Sekarang gue lagi siap-siap nih. Buat hadir keacara tasyakuran dirumahnya pak kyai. Kebetulan gue dan lilis diundang untuk datang kerumahnya sore ini. Bukan cuma gue sih, tapi semua warga turut diundang. Katanya sih anaknya baru pulang dari kairo setelah menyelesaiakan study S-2 nya disana. Gue jadi penasaran deh sama anaknya pak kyai?, seperti apa ya orangnya?. Pasti orangnya perfect bangett deh!.
Saat gue lagi menerawang keatas entah membayangkan bagaimana wajah anaknya pak kyai. Tanpa izin, tanpa permisi!, bayangan wajah laki-laki peramal hati melintas diotak gue. Membuat gue cepet-cepet mengeleng-gelengkan kepala berusaha mengusir bayangan itu.
Tapi, percuma. Bayangan dia selalu berputar seperti rekaman kaset rusak diotak gue. Apa lagi bayangan dia saat tersenyum dikebun teh dan yang terakhir saat dimasjid, Terekam jelas diingatan gue. Membuat gue memukul kepala beberapakali supaya bayangan itu enyah dalam pikiran gue!.
"Mbak, udah siap?"lilis menepuk bahu gue. Membuat gue kembali kealam sadar.
"E-eh...udah kok"gue menatap lilis yang terlihat menatap gue sambil mesam-mesem.
"Ciee, yang lagi ngelamun" goda lilis kegue.
"Siapa yang ngelamun coba?" bantah gue. Gila aja!, masa gue ketauan sama lilis lagi ngelamun. Apalagi ngelamuninnya laki-laki itu!. Ntar gue diledekin lagi!.
Tapi, gue gak bisa bohong. Kalau laki-laki itu Mm.... Memang sangattt tampan dan manis. Mimpi apa gue, sebelum dateng kemari?. Setelah disakiti oleh Dimas, eh malah dateng lagi sosok laki-laki yang mengguncang hati gue.
Ya allah kuatkan hati killa, supaya tak tergoda dengan rayuan syaiton, Aamiin...
"Pasti, lamunin cowok yang semalam ya? mbak?" tanyanya yang mulai menoel-noel lengan gue.
"Ish...apaan sih lis!, gue gak lagi ngelamun!. Apalagi ngelamunin tuh cowok." gue udah pasang wajah bete gara-gara diledekin sama lilis.
"Iya, iya gak ngelamun. Tapi mikirin" ujar lilis langsung lari ninggalin gue, cari aman dia. Sebelum emosi gue memuncak keluar dari raga.
"LILIS!!" teriak gue. Terdengar tawa renyah lilis disana. Membuat muka gue semakin merah menahan marah.
***
Author pov.
Disebuah rumah minimalis, terlihat ramai dihadiri banyak tamu yang memenuhi ruang tengah. Setelah berdoa bersama, saatnya mereka kini menikmati hidangan kecil-kecilan yang disediakan oleh tuan rumah.
Setelah berdoa, lilis langsung menarik killa kebelakang untuk membantu umi fatma, Istrinya pak kyai. Untuk menghidangkan makanan kepara tamu didepan.
"Terimakasih nak lilis, mau membantu umi menyiapkan ini. Dan terimakasih juga buat nak?"
Umi menatap killa yang tengah berdiri disebelah lilis. Killa yang mengerti ucapan umi langsung mengenalkan diri.
"Killa, umi" killa tersenyum ramah kearah umi fatma.
"Ouh, nak killa. Terimakasih banyak ya atas bantuannya." killa menanggapinya dengan senyuman.
"Nak killa orang baru ya disini?"tambah umi fatma, killa mengangguk
"Iya, killa baru disini. Umi"
Setelah para tamu undur diri, killa dan lilis langsung membantu umi mencuci piring kotor. Karena asyik membantu umi fatma, membuat killa lupa dengan tujuannya, untuk melihat seperti apakah anaknya pak kyai itu. Tapi, setidaknya dia sudah mengetahui nama anaknya pak kyai dari para tetangga yang selalu memuji-muji kepandaian dan kesholehannya.
"Muhammad Azzam Syafiqi. Nama yang indah" gumam killa tanpa sadar. Sedetik kemudian Killa langsung tersadar dengan apa yang keluar dari mulutnya. Dia langsung melirik lilis yang tak jauh disebelahnya. Yang tengah sibuk mengelap piring. Untung saja lilis tak mendengarnya.
"Mbak, aku kedepan ya. Mau ambil sisah piring kotor" ujar lilis yang diangguki killa.
Killa masih fokus dengan sabun dan piring ditangannya. Sampe-sampe dirinya tak mengetahui kalau ada seseorang yang sedari tadi memandanginya dari balik pintu. Tersadar kalau perbuatannya itu salah, orang itu langsung mungucapkan istigfar beberapa kali sebelum pergi dari sana.
"Ini, salah!. Kenapa aku selalu memandangi perempuan itu yang jelas-jelas bukan makhrom ku. Astagfirullah.....ampuni hamba ya Allah tidak bisa menjaga mata ini."batin Azzam.
Saat baru beberapa langkah meninggalkan tempat itu. Dia berpapasan dengan uminya."tolong umi ya, bawain ini kedapur"ucap umi langsung memindahkan tumpukan piring kotor ketangan anaknya itu, Tanpa meminta pendapatnya terlebih dahulu.
Sekarang hatinya semakin berdebar, saat uminya menyuruh dia untuk menaruh piring kotor itu didapur, lebih tepatnya ditempat pencuci piring. Yang membuat hatinya bereaksi bukan karena hal lain melainkan, karena sosok gadis yang tengah berdiri ditempat pencucian piring dengan posisi membelakanginya. Dengan berat hati, ia menghampiri gadis itu.
"Ini, piring kotornya mau ditaruh dimana?" tanyanya pada gadis itu.
"Taruh disini aaaj.."lagi-lagi killa dibuat terkejut oleh seseorang disebelahnya itu.
"L-lo,, kok ada disini? Dirumahnya pak kyai sih?"laki-laki itu tersenyum sambil mengaruk tengkuknya yang tidak gatal sesekali melirik kearah killa. Gak tau kenapa melihat wajah killa saat terkejut membuatnya terlihat menggemaskan. Seakan tau tatapan killa penuh dengan tanda tannya, akhirnya dia memperkenalkan dirinya.
"Nama saya Muhammad Azzam Syafiqi. Anaknya pak kyai"