•REWIND•
©Elsy Jessy
Saat aku baru sampai kelas, Melda sudah menodongkan pertanyaan. "Kemaren lo cabut kemana?"
"Gue nonton konser," jawabku riang.
"Sama kakak kelas yang waktu itu pulang bareng lo, ya?" selidik Melda.
Aku baru tahu ternyata saat aku pulang dengan Krucul, Melda mengetahuinya.
"Lo tahu kalo gue pernah pulang bareng kakak kelas?"
"Iya, waktu pulang lebih awal karena rapat sekolah. Sebenernya sih gue mau lo cerita sendiri. Tapi lo nggak cerita-cerita juga."
Aku hanya meringis. "Sorry, deh."
"Kemaren nyokap lo jemput. Untung aja gue udah sms Dina duluan. Jadi dia yang kasih alasan. Gue sih iya-in aja."
"Thanks ya, Mel."
Tiba-tiba Riska datang. "Mel, pinjem buku catatan Sejarah lo, dong."
Melda menyipitkan matanya. "Emang di kelas lo nggak ada yang nyatet Sejarah?"
Riska cengengesan. "Banyak, sih. Tapi nggak selengkap punya lo. Jadi please pinjemin gue catatannya." Riska memohon dengan gaya lebay.
Tanpa banyak bicara, Melda mengambil buku catatan Sejarahnya di dalam tas lalu menyerahkan pada Riska.
"Thankyou Imelda Putri yang baik hati," kata Riska hiperbolis.
Aku hanya tertawa renyah melihat tingkah pola Riska.
"Eh, gue mau cerita, nih. Hari Rabu kemarin gue ketemu cowok keren banget di toko kaset, kayaknya dia jodoh gue, deh," sambung Riska.
Aku dan Melda saling melempar pandang.
"Kenapa? Kalian nggak percaya?"
"Bukan gitu. Tapi semua cowok cakep lo bilang jodoh lo," celetukku.
"Nggak, Ta. Ini beda. Dia tuh tipe gue banget."
"Terus lo ajak kenalan?" Melda menanggapi.
Riska memanyunkan bibirnya. "Nggak, sih. Pas gue mau ajak kenalan dia udah pergi."
"Itu berarti bukan jodoh lo," ledek Melda.
Riska hanya mengembuskan nafas kasar. Dan bunyi bel tanda masuk membuatnya keluar dari kelasku.
***
Aku terbangun, kemudian melirik jam yang ada di nakas samping tempat tidur. Jarum jam menunjuk angka dua. Rasa lapar di tengah malam menuntunku ke arah dapur untuk mencari makanan. Aku membuka lemari es dan mengambil sebuah apel. Kemudian menuangkan air putih dingin ke dalam gelas. Kerongkonganku rasanya kering. Meneguk beberapakali lalu mengisinya lagi sampai penuh dan membawa ke kamar.
Sambil menikmati apel, aku duduk di pinggir ranjang. Tiba-tiba aku mendengar dering ponsel. Aku bergerak mengambilnya di atas meja belajar karena sedang di-charge. Siapa yang menelepon malam-malam begini? Terlihat nama Krucul yang tertera di layar ponsel.
"Hallo?" sapaku.
"Hallo, Cil."
"Tumben telepon malem-malem."
"Sorry, Cil. Gue ganggu, ya."
"Nggak, kok. Gue udah kebangun dari tadi. Kenapa?"
"Nggak ada apa-apa, sih. Gue cuma mau ngabisin bonus free talk." Terdengar suara tawanya di seberang sana. "Mubazir kalo nggak dipake," imbuhnya.
"Oh, lo nggak ngantuk?" tanyaku.
"Nggak. Cil, gue baru beli album Maroon 5. Lo mau denger nggak?"
"Boleh."
Lalu terdengar suara merdu Adam Levine yang sedang mendendangkan lagu 'Makes Me Wonder'.
Kami mengobrol ngalor ngidul sampai akhirnya aku hanya mendengar embusan nafasnya dari seberang sana. Rasa kantuk tak tertahan lagi. Aku pun menyusulnya terlelap.
Aku terbangun karena suara ketukan keras pintu kamar dan teriakan heboh Dina.
"Dita! Bangun!" teriaknya.
"Ta, lo nggak masuk sekolah?"
"Ta, gue sama ayah berangkat duluan, ya."
Padanganku beralih pada jam dengan jarum panjang menunjuk angka delapan dan jarum pendek berada diantara angka enam dan tujuh. Gawat! Aku kesiangan. Buru-buru aku menuju kamar mandi.
Setelah berkemas aku segera berangkat. Mengambil sepotong roti dan meneguk susu cokelat yang sudah disiapkan mami sambil berlari keluar rumah. Entah omelan mami tak kuperhatikan yang jelas suaranya terus kudengar sampai ke pintu gerbang.
Aku berlari ke depan kompleks, mencari ojek. Kulirik jam tangan, lima menit lagi bel sekolah berbunyi. Untungnya ada tukang ojek yang kebetulan sedang mangkal.
Sampai di sekolah, tentu saja gerbang sudah ditutup. Ini sudah jam tujuh lebih sepuluh menit. Aku berjalan gontai menuju pos satpam.
"Pak, tolong bukain gerbangnya, dong." Aku memasang tampang memelas pada Pak Suwignyo, salah satu satpam sekolah yang sedang berjaga.
"Iya, Neng. Bentar, ya."
Ternyata tak sesulit itu merayu satpam untuk masuk. Kupikir akan ada drama atau adu argumen. Sampai akhirnya aku kira pak Suwignyo yang memersilakan masuk, tapi ternyata Bu Sandra yang membukakan.
"Namamu siapa dan kelas berapa?" tanya guru BK itu.
"Anindita Hermawan kelas sepuluh lima, Bu," jawabku lirih.
"Masih kelas sepuluh sudah berani terlambat masuk sekolah," nyinyirnya sambil mencatatkan namaku di buku khusus.
"Tolong jangan ulangi lagi. Ini poin keburukanmu sudah satu, kalo sampai ketiga kalinya saya akan panggil orang tuamu ke sekolah," sambung Bu Sandra lagi.
Aku hanya mengangguk patuh sekaligus takut. Bu Sandra memamng terkenal tegas dan tak pandang bulu. "Iya, maaf, Bu. Tadi saya bangun kesiangan."
"Saya nggak terima alasan apapun. Sekarang kamu ikut saya."
Aku langsung mengekori bu Sandra. Hingga bu Sandra membawaku ke kebun belakang sekolah. Terlihat ada beberapa siswa juga di sana.
"Tolong bersihkan taman ini dan buang sampah-sampah yang ada di sini sampai jam pertama berakhir. Bel jam pertama selesai silakan boleh ke kelas masing-masing."
Siswa-siswa yang berada di sana serentak menjawab, "Iya, Bu."
Bu Sandra meninggalkan aku dan para murid yang juga terlambat. Kemudian aku mulai mencabuti rumput liar yang tumbuh di sekitar taman.
"Cil ..."
Terdengar suara yang familiar. Aku menengok ke arah sumber suara. Ternyata ada Krucul duduk dibalik pohon. melihatnya senyumku mengembang. Ah, dia terlambat juga rupanya. Syukurlah ada orang yang kukenal ikut dihukum. Paling tidak ada yang bisa kuajak berbicara.
Dia mendekatiku. "Lo telat juga?"
Aku meringis. "Iya."
"Sorry, ya. Gara-gara gue lo jadi telat."
"Nggak apa-apa kok. Santai aja."
Kami akhirnya mengobrol sambil mencabuti rumput-rumput. Sehingga jam pelajaran pertama tak terasa cepat sekali berlalu. Padahal aku masih ingin bersama dengannya. Kalau ada Krucul rasanya dihukum beberapa lama pun tak masalah bagiku.
_____________Bersambung_____________