chapter 12: The Truth About His Death
silakan buka akun wattpad asta12di saya
Chapter 13: Hide and Seek
"Sialan!"
Kami bertiga mengumpat bersamaan. Siapa lagi kalau bukan aku bersama si kembar Cherlone—Chester dan Cheryl.
"Kalian yang sialan," balas Chloe tersulut emosinya. "Chelsea, ayo kita lacak di mana mereka berada di rumah kita ini."
"Ya, kau benar. Inilah saat-saat yang sangat kita nantikan selama ini," respons Chelsea sambil meremas-remas kedua telapak tangan.
Aku jadi mencemaskan Chester dan Cheryl. Mereka sungguh berada dalam bahaya besar. Chloe dan Chelsea bisa menyerahkan keduanya pada pihak yang berwajib dengan alasan masuk ke rumah orang tanpa izin serta alasan jelas. Kalau sudah begitu, sebagai sistem komputer rumah, diriku juga bisa terseret.
"Chloe, Chelsea, apa yang akan kalian lakukan terhadap mereka?" tanyaku menuntut penjelasan.
"Aku tanya balik padamu, Stevan. Coba kau tebak, apa yang kami lakukan?" Chloe malah melemparkan balik pertanyaanku.
"Aku tidak tahu. Aku bukanlah tipe pendendam seperti kalian," jawabku lugas, cepat, dan sekaligus berterus terang.
"Jadi kau tidak marah pada aku yang sudah membunuhmu?" mendadak Chloe menanyakan hal sensitif bagiku ini.
"Dari mana kau tahu kalau aku sudah mengetahuinya?"
Sebagai jawabannya, Chloe dan Chelsea menertawaiku berbarengan. Tawa jahat yang mengingatkanku akan omongan Chloe di rekaman buatannya sendiri yang kusaksikan sekian menit yang lalu.
"Apakah aku harus mendendam pada seorang perempuan yang jadi pacarku?"
Chelsea tampak shock mendengar balasanku atas pertanyaan kakaknya. Si kakak sendiri terlihat bisa mengantisipasi pertanyaanku tadi. Sementara di ruang bawah tanah, Chester dan Cheryl sibuk mencari-cari jalan keluar atau tempat persembunyian yang paling aman.
"Memang sialan benar kau, Stevan. Belum sempat kukenal betul pacarku ini, aku sudah menjadikan dirimu sebagai sistem komputer rumah kami," perkataan teramat tajam itu meluncur dari mulut Chloe sebagai penyesalan atas keputusan yang sudah diperbuatnya terhadap diriku selama ini.
"Sekarang kau jadi menyesal telah membunuh diriku dan menjadikan pacarmu ini begini?" tantangku balik.
Mulut Chloe baru akan menjawab, namun adiknya sudah menepuk pundak sang kakak sambil mengingatkan, "Untuk apa kau ladeni dia? Stevan pasti sudah bersekongkol dengan si kembar dari keluarga mentereng itu."
"Kau benar juga, Chelsea. Aku jadi terpancing oleh siasat mereka," sahut Chloe yang spontan tersadar dari emosinya.
"Sekarang waktumu untuk diam, Stevan. Kalau kau bicara lagi, kakakku tak akan segan-segan melenyapkan kehadiranmu untuk selamanya," ancam Chelsea serius padaku. Sialan, sekarang dia sejahat kakak kembarnya.
"Untuk menemukan mereka, kita harus cerdik, Chelsea. Kita telah membuat rekaman visual yang kita pikir akan terbuka secara otomatis setelah kita mati. Prediksi kita—pada saat itulah, seandainya Chester dan Cheryl beruntung masih hidup, setidaknya mereka pasti sudah berumur lebih dari tiga puluh tahun. Artinya, hal ini mengindikasikan dua akibat logis.
"Pertama—untuk saat ini, selain gerak-gerik fisik yang masih selincah kita berdua, kecerdasan mereka juga selevel dengan kita. Kedua—sudah kukunci kedua rekaman kita tersebut dengan sistem teknologi tercanggih. Tentu saja yang menjadi pertanyaannya adalah bagaimana semuanya bisa terbuka dengan sendirinya?"
"Apakah ada yang ketiga?" Chelsea menyela dengan pertanyaan.
"Tentu saja ada—fungsinya untuk melacak keberadaan mereka sekarang. Apa ya yang ingin kau katakan?"
"Ingin kujawab pertanyaan yang telah mengganggu pikiran kita sedari tadi. Jelas poinnya adalah Christevan tidak punya kemampuan untuk membuka rekaman visual tersebut. Namun secara fakta, kita sudah kecolongan—dengan tanpa sengaja, sistem Christevan secara otomatis membuka kunci terketat yang kau buat. Itu menunjukkan kalau ada kemungkinan lain di luar kemampuan kita yang tak terpikir oleh kita berdua—bukan hanya dirimu sendiri saja," jawab Chelsea panjang lebar.
"Kemungkinan paling besarnya adalah Chester dan Cheryl punya bakat indigo, seperti kita berdua," sahut Chloe lagi. "Aku jadi tahu kronologisnya. Pembunuhan Brandon Cherlone tiga bulan lalu menyeret mereka berdua kembali ke keluarga asal. Salah satu intrik dalam keluarga itu pastilah menyeret peran Mama Lynn. Mendorong keduanya untuk tiba di rumah ini."
"Dan pasti itulah efek dari perbuatan Papa Landon," sambung Chelsea dengan penuh percaya diri. "Setelah meninggalkan Mama Lynn tanpa kabar yang jelas, dia kembali ke keluarga inti Cherlone. Bersekutu dengan perempuan kembaran Brandon yang bernama Brenda, lalu keduanya merancang mahakarya pembunuhan berencana yang super jenius tersebut. Dengan kata lain, kepergian Papa Landon sewaktu kita masih kecil itulah yang secara tidak langsung membuka 'bukti' dua pembunuhan yang telah kau perbuat."
"Astaga! Aku tidak sampai berpikir ke situ," desah Chloe mengacak-acak rambut sendiri.
"Seharusnya momen pembunuhan Brandon Cherlone yang lalu menjadi alarm bagi kita untuk memperkuat keamanan penyimpanan dokumen penting itu. Kalau sudah begini, kita sendiri yang repot," keluh Chelsea.
"Kenapa harus repot? Kita tinggal melakukan pembunuhan terhadap si pasangan kembar Cherlone kok," balas Chloe dengan enteng. "Itulah pentingnya poin ketiga yang akan kukatakan sekarang."
"Bagaimana cara melacak keberadaan mereka kan?" Chelsea bisa menebak jalan pikiran kakaknya.
"Betul sekali. Cukup gampang kok. Dokumen yang pertama terbuka tentulah dariku—akhir rekamannya menunjukkan lokasi jenazah almarhumah Mama. Lalu punyamu yang membocorkan keberadaan mayat Stevan di tembok bata di bagian belakang rumah. Lihatlah, rumah tua kita ini cuma satu lantai, dan dari ruang tengah sini bisa terlihat jelas keadaan di seluruh penjuru mata angin, kecuali bagian depan yang terhalang sedikit tembok pemisah. Jadi kalau dipikir secara logika, di manakah Chester dan Cheryl sekarang?"
"Ruang bawah tanah!" seru pasangan kembar jahat ini berbarengan.
Oh tidak, Chester dan Cheryl! Kalian harus sudah menemukan tempat persembunyian teraman di dalam sana. Aku tidak akan rela kalau Cheryl sampai menyusul diriku menjadi korban kesekian di tangan Chloe Si Pembunuh.
Di manakah gerangan mereka berada?
Gara-gara terfokus pada Chloe dan Chelsea di ruangan tengah, sorotan kamera di ruang bawah tanah jadi luput dari perhatianku.
Dalam waktu singkat, dua perempuan kembar jahat ini sudah menginjakkan kaki mereka di sana. Pintu lemari besar pendingin yang menyimpan jenazah Mama Lynn masih terbuka. Anehnya, dengan keadaan begitu, sosok mama kandung Chester dan Cheryl ini tidak sampai terjulur keluar. Sungguh tidak kumengerti cara Chloe dan Chelsea membuat tubuh mama angkat mereka tetap bersandar tegak.
Aku ini—Christevan—cuma bisa melihat segalanya dari sudut pandang kamera saja.
Untuk sekian menit lamanya, kukira jantungku berdetak kencang. Aku sungguh mencemaskan keselamatan Chester dan Cheryl. Eh, baru kuingat lagi kalau aku sudah tidak punya jantung manusia. Selama sekian menit itulah, dengan usaha keras, Chloe dan Chelsea mengobrak-abrik ruangan bawah tanah. Tentunya setelah menutup lagi pintu lemari besar pendingin.
Akhirnya, sebuah suara keras mengagetkan memecahkan keheningan mencekam yang menyelimuti diriku. Terdengar sesuatu diseret, dan tampaklah di area sorotan kamera, Chelsea berhasil mendapatkan Chester.
"Aku tidak mau jadi pengecut!" suara teriakan Cheryl mewarnai ketegangan yang kian mencekam saja rasanya.
"Baiklah, sekarang kita bereskan saja semua urusan di antara kita berempat!" tantang Chloe lantang memenuhi ruangan bawah tanah.
Dua pasangan kembar itu seakan 'saling' berhadap-hadapan. Chester memang tampak 'lemah' dalam 'genggaman' Chloe, sedangkan Cheryl maju menghadapi Chelsea dengan berani dan penuh percaya diri.
Bulu kudukku berdiri—hal mengerikan apakah yang akan mereka perbuat?
Nantikan di akun wattpad asta12di saya;
chapter 14: Duo Twins Duel