agar ia bisa bersatu dengan cintanya. Satu-satunya manusia yang paling baik dan peka, dan paling senang membolak-balikkan hatiku. Tapi merupakan manusia paling bodoh karena dia gatau siapa kecengan aku? Aku harus apa? . . . . Tapi semua berubah seketika, saat Madam Eleval memberiku sebotol minuman.
Begitulah Cinta?
16837      2475     5     
Romance
Majid Syahputra adalah seorang pelajar SMA yang baru berkenalan dengan sebuah kata, yakni CINTA. Dia baru akan menjabat betapa hangatnya, betapa merdu suaranya dan betapa panasnya api cemburu. Namun, waktu yang singkat itu mengenalkan pula betapa rapuhnya CINTA ketika PATAH HATI menderu. Seakan-akan dunia hanya tanah gersang tanpa ada pohon yang meneduhkan. Bagaimana dia menempuh hari-harinya dar...
NI-NA-NO
1423      658     1     
Romance
Semua orang pasti punya cinta pertama yang susah dilupakan. Pun Gunawan Wibisono alias Nano, yang merasakan kerumitan hati pada Nina yang susah dia lupakan di akhir masa sekolah dasar. Akankah cinta pertama itu ikut tumbuh dewasa? Bisakah Nano menghentikan perasaan yang rumit itu?
Perfect Love INTROVERT
10247      1895     2     
Fan Fiction
The Second Lady?
437      315     6     
Short Story
Tentang seorang gadis bernama Melani yang sangat bingung memilih mempertahankan persahabatannya dengan Jillian, ataukah mempertahankan hubungan terlarangnya dengan Lucas, tunangan Jillian?
Gue Mau Hidup Lagi
391      253     2     
Short Story
Bukan kisah pilu Diandra yang dua kali gagal bercinta. Bukan kisah manisnya setelah bangkit dari patah hati. Lirik kesamping, ada sosok bernama Rima yang sibuk mencari sesosok lain. Bisakah ia hidup lagi?
My Sunset
6981      1499     3     
Romance
You are my sunset.
Luka Adia
758      464     0     
Romance
Cewek mungil manis yang polos, belum mengetahui apa itu cinta. Apa itu luka. Yang ia rasakan hanyalah rasa sakit yang begitu menyayat hati dan raganya. Bermula dari kenal dengan laki-laki yang terlihat lugu dan manis, ternyata lebih bangsat didalam. Luka yang ia dapat bertahun-tahun hingga ia mencoba menghapusnya. Namun tak bisa. Ia terlalu bodoh dalam percintaan. Hingga akhirnya, ia terperosok ...