"Apa?" Redia melotot kesal, mengunyah permen karetnya, gadis berpakaian urakan itu mendengus melirik satu orang lagi diseret masuk secara paksa ke ke kelas. Semua penghuni di kelas menghening setelah semuanya telah terkumpul 15 orang. Jarang-jarang mereka bisa penuh seperti hari ini. Biasanya juga pergi nongkrong atau tidak pergi ke sekolah.
Ada yang aneh dari biasanya, seluruh murid XII IPS E dipaksa masuk seluruhnya, bahkan yang masih mengenakan piyama dijemput langsung osis diseret menuju sekolah dengan muka bantal tanpa ganti seragam. Wajah Renata merah membara, gadis berambut gelombang itu menendang kaki meja kesal. Rion yang masih pakai baju tidur bergambar Doraemon mengeram dalam diam belum lagi ia tak sempat pakai kacamatanya sudah ditarik saja ke sini.
Salah satu manusia tidak peduli di kelas ini Riel, masih sibuk memandang Simi bergumam kecil mengenai naskah cerita yang ia kebut semalaman, mengeluh mengantuk berat.
"Bagus kalian sudah berkumpul semuanya." Suara berat kepala sekolah berkumis di depan berhasil membuat seluruh siswa kelas XII IPS E memutar bola mata malas, pasalnya mereka bosan diceramahi kepala sekolah mulai dari upacara, pidato bahkan sampai khotbah ke kelas begini.
Memang apa salahnya sih berada di kelas terburuk? Toh, mereka tidak akan mati juga di sana. Bayang-bayang wajah absurd dari kaca jendela sedikit mengangu dengan mata penasaran tingkat dewa. Osis-osis bergerak menutup seluruh jendela dengan tirai. Lagi-lagi dengan serempak penghuni XII IPS E mendengus bersamaan. Kenapa juga hari ini mereka dilakukan sebagai tersangka kejahatan begini?
"Saya tak habis pikir dengan tingkah kalian, di mana kalian sembunyikan Pak Jamal?"
"Kami tidak menyembunyikan," celetuk ketua kelas kesal.
"Baiklah, di mana kalian menyekap pak Jamal?"
"Kami tidak menculik siapapun di sini pak kepala sekolah." Anie menekan kalimat terakhirnya keras-keras.
"Masih mengelak?"
Semua bungkam, tahu jikapun bersuara masalah tidak akan selesai. Tahu jika pun berbicara kepala sekolah akan selalu dianggap benar. Lama-lama bosan juga mendapat tuduhan kejam sepanjang menginjak kelas tiga SMA ini, muak juga dimaki-maki atau dipandang aneh orang-orang.
"Saya tidak mau tahu, saya mendapat kabar bahwa pak Jamal menghilang dari keluarganya. Dan kalian menjadi kandidat kuat dalam menghilangkan satu orang."
"Tapi-" Belum sempat Redia menyelesaikan kalimatnya kepala sekolah telah lebih dulu memotongnya.
"Jika satu orang saja bisa kalian bunuh tentu pak Jamal bukanlah apa-apa untuk kalian. Benar?"
"Kami tidak tahu pak Jamal di mana dan itu bukan urusan kami!" seru Azka tegas penuh ancaman.
"Oh, tentu saja begitu. Kalian tidak pernah mengaku, tidak ada maling yang mau mengaku maling. Tentu saja begitu." Pria tua memiliki uban di kumis serta rambut tersebut terkekeh pelan.
"Sungguhkah begitu ketua kelas? Ingat, tentang Siska? Anak perempuan yang ditemukan tewas di dalam lokernya?"
Seisi ruangan saling pandang, nuansa suram kelas itu seakan menguar kembali kali ini lebih pekat.
"Pembunuhnya Kenta bukan? Teman kalian? Ketua kelas kalian sebelumnya? Benar? Saya tahu kalian juga membantu Kenta membunuhnya bukan?"
"Anda ini ngomong apa sih? Di telinga saya jadi terkesan ngawur sekali," celetuk Riel mulai gemas sendirian.
"Saya bisa saja melaporkan bapak kasus pencemaran nama baik." Sahut Simi.
"Oh, begitu? Memang kalian punya bukti?"
"Memangnya bapak punya bukti kalau kami membantu Kenta membunuh?" ketus Redia tajam.
Kepala sekolah mengenyitkan kening, bertepuk tangan kencang, ia berdiri menendang meja guru di depan. Mengeplaknya keras sekali.
"Dengar anak-anak, jika pak Jamal tidak kalian temukan. Saya pastikan seluruh siswa-siswi XII IPS E akan saya keluarkan."
"Keluarkan saja." Tantang Angkasa cowok paling ujung kelas.
"Saya pastikan kalian semua tidak akan pernah bisa diterima di sekolah manapun!" teriaknya.
"Dan saya tidak mau tahu! Kalian harus cari tahu pembunuh berantai itu berada."
Satu lagi beban yang perlu mereka pikul.
***TBC***
P.s: Cerita ini ditulis untuk ulang tahun saya^^ waktu updatenya tidak bisa saya tentukan. Terima kasih telah mau mampir.