Read More >>"> Ankle Breaker: Origin ([Chapter 9: Final Elevation] ) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Ankle Breaker: Origin
MENU
About Us  

ANKLE BREAKER ORIGIN

[Chapter 9: Final Elevation]

 

"Starter Antologia. The number seventeen, Bimo!" narator perempuan mempersilakan, sehingga sorakan bersuara feminin dari tribun semakin ramai sewaktu Bimo memasuki court. "The number twenty, Ivan!" lanjutnya. "The number six, es double ai ex, Siix!" menyerukan nama dengam panjang. "Then, the number seven, Bactio!" Sejenak menjeda. "The number nine, the commander, em ou Drage, Mo Drage!"

"From the blue team, finalis sekaligus jawara BSBE 2019," narator laki-laki berseru. "Claster! Now we got their starter. The number four, Riko!"

Dari bangku cadangan Alter lihat, starter pertama Claster itu punya postur mirip Bimo dengan versi lebih atletis.

"The number two. She is cuty one, Faisha!"

"Well, semoga Riko enggak ngiri," Alter menanggapi, mendengar sorakan maskulin dari hampir sepenuh tribun sewaktu perempuan memakai topi Trafagal disambut masuk ke dalam court.

"The number ten. Another cuty one, Octavia!" Melanjutkan, "The number three, Santo!" Melanjutkan, "Then we gotta last one. The number thirteen, the commander, Joseva!"

Bactio dan Santo saling berhadapan memasang posisi tip-off. Masing-masing menyatakan determinasi pengukuran waktu dalam satu lompatan, berebut bola di udara, sehingga Santo membiarkan Bactio menepis angin dengan sia-sia. Posisi siaga Joseva menghampiri arah tepisan bola, ia operkan kepada Faisha tanpa khawatirkan posisi Andreka saat itu. 

"Topimu keren!" kata Andreka sewaktu merintangi Faisha. "Oplover, ya?"

"Aku enggak suka anime," balas Faisha. "Lebih enggak suka cowok bau parfum cokelat," menanggapi aroma napas suara Andreka. 

Menilai tekanan penjagaan Andreka kepadanya, Faisha pikir peluangnya untuk mengoper hanya sebesar gembok. Ia mundur langkah demi langkah pendek, sedangkan tumit sepatu Faisha hampir menginjak garis tepi court di dekat sisi kiri low-post Antologia.

"Apa yang mau cewek itu lakuin?" Alter mengamati. "Menembak jelas bukan pilihan."

"Oh, ya? Tapi aku suka topimu," kata Andreka menyeringai.

"Makasih." Faisha melayangkan diri kebelakang. Segera melepas tembakan dengan posisi itu. Kedua kakinya mendarat di luar court.

Sepenuh dari keramaian di tribun menyerukan sorak kegembiraan, sementara separuh yang lain berdecak sebagaimana Alter dan Trea di bangku cadangan. 

"Fade away?" decakan Alter belum habis. 

"Keraguan nol persen," kata Trea. "Akurasinya sempurna," akunya. Raut wajahnya berubah serius. "Aku khawatir Faisha bisa lakuin itu kapan aja dia mau."

Sementara Wasik menguasai bola dalam penjagaan Octavia. Ia berpikir tidak akan mengoper ke sisi kirinya kepada Andreka yang dijaga dua orang. Wasik masih memantulkan bola sambil mengamati posisi Ivan, Bactio dan Bimo di low-post. 

"Egh!?" Wasik mengadari kelengahannya. Octavia telah membaca momentum pemantulan bola pada penguasaan Wasik, sehingga bola tertepis ke arah Joseva mau pun Santo yang menjaga Andreka. 

Penjagaan Andreka dipermainkan kombinasi dua serangan balik yang terkoneksi dengan operan demi operan silang, sementara low-post Antologia belum sempat diamankan oleh selain Andreka sendiri dan Wasik pada situasi itu. Joseva melambungkan bola dengan bebas ke rim, sementara tidak ada yang melompat setinggi Santo untuk menjemput bola. Santo bergelantung di bawah rim sebentar sebelum turun, sedangkan riuh sorakan penonton hampir memenuhi pendengarannya.

Andreka mengawali giliran serangan berikutnya, berkoordinasi dengan kru melakukan beberapa kali operan, hingga sampai kepada Bactio yang dianggap aman melakukan three-pointer. Titik jatuhnya bola tidak presisi dengan target bidikan. Bimo mendapatkan rebound di antara upaya Riko dan Octavia, melakukan sampai tiga kali gerakan silang, memastikan penyelesaiannya berhasil dengan lay-up.

Kedua tim masih melanjutkan pertandingan. Setiap pemain mempunyai upaya dan kemampuan khusus masing-masing yang memengaruhi berjalannya alur pertandingan. 

***

"Bukan figuran atau alat promosi, dua cewek itu lebih nyusahin daripada rekan gentle mereka," kata Andreka yang tampak kelelahan seperti empat yang lain di bangku cadangan. 

"Kayaknya cewek pakai topi Trafagal itu kartu As mereka," kata Bactio, lalu menyekaan handuk ke wajahnya sehingga terlihat lebih kering.

"Kalau gitu, kartu Joker mereka mungkin akan diturunin habis ini," kata Alter, lalu berpaling, melayangkan pandang kepada perempuan yang memakai topi baret warna cokelat di bangku cadangan lain. "Enggak, pasti Ribka akan turun habis ini," akunya dengan lebih serius.

 

Semua kru Andreka berdiri, lalu melingkar, menyatukan tangan kanan masing-masing untuk mengisi semangat. Tanda akhir waktu istirahat terdengar, kedua tim menunu court. Alter melihat ke tim Claster yang menurunkan dua pemain baru menggantikan Santo dan Octavia.

***

Andreka melarikan drible, menjadi pusat formasi yang timnya terapkan pada awal kuarter ketiga. Sampai di tengah court, dalam koordinasi yang menjadi acak, Andreka memulai operan pertama. Lalu terjadi beberapa kali operan secepat pergerakan serangan yang dijalankan.

"Ledakin, Bimo! Yeay!" Trea berseru mengaksikan momentum serangan Antologia diakhiri dengan aley-oop Bimo.

Antologia bergegas beralih menjaga tengah court. Ribka menerima operan mati dari Riko. 

"Oh, enggak!" Seperti yang Alter lihat, sekitar tujuh atau delapan langkah dari sisi kanan rim Claster, dari posisinya —tanpa penjagaan—Ribka melesatkan satu tembakan ... tinggi ... dengan garis pelambungan awal yang hampir vertikal. 

Ivan dan Wasik beralih ke bawah rim sendiri, sementara Claster tetap di tempat. 

"Dengan pedenya mereka enggak ada yang mau rebound?" kesal Bactio menanggapi sikap Claster, sedangkan Ivan dam Wasik menanti jatuhnya bola. 

Alter tengadah, pada puncak pelambungan, ia lihat bolanya tersamar oleh warna udara segelap langit atasnya. Setiap wajah yang tengadah—menyaksikan momen itu—mulai turun, searah bola yang melesat ... tepat ... melalui kolong rim Antologia. Karenanya setengah tribun penonton saling menyerukan kegembiraan, beberapa dari mereka berlonjak-lonjak. 

"Well, dengan begitu kita ketinggalan sebelas belas poin," Trea menanggapi. "Mantan kekasihmu monster tunggal di kuarter ini," lanjutnya dengan tetap perhati ke pertandingan.

"Aku enggak pernah kasih tahu kamu dia siapa, hubungan dia sama aku," sahut Alter.

"Memang, tapi sikap kamu udah nunjukkin kebenarannya waktu kita makan di Pandasera."

 

Faisha di tengah penjagaan Bimo dan Bactio di dalam lingkar tengah court. 

"Dia enggak akan bisa fade-away," Alter menilai kondisi Faisha. "Bimo udah mengunci punggungnya, dan Bact terus menutup jalur operan mau pun tembakannya. Meski pun sisi kiri dan kanannya ada celah, dia harusnya tahu kalau mau lolos dengan asal akan berisiko kena offensive-foul."

Selagi mengiramakan drible yang antisipatif, Faisha mulai mencondongkan badan ke kiri, sehingga langkah Bimo dan Bactio saling menutup sisi kiri Faisha dengan lebih cepat dan rapat. Karena itu Bimo dan Bactio sama terkejutnya, tidak menduga kecepatan Faisha saat melompat ke samping kanan yang menjadi sisa celahnya saat itu, melesatkan tembakan sebelum mendarat. Tidak dengan kedua kaki, Bimo dan Bactio melihat—Faisha membanting badan ke dasar court. Wasik dan Riko saling menautkan posisi sambil mengamati arah jatuhnya bola, sebagaimana Andreka dengan Joseva lakukan. Aksi Faisha membanting diri ke dasar court barusan ... tidak seperti upaya empat laki-laki yang saling menautkan posisi untuk rebound dengan sia-sia. 

Faisha bersimpuh dengan tersenyum. Ia menerima uluran tangan Bimo dan Bactio supaya membantunya berdiri.

"Side jump fade away ... three-pointer?" Bimo tertegun, belum melepas genggamannya pada tangan kanan Faisha.

"Bahkan dari jarak yang sulit dilakuin dengan teknik fundamental," Bactio mengesan, lalu melepas genggamannya pada tangan kiri Faisha.

Antologia menjalankan giliran, masih dengan cara yang sama, diakhiri dengan lay-up Ivan yang berhasil.

 Riko tidak melihat Ribka sebagai penerima operan mati yang mudah karena penjagaan ganda dari Wasik dan Bactio. Ia memilih kaptennya. Maka Jova dan Andreka saling beradu di high-post seperti benturan demi benturan dua pusaran angin, sedangkan arahnya semakin mendekat ke low-post Antologia. 

"Kenapa Ivan mikir lebih baik dia lengketin Faisha? Bukan kasih back-up ke Mo Drake?" Alter menilai.

"Dengan kecepatan seperti itu, back-up buat Mo Drage justru melemahkan efektifitas pertahanan, bisa jadi bagian akhirnya lebih enggak menarik," kata Trea. 

Dengan manufer yang kesekian kalinya, gerakan Andreka tidak secepat pikirannya, selain tidak sefleksibel Joseva.

 "Agh!" Andreka terjatuh menjorok ke dalam low-post, tidak ada yang sempat menghalangi Joseva membuat tembakan tiga poin dari high-post yang dekat.

"Buzzer-beater!" narator laki-laki berseru, meski tidak seriuh setengah tribun penonton.

Layar menayangkan perolehan sementara ketika kuarter ketiga berakhir. Lima puluh enam poin Claster di samping empat puluh satu poin Antologia.

Alter dan Trea melihat lima temannya menuju mereka berdua dengan wajah kelelahan dan banyak peluh, sedangkan Ivan terlihat sedikit membungkuh dan meringis.

 Andreka duduk di sebelah Trea. "Maaf, selisihnya nambah." Ia menerima satu gelas mika berisi minuman warna kuning dan berbulir dari Trea, mudah ia minum lewat sedotan plastik yang besar—seperti yang Alter bagikan ke empat yang lain. 

"Its okay, performa kalian sangat baik," Trea menenangkan. Lalu menatap Bimo. "Simpan stamina kamu, kasih sisa giliranmu buat Alter." Lalu menatap Alter. "Kamu udah penuh, Alter?" Trea tidak mendapat jawaban. Ia lihat Alter menunduk sambil memejam mata, untuk sebentar.

Alter menegakkan punggung, membuka mata ketika melepas embusan napas, lalu membunyikan jemari yang terbalut kain verban sebagaimana telapak tangannya. Ia berdiri, mengepalkan genggaman tangan kanan. Teman-teman melihat wajahnya yang datar dengan tatapan mata yang membekukan.

***

Claster mengawali berjalannya kuarter keempat, dengan tembakan Ribka yang hampir sejauh panjang lapangan. 

"Serangan instan, huh," gumam Andreka menanggapi. "Alter, balas!" memberi operan mati. 

Alter membawa dirinya sebagai point-guard, dan membawa tempo serang yang lambat. Mengamati pola formasi Claster yang dibentuk oleh Joseva, Santo, Riko, Octavia dan Ribka. "Baiklah," gumamnya. "Kayaknya—" Ia mulai bergerak cepat, dengan kecepatan yang diikuti krunya. Dengan tempo itu Antogia menyerang.

Alter pikir, Riko dan Octavia menuju hadapannya, lalu Ribka menutup dari sisi kanannya. Riko beralih ke sisi kirinya sehingga Alter melihat Santo dan Joseva segera menuju padanya. 

Trea menyaksikan itu, setiap pemain Claster menjaga Alter secara melingkar dan cukup dekat. Setiap tangan mereka saling bereaksi terhadap sikap Alter bermaksud mengoper, sementara satu per satu steal datang dari delapan arah.

"What-whatation is that?" Bimo menanggapi.

"Penjagaan full-team? Mengepung?" Trea menanggapi.

"Lol," Bimo tertawa pelan. "Strategi yang childish."

"Ya," Trea ikut tertawa. "Jangan bandingin sama penjagaan full-team Shadawn yang elegan. Tapi, tujuan formasi melingkar itu ... hem, menyegel radius sakral ankle breaker?"

"Konyol," kata Alter. Ia lempar bola ke atasnya, mendahului perkiraan dalam pikiran penjaganya.

 Mereka berenam tengadah, sampai mengetahui bola mulai turun, mereka melompat sambil melayangkan sebelah tangan. 

Alter membuktikan bahwa posisi, arah lompat, dan jangkauan tangannya paling sesuai sebagai yang pertama menyentuh bola. Ia tepis dengan kuat ke depan seperti pemain voli. Arah pemantulan bola menguntungkan posisi Wasik untuk menerima itu dengan mudah. Cukup dekat dengan low-post dari posisi Wasik melepas tembakan. Terdengar sorakan gembira dari sebagian tribun.

Claster berkumpul di low-post. Joseva dan Octavia beralih melapisi Ribka—mendahului upaya Andreka, tidak ada jalan untuk membatalkan giliran serangan Claster yang instan. 

"Kalo gini terus alur pertandingan akan mudah ditebak," sugut Andreka. "Dan enggak bisa jadi lebih seru.

Alter melarikan drible, sedangkan teman-temannya menyebar mengatur posisi.

"Apa-apaan ini? Menjaga penjagaan, huh?" sugut Joseva, berpikir Bactio dan Andreka seperti menjaganya tidak berkoordinasi untuk menyerang, sebagaimana yang Santo dapatkan dari Wasik dan yang Ribka dapatkan dari Ivan. Sedangkan Octavia dan Ribka punya kesempatan merintangi Alter. 

"Ribka, Octa, hati-hati!" seru Joseva. "Biarin dia lewat!" mencegah penjagaan yang akan Ribka dan Octavia lakukan—kepada Alter. Ia pikir dua rekan perempuannya tidak mengindahkan. Ia mengertakkan geraham.

Ribka dan Octavia saling menutup jalur langkah maju Alter, juga berdinamika menutup ke kiri mau pun kanan untuk membatalkan beberapa kesempatan yang Alter pikirkan. Pada detik ke delapan penampilan dua lawan satu itu, Ribka dikalahkan langkahnya sendiri, terhuyung ke kanan ... menumbur Octavia. Mereka berdua jatuh. Tidak ada yang merintangi Alter melompat dari belakang Bactio, lalu melayang setinggi rim yang dia hantam dengan satu dunk. 

"Referee time-out!" putus wasit ketika Alter mendarat.

Alter berbalik, menatap dengan sepasang sorot mata yang dingin.

Tiga laki-laki Claster mengerubung Octavia yang bersimpuh, juga Ribka yang tidak bergeming dari posisi berbaring ke kiri. 

"Aku cuma ketumbur," kata Octavia menjawab kekhawatiran Riko dan Santo padanya.

"Ribka!" Joseva panik, mengetahui Ribka menahan kesakitan.

"Uvrh! Kaki ... kanan!" rintih Ribka seperti yang Alter lihat dengan mencuri pandang.

 Regu pertolongan pertama datang, melepas sepatu dan kaus kaki kanan Ribka, menyemprotkan embun dingin yang menyengat, tapi—Ribka rasakan—cukup cepat mengurangi rintihannya, membuatnya lebih tenang. Ia menyerahkan dirinya agar diangkat ke tandu oleh regu medis, dibawa keluar court dengan rasa langkah yang tidak membuat punggung dan kepala Ribka nyaman. Ribka sempat menatap punggung bernomor sepuluh, punggung yang ia lihat berbalik, sehingga pandangannya menetap pada s orot mata dingin laki-laki yang memperhatikannya digotong meninggalkan court.

 

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (1)
  • Gladistia

    Baru 2 chapter, udah suka. Jadi nostalgi. Keren Dhio, lanjut dongsss.... ^^

    Comment on chapter Chapter 3: Excalibur
Similar Tags
Protection
431      293     1     
Short Story
Protection
OWELL’S TALE
444      308     4     
Short Story
A children sgort story about an albino otter called Owell
Kisah Kita
1859      641     0     
Romance
Kisah antara tiga sahabat yang berbagi kenangan, baik saat suka maupun duka. Dan kisah romantis sepasang kekasih satu SMA bahkan satu kelas.
Jangan pergi !!
411      285     3     
Short Story
Surga dan neraka adalah akibat dari orang tuamu
Bintang Pelosok
421      294     0     
Short Story
Basyir seseorang anak yang tinggal dari desa yang begitu kecil dengan kehagatan. Memiliki ambisi yang begitu besar untuk memajukan desanya, yang terdapat cuma 1 sarana pembinaan dan pendidikan. akankah Basyir mewujudkan ambisinya tersebut bersama sahabat terbaiknya Haikal dan Bujang?
23.10
1096      579     7     
Short Story
Hanya karena jari yang bergoyang dapat mengubah banyak hal
Sweet Sound of Love
476      314     2     
Romance
"Itu suaramu?" Budi terbelalak tak percaya. Wia membekap mulutnya tak kalah terkejut. "Kamu mendengarnya? Itu isi hatiku!" "Ya sudah, gak usah lebay." "Hei, siapa yang gak khawatir kalau ada orang yang bisa membaca isi hati?" Wia memanyunkan bibirnya. "Bilang saja kalau kamu juga senang." "Eh kok?" "Barusan aku mendengarnya, ap...
Putih
536      360     6     
Science Fiction
Tak berarah. Karena aku memang tak bermaksud membawamu kemanapun. Rasanya hampir ingin berterimakasih. Itu yang coba ingin aku sampaikan.
Intuisi
3586      1055     10     
Romance
Yang dirindukan itu ternyata dekat, dekat seperti nadi, namun rasanya timbul tenggelam. Seakan mati suri. Hendak merasa, namun tak kuasa untuk digapai. Terlalu jauh. Hendak memiliki, namun sekejap sirna. Bak ditelan ombak besar yang menelan pantai yang tenang. Bingung, resah, gelisah, rindu, bercampur menjadi satu. Adakah yang mampu mendeskripsikan rasaku ini?
Kemana Perginya Ilalang
670      426     0     
Short Story
bukan hanya sekedar hamparan ilalang. ada sejuta mimpi dan harapan disana.