-----
'Informasi terbaru pada minggu ini,... Telah ditemukan mayat yang diduga korban pembunuhan berantai yang baru-baru ini diperbincangkan.'
'Kesamaan yang ditemukan pada para korban adalah sayatan bersih pada leher korban, diduga barang kejahatan yang digunakan adalah pisau kecil. Ditambah dengan korban yang lalu, sudah berjumlah kurang lebih 7 orang korban yang ditemukan oleh pihak kepolisian.'
'Sampai saat ini pihak pemerintah setempat bekerja sama dengan pihak kepolisian untuk segera menuntaskan keresahan di sekitar masyarakat...'
'Pihak pemerintah juga menyarankan untuk berhati-hati saat berada di luar, terutama pada malam hari dan saat kondisi sendirian. Sampai saat ini, pihak kepolisian masih melanjutkan investigasi dan berusaha mencari beberapa petunjuk...'
Gadis berambut emas itu dengan seksama mendengarkan berita pada radio yang berada tak jauh dari tempatnya duduk sembari sarapan pagi dengan penuh ketenangan.
Ia mendengarkan sampai habis dan tak bisa tak menghela nafas, "Terjadi lagi? Itu pasti seseorang yang mengalami gangguan mental..." Namun nadanya sama sekali tak terdengar kasihan, lebih seperti biasa saja atau bahkan tak tertarik. Ia kemudian melanjutkan, "Uhm, bagaimana yah, jika aku bertemu dengan pembunuhnya? Itu... Pasti menarik."
Tiba-tiba, ada suara yang menyahut perkatannya, itu berasal dari ponsel yang tergeletak di depannya.
'Jangan berkata yang tidak-tidak. Yang ada, kau yang memiliki gangguan mental. Mana ada orang normal yang ingin bertemu dengan seorang pembunuh.'
Walau jika diperhatikan ia lebih terlihat berbicara pada dirinya sendiri.
Gadis itu dengan santai menjawab, ".. Benar juga, tapi aku masih di alam kewajaran, tante.."
Suara di ponsel tersebut kembali terdengar, 'Benar, bagaimana kehidupan sekolahmu?'
"Seperti biasa. Lagipula, ini sudah tahun akhir SMA-ku. Tak ada yang spesial, kecuali keinginan untuk segera lulus..."
'Sungguh? Kupikir para gadis yang lain akan merindukan masa-masa sekolah mereka...'
"... Kenangan pasti ada, tapi tidak berarti aku harus seperti gadis lain yang terhanyut ke dalam kenangan. Aku sudah menentukan masa depan apa yang ingin kuraih." Jawab gadis itu dengan nada tenang.
'Kau ingin menjadi musisi, kan?'
"Mau bagaimana lagi?" Gadis itu menghela nafas tak berdaya. "Dari segi kesehatan ataupun sisi lainnya, aku tak bisa menjadi seorang polisi..."
Setelah itu ia memutuskan sambungan panggilannya dan beranjak berdiri sembari mengambil tas sekolah yang berada di samping tubuhnya.
-----
"Ria!!!" Panggil perempuan yang bertubuh kecil dan terlihat imut itu dengan suara lantang dan sedikit membuat telinga sakit bagi pendengarnya. "Akhirnya kau muncul! Kupikir kau tak akan masuk sekolah hari ini!" Nama gadis itu adalah Lusianna, sahabat dari tokoh utama kita, yang dikenal dengan nama Eilaria 'Russheel'.
Panggilan 'Russheel' karena rambutnya berwarna pirang keemasan.
Itu sebenarnya juga merupakan bagian dari namanya. Bukan karena tanpa alasan, keluarganya juga dikenal dengan rambut pirang keemasan. Warna rambut itu adalah sebagai tanda pengenal bahwa ia adalah orang-orang dari keluarga itu.
Tapi, hanya Eilaria yang memiliki nama 'Russheel'. Juga bukan karena perlakuan khusus. Kabarnya, itu dikarenakan Eilaria memiliki 'darah campuran'. Dan dikatakan oleh karena itu tak seharusnya ia memiliki rambut pirang keemasan karena 'darah campuran' itu.
Oke, balik ke cerita utama.
Eilaria yang melihat kawannya dari kejauhan, namun bisa mendengar suaranya sangat jelas, hanya tersenyum tipis terus berjalan mendekat tanpa ada niatan untuk membalas.
Hanya sampai ketika ia berada di dekat Lusianna, ia mulai berbicara, "Tidak ada alasan untuk tak hadir kelas kali ini."
Lusianna menggembungkan pipinya dengan kesal atas reaksi tenang dan damai yang diberikan oleh sahabatnya itu, "Ria..."
"Ya?"
"Aku ada permintaan."
"Katakan apa itu?"
"Bagaimana jika kau ikut kencan buta kali ini? Bersamaku?" Ajak Lusianna memberanikan diri mengungkapkan niatan sebenarnya.
Menaikkan sebelah alisnya, "Bukankah kau sudah memiliki pacar? Mahasiswa itu?"
"... Tentu saja! Kencan buta ini untuk jomblo menyendiri sepertimu!"
"..."
Jomblo menyendiri?
Apakah ia terlihat semenyedihkan itu?
Lusianna melanjutkan, "Dan lagi, pacarku akan membawa kawan-kawannya! Sebenarnya aku ikut juga karena ajakan dari tetanggaku yang kebetulan mahasiswi universitas lain yang memulai kencan buta dengan mahasiswa universitas pacarku! Karena mereka kekurangan orang, jadi aku bisa mengambilkan kesempatan ini untukmu! Dan kudengar, bahwa teman-teman pacarku sangat tampan! Jadi...walau... Mungkin saja kau sedikit kalah dalam hal kedewasaan dengan para mahasiswi itu, setidaknya... Setidaknya kecantikanmu....-"
"Kau terlalu cerewet, Lus.." Keluh Eilaria merasa lelah hanya dengan mendengarkan suara sahabatnya itu.
"Jadi, kau harus ikut, oke!?"
"... Kapan?"
"Hari ini! Sehabis pulang sekolah!!"
"... Aku mungkin akan sedikit terlambat..."
"Sudah dipastikan! Kau akan disana!" Ucapnya seenaknya memutuskan.
"..." Eilaria terdiam.
"Kita ketemuan di tempat yang sudah dijadwalkan! Kita hanya akan mengadakannya di cafe baru dibangun itu! Tak jauh dari sekolah, kok!"
"... Uh, baiklah... Tapi, jangan terlalu berharap akan hasilnya..."
"Tidak masalah! Kau cukup tersenyum dan duduk manis! Semua pandangan hanya akan tertuju padamu!"
"Sangat berlebihan..."
"Oke! Sampai jumpa kembali, Ria~! Aku sangat mencintaimu!!!!"
Keputusannya untuk menerima ajakan dari sahabatnya itu bukan hal yang buruk, kan?
Siapapun? Bisa menjawab keraguan yang sedang ia alami?
-----
Di tempat pertemuan...
Di suatu meja, ada sekumpulan mahasiswa dan mahasiswi yang sedang berbincang dengan bahagia. Dan kita tidak bisa melupakan seorang gadis yang berpakaian seragam SMA sendiri di tengah-tengah kumpulan itu.
Ia lain tidak lain adalah Lusianna.
Dan tentu saja, ia akan duduk berhadapan dengan kekasihnya.
Disana, sudah ada empat perempuan dan empat laki-laki. Dan mereka masing-masing dengan mudah mengakrabkan diri.
Perempuan di sebelah Lusianna, yang juga merupakan tetangganya, Anna, menyenggol lengannya, "Dimanakah teman yang kau maksud itu? Tidakkah kau berkata ia akan datang?" Tanyanya dengan rasa penasaran.
Pertanyaan itu juga didengar yang lainnya, membuat perhatian tertuju pada Lusianna.
Dengan santai menjawab, "Maafkan sahabatku, para kakak-kakak sekalian. Ia sudah mengatakan padaku bahwa ia akan terlambat. Ia memang selalu sibuk, jadi aku sebenarnya cukup terkejut ketika ia menerima ajakanku..." Sembari memasang senyum merekah, itu terlihat sangat imut, apalagi dipasangkan dengan seragam SMA itu.
Salah satu kawan dari kekasih Lusianna, mendecakkan lidahnya dengan iri, "Pantas saja kau jadi bucin karena gadismu sangat manis!" Namanya Fredeis, dengan penampilan santai dan kasual.
Kekasih Lusianna, Luke, tertawa bahagia, "Ia sangat imut, kan? Jangan mencoba merebutnya dariku~"
Sedangkan Lusianna yang sedaritadi mendengarkan, sekarang wajahnya memerah bak kepiting rebus.
Ia hanya menambah kesan imut pada dirinya.
Orang-orang menjadi gemas hanya dengan melihat ekspresinya itu.
Teman Anna, yang dipanggil Jessica, berbicara dengan nada menggoda pada Lusianna, "Lus sayang~, apa kau tahu seberapa imutnya dirimu sekarang? Aku jadi penasaran bagaimana penampilan teman gadismu itu... Sampai kau percaya diri untuk mengajaknya kemari.."
Sebenarnya, ini bukan kencan buta biasanya.
Rata-rata anggota partisipan merupakan orang yang terkenal di kampus mereka, bahkan merupakan primadona di kampus mereka.
Lusianna sendiri merupakan salah satu kecantikan di sekolahnya dan putri dari konglomerat.
Jadi, ia sama sekali tak tenggelam bahkan dengan kumpulan primadona atau idola di kampus.
Mendengar perkataan Jessica, Lusianna dengan semangat membela sahabatnya itu, "Ria sangat, sangat cantik! Aku saja iri dengan rambut emasnya, dan sikap dewasanya! Dia bahkan dari keluarga militer terpandang! Aku juga iri dengan kepintarannya... Ah, dia sangat sempurna!"
Merasa lucu karena melihat gadis itu marah hanya karena perkataan ringan, Jessica membalas, "Oh? Jika dia sangat sempurna seperti yang kau katakan, mengapa ia bisa ikut kencan buta? Kupikir akan banyak pria yang rela mengantri hanya untuk berdiri di sampingnya?"
Dengan cepat merespon, "Itu karena Ria tak terlalu tertarik dengan percintaan... Maka dari itu sebagai sahabatnya, aku akan membantunya mendapatkan cinta sejatinya!" Lalu ia melanjutkan, "Oh iya, kak Luke, temanmu juga ada yang belum hadir, kan?"
Luke dengan lembut menjawab, "Sebentar lagi ia akan disini. Aku pikir karena ia belum terbiasa dengan jalan di sekitar sini, jadi agak membutuhkan sedikit waktu.."
-----
Di sisi lain...
Melirik waktu pada ponselnya, Ria segera bergegas ketika ia ingat bahwa ia sudah terlambat pada waktu pertemuan yang telah ditentukan.
Masih dengan seragam sekolah serba hitamnya. Ia bergegas dan terlihat terburu-buru ke tempat yang dikatakan oleh Lusianna.
Dari sekolah, itu membutuhkan waktu sekitar 8-10 menit. Waktu menunjukkan bahwa lalu lintas sangat ramai.
Eilaria sengaja menggunakan jalan pintas untuk mempersingkat waktu, tapi di tengah perjalanan, ia menabrak seseorang dan membuat isi tasnya terjatuh.
Ia segera mengambil barang-barangnya dan orang yang bertabrakan dengan dirinya juga ikut membantu.
"Ah, maafkan aku." Sesal Eilaria.
"Tidak apa, aku yang seharusnya minta maaf." Itu adalah suara berat dan rendah dari seorang pria. "Aku tak memperhatikan sekitarku, jadi aku yang salah."
"Aku juga terburu-buru dan tak melihat jalan, jadi aku juga salah." Balas Eilaria merasa melakukan kesalahan juga.
Ia melihat pria tinggi dan tegap dihadapannya dengan seksama. Tinggi pria itu menjulang, ia hanya sepantaran dada pria itu. Dengan pakaian serba gelap, dengan wajah yang sangat tampan, hanya berdiri diam disana membuatnya terlihat seperti mahakarya seni.
Sang pria diam-diam juga memperhatikan gadis dihadapannya itu, lalu terkejut, "Itu adalah seragam dari SMA Royale?"
Mengangguk pelan, "Ya, ada apa dengan itu?"
"Tidak, aku hanya ingin meminta sedikit bantuan..." Ia terlihat ragu untuk mengatakan permintaannya.
Dengan sabar menunggu, "Katakan, kalau-kalau aku bisa membantu kesulitan yang sedang kau alami?"
"Apakah kau tahu dimana kafe Lizzabeths? Kafe yang baru saja dibuka di sekitar sini? Aku memiliki janji disana, tapi aku tak terlalu terbiasa dengan wilayah ini dan akhirnya tak tahu harus mencari kemana lagi... Jika kau tahu..-"
"Aku tahu. Kebetulan aku juga akan kesana."
"Baguslah, kau sangat membantuku!" Lega pria itu.
Eilaria hanya mengangguk pelan dan mulai melanjutkan perjalanannya, di ikuti pria itu yang berjalan di samping dirinya.
"Kalau boleh tahu, bagaimana cara aku memanggilmu?" Seru pria itu memecahkan keheningan selama perjalanan.
"Ria, panggil saja seperti itu. Bagaimana denganmu?"
"Orion, kau bisa memanggilku seperti itu."
"Orion... Kau seorang mahasiswa, kan...?" Sebenarnya Eilaria hanya ingin basa-basi.
"Wah, apa sangat terlihat di wajahku?"
"Hanya menebak." Balas Eilaria mengatakan yang sebenarnya.
"Ria juga, kau terlihat dewasa, aku tak pernah berpikir bahwa kau masih seorang siswi jika kau tak memakai seragam sekolah.." Sebenarnya, Orion hanya tak ingin suasana menjadi canggung.
"... Mungkin ini karena tahun terakhir SMA-ku... Wajarlah..."
"Begitu..."
"Ya."
Tapi, pembicaraan berakhir begitu saja tanpa mereka sadari.
Namun, suasana canggung yang sempat dikhawatirkan tak pernah terjadi.
Memberhentikan langkahnya, Eilaria berkata, "Kita sudah sampai."
Memperhatikan kafe yang di pintunya memiliki tulisan "Lizzabeths", dan tak bisa tak bernafas lega, "Akhirnya, kita ada disini.. Aku sangat berterimakasih padamu."
"Tidak perlu berterimakasih. Aku juga bertujuan kesini." Balasnya sembari melangkah masuk ke dalam bersama Orion.
Dari kejauhan, mereka berdua bisa melihat tujuan mereka.
Eilaria yang melihat Lusianna yang kebetulan sedang tertawa bahagia.
Dan Orion yang kebetulan melihat Luke yang memasang senyum damai pada wajahnya.
Itu mengejutkan, bahwa tujuan mereka berdua sama.
Jadi ketika mereka saling berhadapan, terdapat ekspresi terkejut di masing-masing wajah mereka.
Lusianna yang melihat Eilaria segera berbicara dengan bahagia, "Kau benar-benar datang, Ria!" Sembari memberikan tempat duduk di dekat dirinya.
Luke yang melihat kedatangan Orion dengan senyum lebar berseru, "Yon! Kau benar-benar datang!" Senangnya yang juga memberikan tempat duduk pada Orion.
Mereka berdua sekarang duduk berhadapan, saling menatap.
Orion tak bisa tak berkata, "Ah, aku tak menyangka kita memiliki tujuan yang sama."
"Ya, itu mengejutkan, tapi tidak terlalu menabjukan." Jawab Eilaria dengan wajah dan nada tenangnya.
"Haha.."
Ini adalah permulaan yang damai.
Permulaan dari segala hal yang akan terjadi di masa depan antara mereka berdua.
Permulaan damai dengan segudang misteri masa depan keduanya.
-----