Ketika memiliki sudah menjadi definisi bagi satu sama lain, maka rasa cemburu adalah masalah utamanya.
~
Hari-hariku di sekolah berjalan seperti biasanya, masih sama dengan perasaan dan kebiasaan yang sama. Aku masih saja mengaggumi teman sekelasku itu dalam diam.
Aku berjalan pulang, melewati koridor kelas yang sebentar lagi akan kutinggalkan bersama jutaan kenangan yang kusisakan. Tak akan ada lagi kisahku yang memperhatikannya secara gerilya. Juga tak akan ada lagi acara melirik ke samping mejaku, dimana navigasi hidupku itu duduk di singgasananya.
"Kamu mau kuliah Ta?" tanya Dewa yang membuyarkan lamunanku.
Bukan, bukan dia yang aku sukai. Tapi seseorang yang berjalan disamping Dewa sembari menatapku dengan tatapan tajam yang menusuk relung hatiku. Ah, sepertinya selalu ada sensasi aneh yang menggelenyar di perutku saat kutemui dia juga menatapku.
"Ta?" Dewa melambaikan tangannya di depan wajahku, karena merasa tak mendapatkan respon dariku.
Memang hal seperti ini sering terjadi. Saat teman sebangku Dewa itu menatapku, maka sistem yang ada di tubuhku ini hanya menemukan informasi 404 yaitu Error Not Found. Pengaruh dia terhadap tubuhku memang sehebat itu.
Aku tersenyum kikuk saat mulai menyadari hal bodoh yang telah aku lakukan.
"Masih belum tahu" ucapku sembari menyelipkan sedikit senyuman manis yang ditambah dengan bubuk cinta dan dihiasi oleh tebaran berjuta pesona.
"Sayang loh kalau kamu ngga daftar di kampus Untirta, kamu kan pinter" ucap Dewa yang membuatku berfikir sejenak.
Jujur saja, aku sama sekali belum tertarik dengan bangku perkuliahan. Apalagi sekarang aku sudah menjadi istri orang. Aku jadi semakin meragu, aku takut jika aku jatuh cinta pada orang yang bukan suamiku. Meskipun aku memang sudah menyukai salah satu murid wali kelasku, tapi perlu kalian ketahui jika menyukai dan mencintai itu berada di level yang berbeda. Ketakutanku bukanlah tanpa alasan, kalian pasti tahu bagaimana kerennya anak kuliahan kan? apalagi para kating yang mengusung tema cold outside warm inside seperti artis Korea. Lalu, suamiku harus aku kemanakan?.
"Saya sama Koko mau ke Untirta loh" sambung Dewa
Ya, akhirnya kalian tahu siapa yang aku sukai. Nama nya Ricko Alatas, biasa di panggil Koko karena ada keturunan Chinese nya. Terkadang juga sering di panggil Gletser Antartika, kalau sikap dingin nya sudah melewati batas kewajaran. Dan jika aku perhatikan lagi sebenarnya Devan dan Ricko memiliki sifat yang sama, Cuek dan terlalu jujur sampai terkesan menyakitkan. Namun, kalau dari segi wajah dan penampilan aku akui jika Devan memang jauh lebih unggul daripada Ricko. Usia memang tak bisa berbohong, bung!
Aku hanya tersenyum menanggapi ucapan Dewa, setidaknya kemajuan yang kubuat hari ini cukup membuatku gembira, sebab kini aku tahu apa rencana Ricko setelah lulus SMK. Aku akan mengikuti jejaknya, dan akan ku perpanjang kisah cinta dalam diamku sampai empat tahun lagi.
"Dewa saya duluan yah, mau cari angkot dulu" ucapku sembari mempercepat langkahku. Aku tak ingin mereka menyadari sedikit senyuman yang terukir pada bibirku.
Ketika aku mempercepat langkahku dan meninggalkan bayangan Ricko dibelakangku, seseorang menahan pergelangan tanganku. Aku terkejut sekaligus berharap cemas. Aku menoleh ke belakang secara perlahan, Namun yang pertamakali aku lihat adalah tangannya agar seperti adegan di kebanyakan drama Korea. Saat kulihat kulitnya berwarna kuning langsat, aku hanya bisa bernafas kasar karena kecewa. Sudah pasti itu bukan tangan Ricko, karena Ricko itu putihnya overdosis.
"Kenapa Wa?" tanyaku dengan malas.
"Kata Koko mau bareng ngga? Kalian kan satu arah. Angkot juga lagi ngga ada, soalnya kan lagi demo Ta" jelas Dewa.
Apa ini mimpi? Aku merasa seperti di jatuhkan dari ketinggian 3000 kaki, lalu di bawa terbang kembali sebelum jatuh menyentuh tanah. Dewa baru saja mematahkan ekspektasiku, tapi sebelum aku jatuh di titik terendahku, fakta tentang Ricko berhasil menyeimbangkan kepingan sayapku yang sempat patah.
"Oh, boleh deh" ucapku seakan aku tidak memiliki pilihan lain. Seorang perempuan memang harus seperti itu kan.
Ricko meneliti mimik wajahku dengan tatapan tajam yang menjadi andalan nya. "Terpaksa?" Tanyanya dengan nada yang begitu mengintimidasi.
"Ng...ng...ngga kok, saya justru takut ngerepotin kamu" aku terbata karena kehilangan kata-kata.
"Kalau bukan atas dasar rasa kemanusiaan sih ngapain juga. Jadi ngga usah mikir aneh-aneh" ucap Ricko dengan wajah datar, namun dengan ucapan yang penuh penekanan.
"Saya ngga ngomong apa-apa loh, pedes banget sih mulut temen kamu itu Wa. Dia itu niat nganter ngga sih?" gerutuku pada Dewa, sementara si topik pembicaraan sedang mengambil motor ninja nya di parkiran.
Dewa menepuk pundakku seraya menenangkan. "Sabar aja kali Ta, Koko mah emang gitu orangnya"
Aku menghela nafas cukup panjang. Ayolah, ini sudah menjadi kebiasaanku selama 3 tahun belakangan ini. Menyukai Ricko sama saja seperti melatih kesabaran serta keikhlasan sejak dini.
Selang 5 menit kemudian, Ricko datang menghampiriku bersama dengan motornya. Sedangkan Dewa, sudah pulang lebih dulu karena ada keperluan mendesak.
Aku duduk di motor ninja berwarna merah kesayangan navigasi hidupku itu. Ini pertamakalinya Ricko menawarkan tumpangan, dan ini juga pertamakalinya seorang Ricko Alatas membiarkan seorang gadis menaiki kuda merahnya. Dan aku bersyukur karena orang itu adalah aku.
Hai angin, tolong sampaikan salamku pada lelaki di depanku ini. Si pemilik sorot mata tajam beserta seluruh sikapnya yang meluluhlantakan hatiku.
"Angin, berhentilah menerbangkan aroma maskulin dari dia yang membuatku tergila-gila.
Kuda Merah, berhentilah sejenak ke sebuah Cafe untuk mengulur waktu.
Waktu, berhentilah sejenak agar aku bisa menikmati saat saat bersamanya lebih lama"
Setidaknya kalimat itulah yang terus menerus kurapalkan dalam do'aku, meskipun belum ada satupun yang terkabul.
Ckitttt!!!
Motor Ricko berhenti tepat di depan rumahku yang juga tempat tinggal suamiku. Sungguh, ini terasa seperti aku tengah selingkuh secara terang-terangan.
Aku dan Devan sepakat untuk tinggal sementara di rumah orangtuaku, untuk meminimalisir kecurigaan dari teman-teman serta guruku kalau sedang melakukan Home Visit.
Ketika aku turun dari kuda merah milik Ricko, aku melihat pemandangan yang sedikit mengusik bagian terkecil dari hatiku.
"Gue pulang yah" ucap Ricko sembari membantu melepaskan helm nya yang aku gunakan. Aku membeku di tempat, mataku menatap kosong kearah depan. Jika saja aku tak melihat pemandangan itu, akan aku pastikan bahwa aku akan melakukan salto, kayang, guling lenting, bahkan gaya lilin untuk meluapkan rasa bahagiaku karena perubahan sikap Ricko yang perlahan mencairkan es nya. Tapi sayangnya, sistem tubuhku tak merespon perlakuan dari Ricko. Karena tubuhku baru saja menemukan rasa yang baru, dan itu adalah rasa tak terima yang sering disebut sebagai Cemburu.
Ricko menyentuh bahuku, guna menyadarkanku "Ta, gue pulang" ucap Ricko dengan nada yang lumayan lebih lembut dari biasanya.
"Eh, iya Ko. Hati-hati dan makasih banyak yah" ucapku sembari memberi apresiasi berupa senyuman tanpa minat.
Setelah motor Ricko melaju pergi menuju rumahnya, aku melangkahkan kakiku berusaha memberanikan diri melawan rasa itu. Aku memasuki halaman rumahku, dan saat itu aku sudah disambut oleh dua sejoli yang tengah berpelukan dengan begitu mesra.
Tanpa berfikir untuk bertanya atau hanya sekedar menyapa, aku melewati kedua insan itu, berlagak seolah aku tak melihat apapun.
"Udah pulang?" kini Devan bersuara lebih dulu.
Aku tidak berniat untuk menjawabnya, bahkan untuk sekedar menoleh kearah nya pun aku tak sudi. Aku hanya menghentikan langkahku di depan kedua insan itu ketika Devan mulai buka suara.
Devan menggenggam pergelangan tangan wanita dengan rambut sebahu itu dengan lembut, lalu dia mengarahkannya kearah ku, seolah mengisyaratkan untuk saling berjabat tangan.
"Perkenalkan, aku Luna Damayanti. Pacar nya Devan" ucap Luna setelah mendapatkan kode dari Devan.
Aku akui jika Luna adalah wanita yang cantik dan begitu anggun, namun aku tidak menyukai senyuman nya. Aku merasa seperti ada ketidaktulusan dari setiap tingkah nya.
Dengan malas aku membalas senyuman yang di lemparkan oleh pacar suamiku itu. Tanpa perlu repot untuk menjabat tangan mungilnya.
"Saya Aulia Renata, bukan siapa-siapa nya Devan" ucapku sembari melenggang pergi ke lantai atas, dimana kamar tidurku dan Devan berada.
Ketika sampai di kamar kami, aku melempar tas ku di sembarang tempat. Aku merebahkan tubuh serta hatiku yang baru saja retak tadi, di ranjang pengantin kami. Aku marah sekaligus tidak terima.
Devan sudah di deklarasikan sebagai milikku, meski hatinya belum kumiliki dan kami juga belum saling mencintai. Tapi, tetap saja aku tidak rela jika seseorang mengklaim kepemilikan atas Milikku. Setiap orang selalu memiliki sisi egois nya masing-masing, terlebih lagi karena perempuan selalu menggunakan perasaan di setiap saat.
Aku mengacak rambutku yang tertutup oleh kerudung hitamku. Aku juga menghela nafas kasar guna meminimalisir rasa sakit ini.
"Arghhhh terserah!!" teriakku berusaha untuk menghilangkan bayang-bayang Devan dan Luna dari fikiranku.
Tidak lama kemudian rasa kantuk menghampiriku, membawaku ke alam mimpi yang jauh lebih indah daripada dunia nyata. Aku tertidur tanpa melepas seragam sekolahku, tubuh serta hatiku terlalu penat untuk sekedar mengganti pakaian.
lanjut donk.. gak sabar nihhh
Comment on chapter Sisi lain