#Hikma
"Stay Focus, and be a Winner!"
๐Hikma๐
Alarm berdering manja di ponsel yang kusimpan di atas meja amping tempat tidurku, waktu menunjukkan pukul 05.01 yang berarti aku harus segera bangun dan bergegas pergi ke kampus untuk kuliah menegangkanku. Yaa.. dosen killer memang selalu ada di setiap universitas, kan?
Aku jadi teringat ketika semalam aku mengakhiri panggilan itu dengan malas karena telingaku sudah sangat muak dan panas dengan kata-kata kasar gadis itu, ia tetap mengirimiku pesan berisikan ancaman menakutkan.
"Kalo lu masih deket-deket sama Juna, gue gakkan segan-segan bunuh lu.."
Heran
Ya Tuhan.. Kenapa dengan gadis itu??
Aku hanya terdiam tak habis pikir, ada masalah apa hingga perempuan itu memaki-maki diriku sekejam itu dan menuduhku dengan hal-hal buruk yang tidak kulakukan?
Aku langsung ke kamar mandi untuk bersiap-siap ke kampus, kurapikan bajuku sembari menatap pantulan diriku di cermin, mematut diri lalu keluar kamar untuk sarapan.
Ibu kostku sibuk dengan masakannya di dapur. Jarang-jarang ia memasak di dapur.
"Selamat pagi bu.. masak apa?" Tanyaku. Kulihat ibu tengah mengaduk-aduk sup jagung dan wanginya memenuhi area dapur "hmm wangii.." gumamku "pasti enak.." aku segera duduk di kursi meja makan.
"ini ibu memasak sup jagung" ibunya tersenyum hangat dan menyiapkan meja untuk sarapan.
Aku tahu dibalik senyum hangatnya itu tersimpan sebuah kesusahan, ahh ibu kost.. aku jadi ingat betapa kuatnya dirimu sama seperti ibuku di rumah.
Kulihat tubuhnya yang mulai sedikit renta, ia hampir mirip dengan ibuku di rumah, selama ini ibu hanya bekerja sebagai seorang guru di SD Cinta Kasih yang sangat sederhana yang berada di dekat rumah, yang juga sekolahku dulu. Gajinya tidak seberapa, namun aku salut padanya karena bisa mengatur keuangan tipisnya sedemikian rupa untuk kehidupanku hingga aku kuliah kini. Tapi beruntungnya aku, karena aku mendapat beasiswa untuk jenjang S1 ku.
"Febri berangkat dulu bu" aku mencium tangan ibu kostku, kulihat senyum penuh kerut di pipi, mata, dan keningnya. Ahh aku rindu ibu di rumah.
Aku pamit dan segera pergi ke kampus. Dan Haah sudah ku duga hari ini ada quis dadakan, seperti biasa, untung aku sudah baca-baca point pentingnya semalam, yaa setidaknya aku tak terlalu polos meninggalkan kertas quis pada dosen killer itu.
Setelah beberapa matakuliah selesai, salah satu teman menghampiriku. Ia adalah ketua dari UKM sastra.
"Feb, nanti sore kita ada kumpulan bareng BEM ngebahas kerjasama mereka ke kita buat acara 'malam sastra' mereka, temenin aku buat kumpulan itu yaa" pinta Sora, ia terlihat bingung.
Aku hanya tersenyum dan menganggukkan kepalaku, lalu lelaki itu berterima kasih lantas pergi.
Kulihat jam tanganku, ia sudah menunjuk pada angka 12 yang artinya aku harus segera bergegas ke kantin untuk mengisi perut keronconganku.
Kuhampiri bibik penjual mie ayam langgananku dan kupesan semangkuk mie ayam spesialku. Bik Uci -pedagang mie ayam itu- mengangguk dan segera menyiapkannya.
Aku duduk di kursi kosong dekat bik Uci, menunggu pesananku siap.
Sebuah lagu dangdut mengalun di kantin itu, kunikmati saja sembari mengotak-atik ponsel pintarku berselancar di media sosialku.
Dheg!
Aku kaget, seseorang men-tag Juna dalam sebuah photo seorang gadis bernama Laras Hikma dengan caption yang begitu mesra beberapa menit yang lalu, dan itu membuatku ingin muntah. Hueekk!
Calon suami terbaik dan calon istri idaman (love) (love)
Benar kah ini? Rasanya aku ingin menangis, namun segera kukembalikan perasaanku. Aku percaya pada Juna!
Ku scroll itu ke yang lainnya, malas rasanya menanggapi itu ketika perut sangat lapar.
Triing
Sebuah pesan masuk ke ponselku, kubuka pesan itu, dari nomor itu lagi.
Juna milik gue, dan gue gakkan biarin lu deket2 sama Juna!!
Kubuang nafasku malas, jika semua terus seperti ini aku tak bisa hanya diam dan menahan kekesalanku pada pemilik nomor itu, akan ku tanyakan pada Juna langsung.
Mugkin pemilik nomor itu adalah Laras Hikma yang barusan memposting photo gadis cantik bersama Juna yang tengah tersenyum itu.
Aahh.. tidak! tidak! Jangan berburuk sangka Febri.. jangan berburuk sangka!!
Aku kembali pada pekerjaanku,
Namun sungguh, mungkin karena aku perempuan, rasa cemburu muncul begitu saja. Pikiranku hanya tertuju pada gadis bernama Laras Hikma itu, di sela-sela pertemuan UKM dengan BEM aku hanya memainkan ponselku mencari tahu siapa sebenarnya gadis bernama Laras Hikma itu.
Kulihat profilnya, disana dimuat banyak hal tentang Laras Hikma dimulai dari nama hingga apa-apa yang dia sukai. Satu hal yang membuatku kaget, Ternyata dia satu sekolah dengan Juna ketika SMA.
*
Degup jantungku berpacu ketika aku mencoba lewat ke depan sekre BEM Juna, kulihat sekejap mencari bayang Juna di dalamnya namun tak kulihat ia di sekitar sekre.
Aahh.. dimana sosok kekasihku itu?? Biasanya ia berada di sekre jam segini,
Rasanya sedih sekali, aku rindu padanya karena beberapa hari ini aku belum bertemu dengannya, aku hanya menemuinya lewat tulisan-tulisannya yang sederhana dan tak pernah gombal dengan janji-janji aneh seperti laki-laki lain yang sering diceritakan teman-temanku.
Hmm.. aku rindu Junaaa...
Untuk kedua kalinya aku melewati sekre Bem Juna, namun tak kutemui dia..
ahh menyebalkan sekali.. gerutuku kesal.
Aku menyerah dan meninggalkan area sekre Juna dan kembali ke daerah sekreku.
Dhegh!!
Kutelan ludahku dalam-dalam, dihadapanku ada Juna yang tengah berjalan bersama seorang gadis yang mirip dengan yang ada di photo sosial media beberapa hari lalu, Laras Hikma.
Aku menatap Juna yang tengah menatapku dengan tatapan yang tak aku pahami. Aku tak mau melihat gadis yang ada di sampingnya, aku hanya melihat Juna. Kami berpapasan namun tak ada sapaan atau apapun diantara kami,
perasaan apa ini..? Kenapa begitu sesak?
Juna..?? Kenapa..??
Aku kehilangan semangatku, aku merasa kesal, dan aku tak suka. Aku tak suka gadis itu, gadis yang ada di samping Juna itu, Laras Hikma.
"Febri.." seseorang memanggilku, jelas itu adalah suara Juna.
Dhegh!!
Juna?? Juna memanggilku??
Aku menoleh padanya, aku berhenti berjalan dan Juna menghampiriku, dan yang pasti gadis itu mengekor Juna dari belakang.
"Febri, darimana?" Tanyanya.
"Mm.. dari photokopian sebelah.." jawabku, jelas aku bohong.
"Tugas ya??" Tanyanya ramah.
Aku mengangguk "dari mana Can.." (Candra panggilan untuk Juna) "Ehh.. Mm.. darimana kak Juna?" Tanyaku balik, yaa sopan santun.
"Habis nganter Hikma beli alat-alat buat acara kampus dari departemen aku seminggu lagi.." jelas Juna "kamu dateng ya.." pintanya.
Aku diajak? Juna mengajakku? Ia mengajakku di depan gadis bernama Laras Hikma itu??
Aku tersenyum, aku mengangguk merespon permintaannya.
Kutatap gadis itu, wajahnya polos tak berekspresi apapun. Dia bahkan tak melihatku.
"Mm.. kak Juna, saya duluan ya.." pamitku.
Dia tertawa renyah di hadapanku, "iya de.." jawabnya.
Ahh ternyata karena aku memanggilnya 'kakak' ia jadi tertawa. Aku ikut terkekeh, namun tak lama gadis itu mengajaknya pergi.
"Kak, sebentar lagi rapat dimulai, yang lain udah pada nunggu.." katanya sembari sibuk memainkan ponselnya.
Juna hanya mengangguk, ia melambaikan tangannya padaku dan segera berlalu. Aku membalas lambaiannya, aku segera berlalu dari daerah itu dengan perasaan senang.
Yaa.. aku senang Juna menyapaku meski didepan gadis itu, Juna menganggapku ada dan itu cukup untukku.
*
Ddddrrrttt dddrrrttt
Ponselku bergetar, sebuah pesan masuk dan segera aku baca.
Dhegh!
Pesan dari nomor itu, nomor yang selalu menerorku.
Dasar perempuan kegatelan! Udah gue peringatin buat jauh-jauh dari Juna, malah lu ladenin Juna..! Dasar anj*ng!!
Aku terdiam, ini pesan dari gadis berwajah polos itu?? Aku tak menyangka.
Kali ini ku simpan pesan itu, ini sudah sangat keterlaluan dan janggal, aku harus tanyakan ini pada Juna supaya semua kejadian ini bisa jelas.
*
Jam di kamarku menunjuk pada angka tujuh dan aku mendengarkan lagu kesukaanku sembari memoleskan lipgloss pada bibir penuhku, aku mengikuti lagu itu dengan senang.
Saat indah dalam hidupku~
Saat aku bertemu denganmu~
Kau anugerah yang tercipta begitu nyata~
Dddrrrttt dddrrttt
Lagu itu terhenti karena sebuah panggilan masuk, kulihat panggilan itu, dari Juna.
Aku tersenyum dan segera menerimanya "Iya??" Jawabku dengan pertanyaan.
"Udah siap?" Tanyanya dari seberang sana.
"Yaa.. sebentar lagi.." jawabku.
"Aku kesana sekarang ya de... hehe" suara di seberang terdengar renyah, aku merasa sangat dekat dengan Juna ketika mendengar suaranya. Suaranya sangat ramah dan hangat. Ahh.. Juna...
"Iya kakak" jawabku iseng.
Hari ini Juna mengajakku untuk berjalan-jalan ke daerah bukit dekat kampus. Tempat yang katanya bagus untuk melihat bintang dan langit malam, Juna sangat senang melihat langit, sesuatu yang baru aku tahu dari pribadi Juna yang unik.
Aku selesai bersiap-siap dan tinggal memakai sepatuku, aku masih asyik dengan lagu-lagu yang diputar di playlist mp3 ponselku, sebuah pesan masuk dan segera kubaca.
Aku ada di depan..
Segera aku keluar dan mendapatinya sudah duduk di teras depan kamar kost ku, aku tersenyum dan menyambutnya dengan menyapanya.
"Hai.. Candra.." sapaku.
Sosok itu tersenyum dan berdehem "ekhemm.. kak Candra.." katanya.
Aku terkekeh "kak Candra.. selamat malam.." sapaku.
"Selamat malam adek Bintang.." jawabnya.
"Ahahahaa.." aku menghampirinya.
Cahaya kilat membelah langit gelap yang ada di hadapanku, aku melihatnya sangat jelas, kututup wajahku kaget. Kilat itu menyambar beberapa kali hingga aku tak mau membuka mataku saat itu, aku takut jika kilat menyambar maka setelahnya akan ada pet...
BLLEEDDDDAAARR!!!
"Aaaaaaahhh!!!!" Aku berlari tak beraturan dan menabrak Juna sembari tetap menutup mata dan telingaku, aku takut, aku kaget, aku phobia petir, aku tak tahan dengan itu.
Deg deg.... deg deg.... deg deg... deg deg ....
Itu suara degup jantung.... Juna?
Aku menengadahkan kepalaku dan kudapati dagunya yang mulai tumbuh rambut-rambut halus, dengan segera kulepas pelukanku dan segera masuk ke kamarku untuk memakai sepatu.
"Mm.. Bintang.." Juna memanggilku dari luar.
"Yaa?" Jawabku.
"Sepertinya hujan.." katanya, ia menghampiri kamarku "jadi bagaimana menurutmu?"
Aku terdiam, butiran hujan itu terdengar gemericik di genting kost dan aku merasa acara hari ini tak akan berjalan dengan baik.
"Mm.." aku terdiam, berpikir.
Hujan mendadak semakin deras dan menciprat kedalam kamar.
"Woww.." Juna berjingkat.
"Masuk Juna.." aku mempersilahkannya masuk ke kamar kost ku, aku tak punya pilihan lain, ibu kost ku juga sedang pergi dengan bapak ke rumah anaknya keluar kota.
Juna masuk dan menyapu bajunya yang basah.
"Mau handuk?" Tawarku, aku segera mengambilkan handuk kecilku dari kamar mandi dan memberikannya.
"Makasih Bii.." ia kembali menyapu pakaiannya dengan handuk.
"Sepertinya tidak jadi keluar ya.." gumamku, kecewa ahh..
"Nanti lagi aja yaa.." bujuk Juna, senyum manisnya menghapus kekecewaanku.
"Iyaa.." aku tersenyum, "mm.. jadi.." aku hanya terdiam, kulihat Juna memperhatikan kamarku lekat-lekat, sesekali ia tersenyum melihat beberapa benda yang ada di kamarku.
"Itu .." Juna menunjuk pada sebuah benda yang terpasang di stiker tembok kamarku.
"Kenapa?" Tanyaku, "itu photo.."
"Photo siapa Bi?" Tanyanya. Matanya tak lepas dari photo itu.
"Aku sama ibu.." jawabku "pas lagi SMA itu.." aku terkekeh melihat photo yang ternyata masih kupajang dan wajahku masih sangat kumal. Ahh memalukan sekali.. Juna terlihat tersenyum menatap photo itu lekat, ahh apa yang ia pikirkan tentang aku??
"Nanti aku ingin ke rumahmu ya.. bertemu ibumu.." katanya.
Dhegh!
Apa aku tak salah dengar?? Juna?
Juna ingin menemui ibuku??
"Mm.. yaa.." jawabku serba salah, sejujurnya aku berdebar mendengar Juna mengatakan itu, itu adalah saat dimana aku merasa sangat intim dengan seorang laki-laki, apalagi suasana di kamarku yang kecil dan hujan deras diluar menambah debaran hatiku.
"Mm.." Juna ber-mm-ria sembari menatapku.
"Kenapa Juna?" Tanyaku heran.
"Mm.. aku butuh..." Juna menggeser duduknya dan mendekatiku.
Aku menatapnya, aku ikut bergeser namun menjauh darinya.
"Bintaang.." ia merajuk dan memegang kedua lenganku, aku sedikit tersudut, jantungku semakin berdebar karena Juna semakin dekat dan aku hanya bisa diam.
Deg deg .... deg deg..... deg deg .... - deg deg.....
Wajahnya sudah semakin dekat, dan aku semakin serba salah, gerak gerikku sudah terkunci dan aku hanya bisa diam menatapnya mungkin dengan wajah yang memerah, karena wajahku terasa panas dan jantungku rasanya seperti kuda balap yang berlari di arena pacu .
"Aku.." bisik Juna perlahan di dekat telingaku. Nafasnya terasa hangat dan tangan besarnya mengelus pipiku, sekejap semuanya terasa berhenti, waktuku, nafasku, gerakku, jantungku..
Semua terasa berhenti sekejap dan perasaan hangat itu tertahan di dadaku,
Apa yang akan Juna katakan padaku?? Apa yang ia butuhkan? Apa ia butuh.....
Aku membuka mataku perlahan dan mendapati Juna tengah menatapku dengan tatapan yang.. yaa.. sedikit aneh menurutku..
"Aku mau..." Juna menggantung kata-katanya.
"Mau apa Juna?" Tanyaku pada akhirnya, aku merasa sangat gemas dengan kelakuan Juna yang seperti ini, namun sejujurnya itulah yang membuatku selalu merindukannya.
"Makan..." katanya, ia tersenyum padaku sambil mengangkat alis kirinya iseng.
Oh? Makan?
Aku merasa bodoh karena berpikir yang tidak-tidak pada Juna, aahh.. Juna maafkan aku...
BBBELEEEDAAAARRRRR!!
"Aaaarrrggghhh...!!!" Aku merasa sangat takut, kututup telingaku dan kupejamkan mataku rapat-rapat.
Grabb!
Oh? Juna..??
Kuatur nafasku yang tak beraturan itu dan mencoba menenangkan diriku sendiri dengan mengingat Tuhan di dekapan Juna.
Ya Tuhan.. lindungilah aku, lindungilah aku...
Perlahan-lahan semuanya membaik, petir itu tak datang lagi untuk jeda waktu yang cukup lama, kurasa aku aman, kucoba membuka mataku dan kembali seperti biasanya.
"Kamu bener-bener takut petir Bii?" Tanyanya, ia masih memelukku hangat.
Aku mengangguk dan bersandar di dada Juna yang terasa nyaman, aku bisa mendengar irama jantungnya yang teratur, menenangkan.
Setelah merasa baikan aku mencoba melepaskan diriku dari Juna, namun Juna tak melepaskanku begitu saja.
"Tenangkan dulu hatimu Bintangku.." pintanya, ia mengelus rambut panjangku.
Aku tersenyum mendengar Juna berbicara seperti itu, terdengar memaksa namun aku suka paksaan itu. Hmm... yaah..
Kruuuuukkkkkk
Eh? Suara apa itu.? Suara petir kah? Atau ..... suara perutnya?
Aku terkekeh dan melepaskan diriku darinya, ia tersenyum malu melihatku, ia terkekeh lalu memegang perutnya.
Aku suka saat-saat dimana kita saling melempar tawa seperti ini.
"Aku belum makan, tapi tadi acaranya batal, padahal aku ingin mengajakmu ke tempat makan.. dan aku sudah menahan lapar dari sejak tadi siang.."
"Serius??" Tanyaku,
Juna mengangguk, ia tersenyum dan menatapku manja.
Iihh.. imut banget deh.. sebel deh..!! Hahaaa..
Aku segera mencari camilan untuk Juna di laci kecilku namun aku hanya menemukan sebungkus kacang polong "mm.. suka kacang??" Tanyaku, kusodorkan sebungkus kacang itu, ia mengambilnya.
"Makasih.." ia tersenyum.
Sepertinya ada yang masih kurang, pasti Juna masih lapar. sepertinya aku harus masak.
Aku beranjak ke dapur dan membuatkannya mi instan. Yaa, anak kost mah makan nya ginian.. pikirku.
Beberapa saat kemudian ketika aku memasak mi, Juna tiba-tiba sudah berada di belakangku berbisik.
"Masak apa Bi?" Tanyanya, ia menyimpan dagunya di bahuku dan melingkarkan tangannya di perutku.
Aaarrgghh.. jantungku rasanya mau copot.. ya Tuhan.. oohhhh...
"Kamu wangi..." bisiknya seduktiv di telingaku.
Mmmhhh.. apa yang harus aku lakukan? Yaah.. duhh.. jantung, tolong tenangkan dirimu..
"Hmm.. mi nya sudah matang" aku segera berpindah dan lepas dari pelukan Juna, ya Tuhan leganyaa..
Juna duduk di meja makan dan aku menghidangkan mi yang masih mengepul itu. Juna terlihat sangat menantinya, mungkin ia sangat lapar. Hmm.. kasian Juna.. heehee
"Makasih lho Bi.." katanya.
Aku mengangguk dan tersenyum "yaa.. selamat menikmati.."
Juna memakan mi nya dan aku hanya melihatnya makan, sebuah kebiasaan baru yang aku temukan darinya adalah ia menghabiskan dulu kuahnya lalu memakan mi nya, itu sangat unik, aku makin suka aja sama Juna.. hihii
"Bi..." panggilnya, ia meninggalkan mi nya.
Aku hanya menatapnya.
"Kok sepi sih?" Tanyanya.
"Ooh.. ibu yang empunya lagi keluar kota dan beberapa orang pada pulang.. temen sama adek tingkat aku katanya masih di kampus dan kayanya lembur deh.. tugas organisasi soalnya.." jawabku seadanya.
Juna mengangguk "aku temenin ya.. seenggaknya sampe temen kamu pulang deh.."
Aku mengangguk, setelah makan mi nya Juna mengajakku kembali ke kamar dan bermain tebak kata hingga tak terasa hujan diluar mulai reda dan temanku sudah kembali.
Juna pamit dan aku mengantarnya keluar.
"Makasih ya.." aku tersenyum "hiburannya seru.."
"Hahaa iya.." Juna menggenggam tanganku "istirahat yaa.." katanya.
Aku mengangguk.
Tiba-tiba terbesit sebuah nama di benakku, nama orang yang selalu menghubungiku, nama gadis yang menerorku,
apakah aku tanyakan saja pada Juna tentang Laras Hikma itu?
Aku menatapnya.
"Kenapa Bi??" Tanyanya, sepertinya ia melihat ada sesuatu yang aneh dariku.
Aahh sebaiknya jangan ahh, mungkin nanti saja.
aku tak ingin menghancurkan malam ini hanya karena gadis teroris itu.
Aku menggeleng dan tersenyum. "Kamu hati-hati di jalan yaa" pesanku.
Ia mengangguk dan pamit, kulihat dia yang mulai menghilang ditelan kegelapan.
Juna ...sebenarnya banyak yang aku ingin tanyakan.. tapi haruskah aku sampaikan...??
Ahh.. entahlaah..
Aku kembali ke kamarku, dan kubuka ponselku. Ada beberapa notifikasi dari operator dan teman-temanku yang membutuhkan bantuan, dan beberapa lagi pesan dari nomor yang tak pernah aku save itu.
Lagi-lagi pesan yang berbau ancaman, ahh.. aku mulai malas dengan hal itu..
Kurebahkn tubuhku untuk beristirahat. Juna terima kasih untuk malam ini...
Setidaknya aku menikmati hubunganku dengan Juna, gadis yang bernama Laras Hikma itu hanya setitik debu yang menghalangi jalan kami, dan itu bukanlah perkara yang besar selama Juna masih di sampingku, menemaniku.
*********
Romantiiiiiiissssss si Juna itu ya....
Comment on chapter #PrologBerkunjung balik ke ceritaku juga ya.