Masih seperti hari-hari biasanya, keempat manusia itu berjalan dengan bersisian. Aura dari masing-masing mereka tidak mampu terelakkan. Koridor Wanareksa High School mendadak berubah seperti tempat yang paling menakutkan.
Sungguh, hal itu berlebihan.
Namun percayalah, keempat manusia yang sedang berjalan itu mampu menghipnotis banyak orang.
Rega Nicholando, cowok yang berjalan di bagian paling ujung kiri itu, selalu saja menampilkan wajah dinginnya. Bertingkah seperti tak ingin diganggu oleh siapa-siapa, padahal sangat banyak gadis yang ingin menyapanya di pagi hari seperti ini.
Di samping Rega, ada Ida Berliana. Gadis pemilik senyuman menawan, yang ramah pada siapa saja itu tengah mengomeli Nadyla. Sebab, sahabatnya yang satu itu sedang sibuk mengunyah permen karet.
Orang waras mana yang menikmati permen karet sepagi ini?
Nadyla hanya melotot pada setiap ocehan Ida. Nadyla Fionica, feminin sekali bukan namanya? Gadis itu paling malas membalas perkataan Ida jika Ida tengah memarahinya.
Berbeda jika yang mengomelinya adalah Kaisal Lucero, Nadyla tidak akan tinggal diam.
Kaisal yang berjalan di paling ujung sebelah kanan itu menaruh lengannya pada bahu kiri Nadyla sambil tertawa tak jelas saat mendengar omelan demi omelan yang keluar dari bibir tipis Ida. Dia beberapa kali ikut berpihak pada Ida, membuat Nadyla juga beberapa kali meninju perut cowok itu.
Pemandangan seperti ini dari empat sahabat itu akan selalu ampuh membuat orang yang melihatnya iri.
Dari dulu ... dulu sekali, dolphins selalu menjadi pemandangan yang dikagumi. Ketulusan persahabatan mereka membuat beberapa orang ingin ikut menjadi bagian.
"Noh! Kebiasaan kalau masuk kelas nggak pake permisi!" Kaisal berteriak, tepat di depan kelas milik Rega. Bukan tanpa alasan Kaisal berlaku demikian. Cowok itu kesal, sebab Rega tak pernah berubah. Sudah seratus kali Kaisal katakan pada Rega untuk membuka mulutnya ketika hendak berpisah di pagi hari, tapi tetap saja Rega seperti mayat berjalan. Berbelok untuk masuk pada kelas miliknya tanpa berkata-kata pada sahabatnya yang lain, benar-benar tidak patut, bukan?
"Mentang-mentang dari dulu masuk kelas unggulan, jadinya sombong lo!" Kaisal masih berteriak, tidak peduli pada penghuni kelas star class yang akan terganggu pada suaranya. Rega yang sudah tenggelam di dalam kelasnya pun hanya mengangkat bahu. Diam-diam perutnya tergelitik.
Ida memukul belakang kepala Kaisal. Membuat cowok itu meringis pelan dan melotot.
"Lo kalau sama kita-kita, malu-maluin tahu, nggak?" tanya Ida, kembali bertingkah menggemaskan, membuat Nadyla yang melihatnya itu tampak berpura-pura ingin muntah.
"Lo juga, Nad! Jadi cewek dikit bisa nggak, sih?" sambung Ida, membuat Nadyla menggeleng pasti.
"Ogah!" Nadyla menahan teriakannya.
Melihat kedua sahabatnya itu, Kaisal tertawa.
"Gue aja nggak yakin Nadyla pernah suka sama cowok, lagi naksir sama cowok, atau bakalan suka sama cowok, Da. Gue rasa, yang cewek di antara kita, tuh, cuma lo." Kaisal menunjuk Ida.
Nadyla yang sudah duduk di tempatnya hanya mengangkat alis kirinya tinggi.
"Gini-gini gue banyak yang naksir!" ucap Nadyla percaya diri.
Mendengar itu, Ida langsung mengelus kedua lengannya, pura-pura merinding. Berbeda dengan Kaisal yang lagi-lagi tertawa.
Sekelas dengan Ida dan Nadyla, sungguh membuat Kaisal bersyukur. Selain dapat hiburan setiap saat, dia juga tetap bisa menjadi pelindung untuk kedua sahabat cerewetnya itu. Mengingat Rega berada di kelas berbeda. Namun, tak masalah, Kaisal juga bisa diandalkan.
0oOo0
Sore tiba, Kaisal bukannya merasa lebih segar setelah meneguk minuman dinginnya. Cowok tinggi itu justru gerah sebab ponsel Rega tak berhentinya berdering.
"Matiin hp lo atau gue giring lo keluar dari rumah ini?" Pertanyaan penuh ancaman dari Kaisal tersebut, tidak membuat Rega bergerak.
Justru, Nadyla yang tersedak, sedangkan Ida tertawa.
Rega? Cowok itu hanya menatap Kaisal dengan tatapan meledek.
"Siapa, sih, yang hubungin lo sampai segitunya, Ga?" tanya Ida setelah puas tertawa.
Nadyla mengangguk. "Kayak manusia paling penting banget lo," kata Nadyla, tertuju pada Rega.
Kaisal yang duduk di karpet berbulu kamar miliknya hanya menjadi pengamat.
"Aurelia."
Satu nama yang disebutkan oleh Rega membuat tiga sahabatnya memberikan reaksi yang berbeda-beda.
Ida yang awalnya bermain ponsel, kini menatap Rega dengan tatapan yang sulit Rega artikan.
Nadyla yang semula menikmati cemilan dari kulkas Kaisal, kini menatap cemilan itu dengan tatapan aneh.
Lalu Kaisal? Cowok itu berjalan ke arah Rega dan menggapai ponsel sahabatnya. Kaisal baru ingin menjawab panggilan Aurelia, tapi tak jadi sebab panggilan itu lebih dulu mati.
"Sekali lagi cewek itu hubungin lo, biar gue yang jawab!" kata Kaisal, membuat Rega menggeleng.
"Makin panjang urusannya, Kai!”
“Terus kenapa lo nggak hadapin aja? Kenapa terus-terusan ngehindar? Justru makin panjang masalahnya, Ga."
"Gue nggak suka sama dia. Karena gue nggak suka, makanya ngangkat telepon dari dia aja ogah!" Ucapan panjang Rega dihadiahi jempol oleh Nadyla.
"Angkat, Ga. Hadapin. Terus, jelasin baik-baik sama cewek itu. Tapi, jangan dengan kata-kata menyakitkan, ya. Gue nggak suka."
Semua mata tertuju pada Ida.
Memang, Ida selalu menjadi yang paling dewasa di antara mereka. Tak salah jika mantan gadis itu masih selalu mencari kesempatan untuk bersama Ida kembali.
Ponsel Rega yang berada di tangan Kaisal kembali berbunyi. Rega pun menatap ponsel itu, lalu menatap Kaisal. Kaisal menyodorkan benda di tangannya, tak langsung diambil oleh Rega sebab Rega beralih menatap Ida lagi.
"Angkat," kata Ida lembut, menatap tepat bola mata Rega.
Rega mengangguk pelan, menggapai ponselnya, lalu menjawab dan menempelkannya pada telinga.
Kaisal sudah duga, jika Ida yang meminta maka tak butuh waktu lama untuk Rega mengabulkannya.
"Ya?" ucap Rega pada ponselnya.
"..."
"Gue lagi ngumpul sama sahabat-sahabat gue."
"..."
"Nggak bisa."
"..."
"Lain kali aja."
"..."
"Ancaman macam apa, nih?"
Rega terdiam cukup lama. Dia menatap sahabatnya satu persatu dengan tatapan aneh, tapi Kaisal tahu ada rasa takut di dalam bola mata sahabatnya itu. Apa yang dikatakan Aurelia hingga untuk pertama kalinya tatapan dingin Rega berubah menjadi tatapan takut?
"Oy!"
Tiba-tiba Nadyla sudah duduk di samping Rega dan memajukan bibirnya tepat pada ponsel yang berada di telinga Rega. "Lo ngancem sahabat gue, hah?!"
Dalam keadaan begini, Kaisal tak kuasa jika tidak tertawa karena melihat tingkah Nadyla.
Ida justru terlihat panik. Entah karena apa. Cewek itu segera berdiri dan menarik Nadyla, kemudian berbisik, "Bukan waktunya bercanda, Nad."
"Gue lagi nggak bercanda!"
"Diam dulu!" Wajah Ida panas. Sekali lagi entah karena apa. Cewek itu membawa Nadyla agar sahabatnya itu duduk di samping Kaisal.
Saat Nadyla sukses mendaratkan bokong di samping Kaisal, di situlah Kaisal kembali tertawa dan mengacak rambut Nadyla karena gemas. Nadyla tentu saja melotot.
"Nggak takut gue. Siapa lo bisa ngancam gue? Vito lagi yang lo andalin?"
Di akhir kalimatnya, Rega tertawa. Kemudian, dia memutuskan sambungan telepon.
"Gue udah bilang jangan kasar-kasar ngomongnya." Ida langsung mengomel lagi ketika Rega memasukkan ponsel pada saku celananya.
"Jangan dengerin si Ida, Ga. Setuju gue kalau lo kasar sama si manja Aurelia."
Lalu Ida melihat Rega dan Nadyla melalukan tos jauh.
Ida rasanya ingin meninju sesuatu.
Ida tidak habis pikir, mengapa hati Rega sekeras itu? Setan apa yang merasuki Rega sampai menolak Aurelia, gadis yang hampir sempurna itu hingga dua tahun lamanya?
Tak salah jika Ida bingung pada sahabatnya itu. Sebab, Rega bahkan bingung pada dirinya sendiri.
0oOo0