Read More >>"> Ankle Breaker: Origin ([Chapter 5: Handle] ) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Ankle Breaker: Origin
MENU
About Us  

[Chapter 5: Handle]

 

"Jangan panggil aku pakai julukan itu! Semua orang udah lupa."

"Atau nama yang lebih baik dari itu?"

"Arias."

Mendengarnya Alter mengangguk. Lalu menjatuhkan drible, mendorong langkah Arias mundur hingga ujung tepi luar garis low-post. Alter membungkuk hingga punggungnya kurang lebih sejajar punggung Arias. Drible Alter menjadi lebih cepat secara acak.

"Jangan maksa kerasin drible kalau sakit," ejek Arias. Tiba-tiba dia bereaksi ke kiri. Lalu ke kanan, dan mundur.

"Kamu enggak bisa bertahan kalau sesantai itu," ejek Alter. Ia bergerak semakin tajam, tiap pola langkahnya kontras dengan gerakan bertahan Arias yang hemat.

"Ini gampang." Alter memanfaatkan celah kiri Arias untuk lewat, sesuai anggapannya. Namun Alter mendadak berhenti. Ia berbalik, mendapati Arias yang tenang tanpa menguasai bola. Lalu mendengar suara dentuman sejauh beberapa meter dari punggungnya, ia menoleh, mendapati bola memantul di dekat rim. "What!?" pandangan matanya memusat kepada jaring bergoyang pelan. Dalam pikiran Alter mereka kronologis yang paling mungkin terjadi, ketika ia merasa lengah dari memperhatikan itu langsung. "Ada hal yang terjadi secara singkat melampaui reaksi kesadaranku barusan," gumamnya. "Benarkah dia...."

"Buruan ambil bolanya," kata Arias tidak sabaran.

Alter lakukan deperti yang Arias katakan, lalu mengambil posisi bertahan. "Santai?" gumamnya memperhatikan Arias men-drible bola. "Argh!?" Alter hampir lengah terhadap percepatan gerakan Arias tiba-tiba.

Tekanan aura kapabilitas mereka berdua seperti meledak dalam keluwesan akselerasi, selain dalam kesinambungan berbagai macam tahap gerakan yang mereka lakukan. Seperti dua pusaran angin yang saling bertautan di padang gurun pasir. Peluang dan celah saling terbuka dan tertutup secara beriringan mau pun bergantian.

"Ch!" Kaki kiri Arias menahan pergeseran pusat gravitasi postur tubuh yang membuatnya hampir tersungkur ke belakang, tanpa kehilangan posesi bola pada tangan kanan.

Dari jarak tiga langkah Arias melihat Alter tersenyum congkak padanya. Arias mengertak gigi, ia dekatkan bola ke dada dengan kedua tangan. Bunyi gesekan terdengar saat bola seketika lepas dari tangannya.

"Uaaargh!" Alter mengerang saat punggung tangan kanan terdorong ke bawah dada. Tangan kirinya menyentuh bola berotasi dengan deviasi kecepatan tinggi yang berpusat pada telapak tangan kanan. "Eeergh, fuque!" tangan kirinya tertepis kecepatan putar permukaan bola. Sepasang matanya memerah dan berair.

"Matilah!" Arias menuju Alter lebih dekat ketika melihat rotasi bola mulai melambat. Ia ambil paksa dengan kedua tangan, melakukan dua langkah mundur yang cepat lalu melesatkan tembakan.

Alter tengadah, pandangan mengikuti arah pelambungan bola sedangkan napasnya terengah. Mulut dan kelopak matanya membuka lebih lebar. "Tembakannya!?" Ia lihat bola melambung tinggi hampir sejajar garis vertikal.

"Cukup."

Alter mengubah arah wajahnya menghadap Arias.

"Gaya basketmu enggak ngecewain. Maaf, aku ada jadwal lain. Temen-temenku udah nunggu." Ia memapas sisi kanan Alter, memberi tepukan bahu. "Seandainya tim kamu dan Claster bisa bertemu di final, pasti seru." Ia menghampiri mobil SUV warna putih bergambar sebuah logo pada pintu kanan depan.

 "Excalibur?" Alter melihatnya. Perhatian Alter beralih kepada kaca pintu kanan depan yang diturunkan, sehingga seorang laki-laki pada bagian kemudi melempar pandang kepadanya, hanya sebentar.

Arno berpaling muka, ia jalankan mobilnya menyusuri jalan pafing hingga hilang dari pandangan Alter.

Suara dentum terdengar, membuat Alter refleks beralih pandang arah rim. Terpusat kepada bola yang memantul, lalu membentur tiangnya. Sudut pantul dan arah putaran bola menghampirinya, mengarah ke sebelah kanan muka, sehingga rambutnya kena terpaan udara. "Daym! Itu memang scoring."

 Alter melihat kedua tangannya tengadah sebatas dada, memeriksa telapak dan ruas-ruas jari tangan kanan. Dilihatnya darah mengalir dari tiap celah kulit yang terkoyak, lebih buruk daripada tangan kiri.

 

***

 

Tinggal beberapa gulung lagi, sedikit lagi. Bagian terakhir, ikatan dan rekatan kain verban pada tangan kiri sama rapi seperti kanan yang lebih dulu selesai.

"Gimana rasanya?" tanya Trea sambil merapikan sisa gulungan kain verban.

Alter menggerak-gerakkan semua jari tangan yang ia punya. "Enggak enak. Gerah."

"Itu bagian proses penyembuhan."

"Ini enggak bikin lukanya tambah parah, kan?"

"Aku banyakin gulungannya kalau tambah parah."

"Aku minta ganti tanganmu kalau iya."

"Kamu habis pegang apa, sih di kolam renang?"

"Aku ... kalau bukan tanganku, bisa jadi muka sama dadaku yang seharusnya kamu perban. Tapi beneran, aku enggak bikin dosa kolam renang."

"Jadi karena apa?”

"Siapa itu Arias, dari Excalibur?"

"Arias?"

Alter mengangguk pelan.

"Ehm," Trea menelurusi ingatannya, bergeming ke court dipakai lima temannya sedang latihan.

"Skill basketnya lebih canggih dari Arno, termasuk dariku, aku rasa. Bukannya tahun lalu tim ini dikalahin Excalibur di pertandingan kedua?"

"Ya. Tapi seingatku, enggak ada pemain sehebat yang kamu bilang, yang turut kita hadapi waktu itu. Em, kalau enggak salah, artikel di official website BSGE dan beberapa rekaman di YouPlay pernah menyebut si Tangan Legend dari Excalibur."

"Wasik udah kasih tahu aku julukan itu kemarin, dan aku tahu orang yang bersangkutan enggak suka dengernya."

"Hem, itu berarti, kemenangan kita kemarin didukung faktor keberuntungan karena dia enggak turun."

"Arno juga bilang begitu kemarin."

"Yea. Jangan terlalu dipikirin lagi. Excalibur udah gugur."

Nada berdering monoton sedang Alter dan Trea dengar. Keduanya bergeming menatap sebuah gawai layar sentuh pada bangku besi. Alter sedikit berjongkok mengambilnya, ia lihat nama "Om Rian" melakukan panggilan.

"Ya, Om."

"Alter, di mana kamu sekarang?"

"Mukakuning."

"Ada dokumen penting yang mau saya kirim ke kamu. Ini instruksi dari kamu. Apa pun yang terjadi, jangan sampai jatuh ke tangan Bu Mira dan Eloisa. Tolong kasihkan alamat tinggalmu!"

"Baik, Om."

 

***

 

Beberapa foto dalam akun di Pictagram, dipilah-pilah pada layar gawai dengan ibu jari. "Uluh, cakepnya!" kata Ivan menatap satu foto yang mendapat suka dan komentar lebih dari sepuluh ribu.

Trea merebut gawai itu dengan paksa dan gemas.

"Eh, tadi apa ID-nya?" tanya Ivan, membuat Trea menatapnya kesal.

"Shadawn, satu-satunya female team yang tersisa, dan akan menjadi lawan kita di quarter final besok," kata Trea ke semua teman laki-lakinya.

"Female team?" Alter heran.

"Ya. Enggak ada zonasi gender dalam BSGE. Skill against skill no matter who you are."

Andreka beralih poisis ke sebelah Trea, menghadap lima yang lain. "Kita enggak bisa bilang kalau udah ngalahin Excalibur berarti enggak ada lawan yang lebih berat. Aku udah lihat, Shadawn termasuk female team berpengalaman. Cukup diperhitungkan di level nasional dan ASEAN."

"Apa itu berita buruknya?" tanya Wasik.

"Berita buruknya, mereka punya gaya bermain yang unik sekaligus riskan bagi lawan."

 

***

 

Spektrum intensitas cahaya bernuansa kekuningan, sedangkan posisi matahari tidak terlihat di atas setiap kepala yang mengisi kerumunan di tribun.

"Kenalan dulu sama Starter Antologia!" seru perempuan berkaos polo event yang sama dengan laki-laki di sebelahnya. Kemudian ia menyebut satu per satu setiap nama pemain yang masuk ke dalam court.

Dari tempat Alter duduk sebelah Trea di bangku cadangan, ia hitung sampai belasan perempuan di tribun yang bersorak. "Fans mereka hadir," katanya ke Trea.

"Syukurlah."

"Ada yang mau aku kenalin, nih, Jes," kata narator laki-laki. "Sebenernya aku enggak mau, nanti sainganku jadi banyak."

"Apa, sih Kev?" sela natator perempuan.

"Kita kenalan sama cewek-cewek terkece di BSGE, Nongsa Shadawn!" menyeru dengan panjang. "Come on my hoes! The number three, Lika!"

Pemain yang disebut masuk court, juga disambut tautan sorak yang didominasi suara maskulin.

"Next. The number six, Anne!" lanjut narator laki-laki, sehingga yang ia panggil mendapat sambutan tidak kalah heboh dengan yang pertama. "Siang udah lewat tapi di sini tambah panas. Jangan khawatir, female player satu ini ngademin kayak hujan. The number eight, Raini!"

"The number two, tapi dia enggak ada duanya, Eris!" Mengambil jeda. "Sang komandan, the number four, Silvia!"

"Semua sorakan ini milik mereka, ya?" Alter mengesan situasi sekeliling.

Kedua tim saling salut —memberi salam. Shadawn mengandalkan Anne yang tinggi posturnya mengimbangi Bactio, saling berhadapan diantarai bola yang wasit pegang, juga saling membuat posisi siaga sebaik mungkin. Bola dilempar ke atas secara vertikal sempurna oleh wasit. Bactio dan Anne saling meledakkan gaya tolak dari tekanan tumpuan telapak kaki terhadap dasar court, saling melayangkan badan setinggi dan setepat tempo yang diperhitungkan.

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (1)
  • Gladistia

    Baru 2 chapter, udah suka. Jadi nostalgi. Keren Dhio, lanjut dongsss.... ^^

    Comment on chapter Chapter 3: Excalibur
Similar Tags
The Alter Ego of The Ocean
491      333     0     
Short Story
\"She always thought that the world is a big fat unsolved puzzles, little did she knew that he thought its not the world\'s puzzles that is uncrackable. It\'s hers.\" Wolfgang Klein just got his novel adapted for a hyped, anticipated upcoming movie. But, it wasn\'t the hype that made him sweats...
Hujan Paling Jujur di Matamu
5852      1580     1     
Romance
Rumah tangga Yudis dan Ratri diguncang prahara. Ternyata Ratri sudah hamil tiga bulan lebih. Padahal usia pernikahan mereka baru satu bulan. Yudis tak mampu berbuat apa-apa, dia takut jika ibunya tahu, penyakit jantungnya kambuh dan akan menjadi masalah. Meski pernikahan itu sebuah perjodohan, Ratri berusaha menjalankan tugasnya sebagai istri dengan baik dan tulus mencintai Yudis. Namun, Yudis...
Semu, Nawasena
6735      2606     4     
Romance
"Kita sama-sama mendambakan nawasena, masa depan yang cerah bagaikan senyuman mentari di hamparan bagasfora. Namun, si semu datang bak gerbang besar berduri, dan menjadi penghalang kebahagiaan di antara kita." Manusia adalah makhluk keji, bahkan lebih mengerikan daripada iblis. Memakan bangkai saudaranya sendiri bukanlah hal asing lagi bagi mereka. Mungkin sudah menjadi makanan favoritnya? ...
My Sweety Girl
10255      2303     6     
Romance
Kenarya Alby Bimantara adalah sosok yang akan selalu ada untuk Maisha Biantari. Begitupun sebaliknya. Namun seiring berjalannya waktu salah satu dari keduanya perlahan terlepas. Cinta yang datang pada cowok berparas manis itu membuat Maisha ketakutan. Tentang sepi dan dingin yang sejak beberapa tahun pergi seolah kembali menghampiri. Jika ada jalan untuk mempertahankan Ken di sisinya, maka...
Her Glamour Heels
483      330     3     
Short Story
Apa yang akan kalian fikirkan bila mendengar kata heels dan berlian?. Pasti di khayalan kalian akan tergambar sebuah sepatu hak tinggi mewah dengan harga selangit. Itu pasti,tetapi bagiku,yang terfikirkan adalah DIA. READ THIS NOWWW!!!!
Pertimbangan Masa Depan
200      177     1     
Short Story
Sebuah keraguan dan perasaan bimbang anak remaja yang akan menuju awal kedewasaan. Sebuah dilema antara orang tua dan sebuah impian.
Havana
686      321     2     
Romance
Christine Reine hidup bersama Ayah kandung dan Ibu tirinya di New York. Hari-hari yang dilalui gadis itu sangat sulit. Dia merasa hidupnya tidak berguna. Sampai suatu ketika ia menyelinap kamar kakaknya dan menemukan foto kota Havana. Chris ingin tinggal di sana. New York dan Indonesia mengecewakan dirinya.
PENYESALAN YANG DATANG TERLAMBAT
716      431     7     
Short Story
Penyesalan selalu datang di akhir, kalau diawal namanya pendaftaran.
void within the pink
231      193     1     
Inspirational
just some random thought
Alex : He's Mine
2121      750     6     
Romance
Kisah pemuda tampan, cerdas, goodboy, disiplin bertemu dengan adik kelas, tepatnya siswi baru yang pecicilan, manja, pemaksa, cerdas, dan cantik.